Title: Anarkisme: Sebuah Panduan Bagi Kaum Anarkis
Subtitle: “…Anarkisme tercipta di antara masyarakat…”
Author: Bidas
Language: Bahasa Melayu
Publication: Risalah Bidas
Date: 18/07/2014

      Max Stirner

        “…diriku adalah segala-galanya…”

      Proudhon

        “…apa itu property? …”

      Bakunin

        “…di dalam tebalnya ribut …”

      Kroptokin

        “…kerja-kerja kita sudah jelas…”

Meskipun Gerard Winstanley dan William Godwin telah membangunkan falsafah Anarkisme di abad 17 dan 18, pada pertengahan abad sembilan belaslah Anarkisme baru lahir sebagai sebuah teori berhubungkait dengan sebuah program sistematis yang telah dikembangkan. Ini merupakan hasil kerja dari empat orang: seorang Jerman, Max Stirner (1806-1876), seorang Perancis, Pierre Proudhon (1809-1865), dan dua orang Russia, Mikhail Bakunin (1814-1876), juga Peter Kropotkin (1842-1921).

Lahir dari persekitaran falsafah romantik Jerman, Anarkisme Stirner merupakan sebuah bentuk ekstrim dari individualisme, atau sebut saja egoisme, yang meletakkan individu di atas institusi—negara, hukum maupun kewajiban. Ini menjadi batu lompatan dari Anarkisme.

Definisi dari individualisme tidak memiliki program konkrit untuk merubah kondisi sosial. Idea perubahan konkrit semacam itu dikembangkan oleh Proudhon, orang yang pertama menyatakan dirinya sebagai anarkis. Teori-teorinya mengenai mutualisme dan federalisme menjadi sebuah pengaruh yang luas bagi perkembangan Anarkisme sebagai gerakan massa, dan memaparkan dengan jelas bagaimana tatanan anarkis dapat berfungsi serta dikoordinasikan. Bakunin, figur utama bagi perkembangan aktifisme anarkis modern, menekankan peranan dari kolektivisme, kebangkitan massa dan pemberontakan spontan sebagai aksi menuju sebuah masyarakat yang bebas, masyarakat tanpa kelas-kelas. Idea-ideanya menjadi massif pada abad 20 di golongan gerakan pekerja radikal—khususnya di Sepanyol, di mana terjadi revolusi sosial anarkis terbesar untuk pertama kalinya.

Kropotkin, seorang ilmuan autodidact (belajar sendiri tanpa guru), mengembangkan analisis anarkis yang rumit dan detail akan kondisi-kondisi modern yang dihubungkan dengan preksripsi jelas mengenai sebuah masyarakat masa depan—Komunisme-Anarkis—yang terus-menerus menjadi teori yang digunakan oleh para anarkis. Berbagai macam teorinya, bagaimanapun, tidaklah terasing dan terpisah dari idea-idea lainnya: mereka justeru terhubung dengan banyak hal, dan dalam beberapa pandangan dapat meluas sampai ke berbagai level yang berbeza di dalam kehidupan sosial. Individualisme sangatlah berhubungan dengan kehidupan pribadi kita; mutualisme, untuk hubungan kita yang luas dengan yang lainnya. Produksi di bawah Anarkisme berbasis kolektivis, iaitu masyarakat bekerja bersama demi kepentingan bersama, dan dalam tatanan politik serta sosial yang lebih luas, keputusan-keputusan akan ditentukan secara komunal.

Max Stirner

“…diriku adalah segala-galanya…”

Max Stirner lahir di Beirut pada tahun 1806, ia lahir dari orang tua yang miskin. Masa enam tahunnya sebagai pelajar falsafah di Berlin terganggu oleh kewajiban untuk merawat ibunya yang telah menjanda dan mengidap sakit jiwa yang terus memburuk. Di tahun 1835 ia menunda ujiannya dan memulai pekerjaan mengajarnya yang pertama, meskipun tak dibayar. Dua tahun mengalami kemiskinan yang menyesakkan, ia memuncak dalam perkawinannya dengan anak gadis tuan tanahnya. Isterinya meninggal di tahun berikutnya ketika melahirkan. Di tahun 1839 kehidupannya membaik setelah mendapatkan kontrak lima tahun di Institut Madam Groupius untuk Pengajaran dan Pengasahan Gadis-gadis Superior. Kestabilan kewangan barunya ini sangatlah berlawanan dengan desakkan politik dan intelektual yang sedang memuncak di sekelilingnya.

Di tahun 1840, Stirner masuk ke lingkaran pemberontak yang bernama Free Ones: kumpulan pelajar-pelajar radikal dan kaum bohemian yang kritis, di antara mereka terdapat juga Marx muda dan Engels, yang berkumpul di dalam suasana penuh asap rokok dan pemabuk di Kafe Hippel’s. Sang komunis Arnold Ruge pada waktu itu dikejutkan ketika ia melihat dan mendengar Stirner masuk sambil berteriak:

Transformasi sosial takkan pernah bisa dilangsungkan oleh seorang pemberontak mabuk!

Di antara banyaknya wanita di kafe tersebut, duduk si kaya berumur 25 tahun yang bernama Marie Daenhardt, seorang pemain billiard handalan, perokok cerut dan peminum bir yang selalu ingin menemani perkumpulan Free Ones pergi ke rumah pelacuran terdekat. Biasanya setelah malam-malam tersebut, Stirner akan pulang ke rumahnya sendirian untuk mengerjakan manuskrip misteriunya selama semalaman. Di tahun 1843, ketika terjadi upacara kacau bilau di kediamannya, Max dan Marrie menikah. Tidak seorang pun yang ingat untuk membawa cincin perkawinan. Dengan pekerjaannya yang mapan dan istri yang kaya, Stirner akhirnya menyelesaikan karya utamanya.

The Ego and Its Own—buku paling revolusioner yang pernah ditulis— menghentak kaum radikal di Berlin layaknya petir yang dahsyat. Berisi sebuah seri mengenai penentangan tanpa kompromi terhadap setiap ortodoks agama, politik maupun falsafah, tidak pilih kasih apakah hal tersebut Kiri dan Kanan, progresif atau tidak. Buku ini dengan cepat menjadi pusat perhatian, memprovokasi kemarahan dan reaksi-reaksi lainnya dan meroketkan Stirner menjadi orang yang disegani.

Apa yang seharusnya tidak menjadi perhatianku?! Pertama dan yang paling penting, adalah perbuatan baik, lalu keinginan Tuhan, tujuan manusia akan kebenaran, kebebasan, kemanusiaan, keadilan; lebih jauh lagi, cita-cita masyarakatku, anak-anakku, negara kelahiranku; yang paling final, adalah cita-cita fikiranku, dan ribuan cita-cita lainnya. Hanya cita-citaku sendirilah yang tak pernah menjadi perhatianku. Malulah bagi para egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri!

Menjauhlah semua perhatian-perhatian yang tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Kamu fikir “cita-cita mulia” harus menjadi perhatianku? Mana yang baik? Mana yang buruk? Tak ada satu pun yang bererti bagiku. Perhatianku bukanlah yang maha kuasa mahupun manusia, bukan juga kebenaran, kemuliaan, keadilan, kebebasan, dsb… tapi menjadi diriku sendiri yang unik. Aku adalah segala-galanya!

“Aku adalah segala-galanya;” Inilah kebenaran esensial dari ajaran Stirner. Segala sesuatu yang bukan individu harus dilihat sebagai sebuah kekeliruan dan abstraks yang tirani. Individu yang bebas atau “egois”, harus mengacuhkan idea-idea mengenai negara, masyarakat, agama, bangsa, moral, tugas, dan kewajiban. Kesemua ini menuntut pengorbanan eksistensi individual demi kepentingan yang lebih besar. Stirner menekankan bahwa individu harus hidup untuk diri mereka sendiri, jangan patuh kepada siapa pun atau apapun, dan mereka juga harus memperlakukan yang lain seperti itu juga. Seorang individu sejati akan mengetahui dan secara automatik menjaga keunikan dari individu yang lain. Hanya dengan ini, “serikat kaum egois”, dapat menjamin kebebasan individual—dan juga individu lainnya.

Anarkisme-individualis Stirner, yang menginginkan penghapusan dari segala macam para penguasa, yang tidak menawarkan apapun setelah itu kecuali hanya realiti unik dari individu, membawa sebuah pengaruh yang besar kepada Anarkisme. Aliran ini banyak menarik perhatian khususnya di kalangan para seniman yang memiliki sikap independent yang hebat dalam aktiviti kreatif mereka.

Proudhon

“…apa itu property? …”

Pierre-Joseph Proudhon lahir pada tahun 1809 di Franche-Comte, bahagian timur Perancis. Ibunya berkerja sebagai tukang masak dan ayahnya bekerja sebagai peternak, pembuat minuman dan seorang penjaga kedai yang bangkrup. Sebagian besar dari masa kecilnya ia habiskan dengan menggembalakan lembu di wilayah pegunungan Jura, sebuah pengalaman yang menjadi inspirasinya akan sebuah kehidupan bebas di desa. Melalui pengalaman inilah Proudhon menggilap semua pandangan falsafahnya. Proudhon adalah seorang autodidact yang tekun; di umurnya yang ke 19 ia memenangkan sebuah biasiswa untuk belajar di Paris, namun kemelaratan keluarganya memaksa Proudhon untuk berhenti dari sekolah. Ia kemudian bekerja sebagai jurucetak hingga kemudian memulai usahanya sendiri di Besancon. Usahanya gagal, dan berbuntut hutang yang kelak membayanginya seumur hidup.

Ketika pindah ke Paris, ia menyaksikan kemerosotan kehidupan pekerja urban dan mulai bergabung dengan organisasi revolusioner. Di tahun 1840 Proudhon menerbitkan tulisannya What is Property?, sebuah karya yang dikomentari Marx sebagai sesuatu yang“menusuk… eksaminasi yang menentukan, ilmiah dan dahsyat” dari subjek tersebut.

Di dalam tulisannya tersebut, Proudhon menjelaskan sebuah perbezaan penting antara pemilikan harta untuk manfaat personal, yang dikategorikannya sebagai kepunyaan, dengan properti—yang ia contohkan seperti: kilang, alat-alat berat, tanah, barang-barang mentah dan barang-barang lainnya yang boleh dimanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan. Kekuatan dari pemilikan untuk memanfaatkan pekerja adalah apa yang dimaksudkan oleh Proudhon di dalam sebuah penjelasannya yang terkenal dan penuh dengan paradoks:

Jika ada yang bertanya padaku: “Apa itu perhambaan?” maka Aku akan menjawabnya dengan satu kata, “Pembunuhan!”, dan maksudku akan dimengerti dalam sekali tangkap. Tidak perlu ada argumen lain untuk menjelaskan bahwa kekuatan untuk mengambil pemikiran orang, keinginan, serta personaliti mereka, adalah sebuah kekuatan hidup dan mati, karena itu memperhambakan seseorang sama saja dengan membunuh mereka. Lalu kemudian ada pertanyaan yang lain: “Apa itu properti (hakmilik)?” kenapa tidak aku menjawabnya sebagai, “Pencurian?”

Properti (kepemilikan), beserta sistem politik yang mendukungnya, haruslah dihapuskan, namun kepunyaan—kawalan yang efektif dari keperluan-keperluan kerja dan kehidupan—adalah prakondisi bagi kemerdekaan individu. Semua pekerja harus memiliki hak yang penuh atas apa yang mereka hasilkan bukan dari apa yang menghasilkan: “hak dari hasil-hasil adalah eksklusif; hak dari menghasilkan itu dimiliki bersama.” Dengan demikian sumber daya alam yang ada di bumi ini bukanlah milik satu orang , begitu pula dengan bakat-bakat teknik dan kemampuan produktif dari masyarakat yang harus diwarisi ke semua orang. Proudhon cukup yakin bahwa dengan mengesahkan properti sebagai kepemilikan pribadi menegaskan keserabutan majoriti masyarakat dari hak-hak mereka untuk sebuah pembahagian kekayaan sosial yang adil.

Menurut Proudhon, hukum sejati ialah di mana sebuah masyarakat lahir secara alami dari masyarakat itu sendiri dan secara automatik memapankan tatanan bagi kehidupan manusia yg aktif. Hukum ini tidak dijalankan dari atas dan tidak ada hubungannya dengan pemerintah—lebih jauh lagi, keberadaan pemerintah malah akan merosak kerja sama yang spontan antara individu-individu yang merdeka. Tugas untuk membebaskan masyarakat dari belenggu pemerintah dan pemilikan menjadi tugas dari kelas pekerja:

Para pekerja, buruh-buruh, siapapun kalian, inisiatif untuk perubahan ada pada kalian. Kalianlah yang akan mencapai sintesis dari komposisi sosial yang akan menjadi ciptaan yang sempurna, dan cuma kalian yang boleh mencapainya… dan kau, manusia dengan kekuasaan, hakim-hakim yang marah, pemilik-pemilik pengecut, tidakkah kalian akhirnya mengerti apa yang aku maksud? Jangan memprovokasi kemurkaan derita kami, walau mungkin polisi-polisi dan tentara kalian berhasil menindas kami, kalian tidak akan dapat berdiri di atas sumber daya terakhir kami…

Karena ancaman abstrak ini pemerintah menangkapnya dengan tuntutan “menganggu keamanan publik,” namun seorang dewan Juri tidak mengesahkannya. Di tahun 1843 Proudhon tiba di Lyon, sebuah kota yang memiliki sejarah panjang pemberontakan yang masih terakam dengan jelas. Ide untuk sebuah penyebaran yang luas dari asosiasi pekerja mulai subur di dalam kota ini, yang dihubungkan dengan sebuah penekanan terhadap aksi-aksi ekonomi. Proudhon bergabung dengan sebuah kelompok rahasia dari para pekerja manual yang menolak aksi-aksi politis.

Revolusi sosial akan benar-benar diperhitungkan apabila ia dibangkitkan melalui sebuah revolusi politik… pergerakan sosialis yang baru akan dimulai dari peperangan tempat-tempat kerja.

Proudhon selalu menjadi penolak keras dari segala macam perubahan masyarakat yang hanya ingin menggantikan satu pemimpin dengan pemimpin lainnya. Di tahun 1847, setelah bergabung dengan para revolusioner-revolusione ternama Paris pada waktu itu, Proudhon menolak rencana Marx untuk sebuah organisasi politik:

Marilah kita semua menjauh dari keinginan untuk menjadi pemimpin-pemimpin dari sesuatu yang tidak dapat ditolerir lagi. Marilah kita tidak membuat diri kita sebagai nabi-nabi dari sebuah agama baru, meskipun itu adalah agama dari logika, dan akal.

Menurutnya, daripada menyerukan tindakan-tindakan ekonomik lebih baik, “membuat sebuah pengembalian (reklaim) dari masyarakat, melalui sebuah kombinasi ekonomik, dari kekayaan yang tadinya diambil dari masyarakat dengan kombinasi ekonomi lainnya.”

Inilah daya tarik Proudhon di antara kaum pekerja radikal yang mengikuti ideanya, sesuatu yang membuat Marx melakukan tindakan-tindakan fitnah dan menyalahartikan idea-ideanya untuk menyingkirkan Proudhon. Perpecahan antara Anarkisme dan Marxisme pun mulai terbuka.

Namun semua perselisihan ditepis ketika terjadi kebangkitan di bulan Februari 1848, sebuah gerakan popular yang tuntutan-tuntutan utamanya adalah akhir dari monarki dan hak pilih yang universal. Proudhon pun bergabung dengan pemberontak di barikade-barikade, meskipun ia khuatir dengan tujuan-tujuan mereka. Republik kedua akhirnya dideklarasikan, namun Proudhon mengenepikan kekurangan-kekurangannya. “Mereka telah membuat sebuah revolusi tanpa idea-idea,” tulis Proudhon. “Sangatlah perlu untuk memimpin ke sebuah tujuan pada pergerakan.”

Ini adalah tugas yang ia persiapkan bagi dirinya sendiri. Ia memulainya dengan membuat akhbar anarkis berkala pertama di dunia yang bertajuk The People’s Representatives, yang di halaman utamanya tertulis: “Siapakah para produser? Bukan siapa-siapa. Seharusnya ia menjadi apa? Segalanya!” Di dalam ruangan-ruangannya ia terus menerus mengingatkan kaum proletar bahwa “kaum proletar harus mengemansipasikan diri mereka tanpa perlu bantuan dari pemerintah,” serta menyerang mitos-mitos pilihanraya maupun parlimen.

Di bulan Jun, kaum pekerja miskin Paris kembali bangkit melawan pemerintah. Proudhon ikut bergabung dan menyedari bahwa kebangkitan pertama ini merupakan sebuah elemen baru di dalam revolusi. Penindasan yang brutal pun dilakukan oleh pemerintah, pada masa-masa ini banyak dari para pekerja yang ditembak juga dibuang negeri ke koloni-koloni hukuman, Proudhon tidak gentar dan tetap terbuka dalam dukungannya terhadap para pekerja. Sebagai respon, pemerintah melarang akhbar Proudhon. Ketika larangan ditarikbalik, tajuk utamanya melangkah lebih jauh: “Siapa itu Kapitalis? Segalanya! Seharusnya ia menjadi apa? Tak ada!”

Ekstrimisme Proudhon dalam menekankan perlunya perjuangan kelas dan perlunya berdampingan dengan kaum pekerja sebagai sebuah kelas (dan bukannya dengan grup-grup yang tidak jelas) mengisolasikan dirinya dari kebanyakan kaum radikal. Dengan cetakannya yang bertambah sampai 40 ribu naskah, pemerintah akhirnya mengharamkan akhbar The People’s Representatives. Proudhon yang sudah meramal tindakan pemerintah tersebut, telah lebih dulu mempersiapkan sebuah akhbar baru bersama sahabatnya dengan tajuk, The People. Di koran tersebut ia menuduh bahwa Presiden Perancis yang baru dipilih, Louis Napoleon, sebagai “penggambaran wujud reaksi yang berkonspirasi untuk memhambakan masyarakat.” (ramalannya terbukti benar: beberapa tahun kemudian sang Louis Napoleon, anak saudara dari Bonaparte, melakukan sebuah rampasan kuasa tentera dan mendeklarasikan dirinya sebagai raja.)

Proudhon pergi bersembunyi untuk menghindari penangkapan, ia dituntut karena melakukan penghasutan dan dikenai hukuman tiga tahun dipenjara karena melarikan diri. Proudhon akhirnya tertangkap dan dipenjara di benteng Doullens, meskipun begitu dia tetap menulis di waktu senggang untuk akhbar barunya, The Voice of the People. Ini merupakan jurnalnya yang paling populer, akhbar ini terjual sebanyak 60 ribu naskah tiap isunya. Pada bulan Mei 1850, koran ini disupresi seperti kebanyakan koran radikal lainnya, baginya ini adalah waktu untuk menulis Provocation to Civil War. Proudhon menghabiskan kebanyakan waktu-waktunya di penjara untuk menulis buku-bukunya, termasuk Confessions of a Revolutionary, sebuah analisis dari revolusi 1848, juga buku The General Idea of Revolution in 19th Century, yang menyelidiki jalan perkembangan sosial dan mencari jalan yang harus diambil di kemudian hari.

Di dalam buku General Idea, Proudhon menjelaskan bahwa masyarakat tidak terpisah dari alam, namun merupakan bagian darinya: aturan-aturan dan batasan-batasan alam membuat kemanusiaan mengembangkan dan mencapai kebebasan. Revolusi itu diperlukan—dan tidak dapat dihindari— seperti halnya melahirkan, kelahiran serta kematian:

Sebuah revolusi adalah suatu kekuatan di mana tak ada kekuasaan—manusia mahupun tuhan—yang akan menang, revolusi merupakan sebuah kekuatan yang secara alami tumbuh sebagai perlawanan terhadap kekuasaan… Semakin kamu menindasnya, semakin kamu meningkatkan pertumbuhannya dan membuat aksinya menjadi tidak dapat ditolak, jadi ini mirip seperti kemenangan dari sebuah idea meskipun ia dihukum, dilecehkan serta ditindas sejak awal, ia akan berkembang dan tumbuh tak terhalang… revolusi menjadi maju, dengan langkah yang suram dan ditakdirkan, dengan bunga yang ditaburkan oleh kawan-kawannya, melalui darah dari para pembelanya, juga dari tubuh musuh-musuhnya.

Revolusi-revolusi di abad 17 dan 18, tulisnya, hanya sukses dalam menggantikan kekuatan monarki feudal dengan kekuatan negara kapitalis. Menurutnya, segala macam bentuk organisasi negara adalah “bukan apapun tapi kekacauan, yang melayani sebuah asas dari tirani yang kekal.” Oleh karena itu abad 19 membutuhkan sebuah revolusi yang lebih dari itu, perubahan total dari ekonomi di mana negara akan digantikan dengan sebuah bentuk baru dari organisasi sosial, yang berbasis pada asosiasi-asosiasi antar pekerja:

Pentingnya tugas mereka tidak terletak di dalam kepentingan-kepentingan serikat mereka yang sempit, namun di dalam penolakan mereka terhadap kaum kapitalis dan pemerintah yang tidak mereka lakukan ketika pertama kali terjadinya revolusi. Kemudian, ketika mereka telah mengalahkan kebohongan politik, kelompok-kelompok pekerja harus mengambil alih badan-badan industri besar yang merupakan hak alami mereka.

Ketika ini telah tercapai maka akan terbuka jalan bagi sebuah masyarakat anarkis yang berbasis pada mutualisme dan kebebasan. Melalui penjelasannya akan idea utama perihal kawalan langsung para pekerja di dalam sebuah masyarakat yang desentral dan berfederasi, Proudhon membuka pertubuhan dasar bagi pengembangan gerakan anarkis dan sindikalis yang akan berkembang di kemudian hari.

Untuk menggantikan peraturan, kita akan membuat kontrak-kontrak; tidak ada lagi peraturan yang ditentukan oleh majoriti walaupun itu merupakan kesepakatan. Tiap warga, dari tiap kota, tiap serikat industri akan membuat peraturan mereka sendiri. Kita akan menggantikan kekuatan politik dengan kekuatan ekonomi… Sebagai ganti dari bala tentara, kita akan membentuk persatuan-persatuan industri. Sebagai ganti dari polis, kita akan membuat identiti-identiti kepentingan.

Setelah Proudhon dibebaskan dari penjara, ekstrimisme yang telah melekat padanya menjadi penyebab susahnya ia mendapatkan pekerjaan, namun sebelum tahun 1858 ia menemukan sebuah penerbit yang bersedia menerbitkan karya komprehensifnya yang terbaru, Justice in the Revolution and in the Church. Dalam jangka waktu seminggu sebelum pemerintah merampas cetakan yang tersisa dari karyanya tersebut, enam ribu kopi telah terlebih dahulu terjual. Proudhon dituntut dengan tuduhan kejahatan terhadap moral publik, agama dan negara, ia dikenai hukuman tiga tahun penjara. Proudhon dengan segera melarikan diri ke Belgium, di mana ia menulis War and Peace, sebuah analisis mengenai akar dan dinamika-dinamika perang yang juga menjadi judul dari novel Leo Tolstoy.

Di tahun 1862, Proudhon diberi amnesti dan kembali ke Perancis. Di sana ia melengkapi teorinya mengenai federalisme yang akan menjadi pengaruh besar bagi pemikiran anarkis semenjak saat itu.

Karyanya yang berjudul On the Federal Principle, yang diterbitkan pada tahun 1863, merupakan sebuah ringkasan dari pandangannya mengenai nasionalisme yang juga sebuah usaha untuk memperluas pandangan anarki dari level industri dan ekonomi menuju masyarakat dunia secara umum. Ia cukup yakin kalau anarki dapat lahir di abad-abad ke depan dan perlahanlahan akan dimulai dengan sebuah perkembangan sosial yang berdasarkan federasi pada tiap levelnya. Dengan demikian federasi dimulai dari tingkat lokal, di mana orang-orang akan berhubugan secara sukarela untuk mengatur dan mengendalikan kehidupan mereka sendiri. Koordinasi (daripada administrasi) dari tiap asosiasi dan komuniti-komuniti akan dicapai melalui keterlibatan mereka secara bebas dan samarata di dalam konfederasi-konfederasi umum yang mencakup semuanya.

Proudhon sangat menolak nasionalisme: baginya nasionalisme adalah sebuah pandangan yang akan menciptakan, pertama-tama, dominasi populasi-populasi yang dipersatukan oleh pemerintahan sentralis yang kuat, lalu akan membuat persaingan serta perang dalam skala internasional. Pemerintahan pusat harus dihapuskan dan negara-negara akan digantikan dengan konfederasi wilayah-wilayah dalam pertimbangan geografis. Ambil contoh, Eropah, yang akan menjadi induk dari konfederasi di mana federasi lokal terkecil pun akan memiliki pengaruh yang sama dengan federasi yang terbesar. Organisasi politik dan keputusan harus melalui dasarnya baru ke atas.

Pada saat ini Proudhon memiliki pengikut yang kuat dan ia sangat berpengaruh pada gerakan abstensionis yang terbentuk sebelum pemilihan umum tahun 1863.

Aku akan mengatakan padamu dengan segenap energi dan kesedihan di dalam hatiku: pisahkan dirimu dari mereka yang telah menyingkir diri darimu… melalui pengasinganlah kalian akan menang. Tanpa wakil, tanpa calon.

Ini menjadi pandangan utama bagi para anarkis terhadap pilihanraya semenjak saat itu.

Dalam dua tahun sisa masa hidupnya, tanpa mempedulikan kesehatannya yang memburuk, ia menyelesaikan karyanya yang mungkin paling berpengaruh, On the Political Capacity of the Working Classes, sebuah testamen terakhir yang menyambungkan berbagai teorinya menjadi sebuah pernyataan final yang kohesif mengenai misi dari kaum proletar sebagai suatu kekuatan yang membangun sendiri di dalam perkembangan sosial:

Untuk memiliki kapasitas politik berarti memiliki kesadaraan seseorang sebagai bagian dari kolektif, untuk menegaskan idea yang lahir dari kesadaran semacam ini, dan juga untuk mencapai realisasinya. Siapapun yang boleh menyatukan ketiga kondisi ini pasti berkemampuan untuk melakukan banyak hal.

Ia percaya kalau pekerja Perancis pada saat itu telah mencapai pemenuhan kondisi-kondisi tersebut. Mereka sudah lebih dahulu sedar akan tempat mereka di dalam sebuah grup kolektif—yaitu kelas pekerja—yang kepentingannya berbeza dengan kelas lainnya di dalam masyarakat. Lebih jauh lagi, kesedaran kelas mereka akan membawa mereka menuju mutualisme, ide mengenai sebuah masyarakat yang diatur secara egaliter, dan federalisme agar persamaan dapat dicapai.

Proudhon wafat di bulan Januari 1865, ketika ia baru saja menerima khabar gembira perihal terbentuknya International Workingsmen Association (Asosiasi Internasional Pekerja), yang sedikit banyaknya merupakan upaya-upaya dari para pengikutnya. Penerimaan idea-idea Proudhon oleh kalangan kelas pekerja yang luas terlihat dari prosesi yang panjang pada saat pemakamannya, sebuah penerimaan yang menegaskan Anarkisme sebagai suatu kekuatan besar di dalam sejarah modern dan juga menyediakan basis yang tidak terkira bagi kaum anarkis dalam membangun teori mereka.

Bakunin

“…di dalam tebalnya ribut …”

Mikhail Bakunin dilahirkan pada tahun 1814 di kalangan aristokrasi Rusia. Di usia 21 tahun ia berhenti dari Sekolah Artileri St. Petersburg untuk mempelajari falsafah di Berlin, di mana ia mulai terpengaruh oleh falsafah Hegelian “Kiri”. Pada masa-masa inilah ia membuat diktumnya yang masyhur: “keinginan untuk melakukan pembinasaan merupakan sebuah keinginan yang kreatif.” Mengambil posisi yang berlawanan dengan dialektika positif Hegel, konsep negasi revolusioner Bakunin memandang sisi negatif sebagai kekuatan penggerak sejarah.

Bagi Bakunin muda, sebuah dunia baru hanya dapat lahir dari penghancuran total dunia yang lama. Tujuan sebenarnya dari sejarah adalah pembebasan manusia, dan pembebasan sebenarnya hanya dapat tercapai dengan pemutusan hubungan yang mutlak dengan masa lalu. Pemutusan absolut—revolusi—ini adalah sebuah aksi-negasi yang mutlak dilakukan oleh seluruh manusia terhadap otoritas. Tujuannya adalah kebebasan dan metodenya adalah pemberontakan yang digunakan sekaligus.

Bakunin sudah lebih dahulu menaruh curiga terhadap penganut aliran komunis:

Apa yang mereka maksud bukanlah sebuah masyarakat yang bebas, sebuah syarikat dari masyarakat yang benar-benar bebas, namun sekawanan haiwan-haiwan, yang dipaksa secara tidak baik dan dipersatukan dengan kekuasaan, menjunjung tujuan-tujuan material, dan tidak memperdulikan sisi spiritual dari kehidupan.

Di tahun 1844, ia bertemu dengan Proudhon dan Marx di Paris. Minatnya terhadap pergerakan kemerdekaan nasional, bagaimanapun, terutama mengenai pemberontakan besar-besaran yang akan menyambung ke revolusi di negara-negara terkait, ditolak keras oleh Marx dan Engels. Sebuah jarak yang terbuka di antara mereka terus-menerus melebar. Pada tahun 1848, pidatonya yang menyerukan kemerdekaan Poland membuat ia diusir oleh pemerintah Perancis.

Di tahun berikutnya, Bakunin berangkat ke Dresden, mengutip kata-kata Richard Wagner, ia merupakan seseorang yang, “berkemampuan menjadi pemimpin dan berkepala dingin” dari pemberontakan bulan Mei. Sebagaimana Wagner mengenangnya sewaktu berada di sisi Bakunin di dalam barikade: ”Segala sesuatu mengenai dirinya sungguh kolosal. Ia dipenuhi dengan kekuatan dan hasrat yang primitif.”

Hasrat ini membuat ia tertangkap di wilayah Saxon, di mana ia dikenai hukuman mati. Ekstradisinya ke Austria juga dibuntuti dengan ancaman hukuman mati. Pemerintah Rusia memintanya dipulangkan dan langsung dipenjarakan di benteng Peter-Paul tanpa melewati proses pengadilan. Pemenjaraan dan pembuangannya ke Siberia menjadi penyebab terganggunya kesehatan Bakunin. Namun pada tahun 1861 ia melarikan diri secara dramatis, seluruh Eropah membaca perjalanan sensasinya ke London melalui Jepun dan Amerika.

Sesampainya di England, hal pertama yang dilakukan Bakunin adalah mencari pergolakan seperti yang ia temukan di Eropah. “Kesenyapan,” tulisnya, “yang dijunjung tinggi oleh semua orang adalah bencana terbesar yang dapat terjadi bagi manusia.”

Ketika mendengar jawaban bahwa apa yang ia cari tidak ada, ia merespon: “Lalu apa yang akan kita lakukan? Haruskah aku pergi ke Parsi atau India untuk menimbulkannya? Duduk diam dan tidak melakukan apa-apa akan membuatku gila.”

Selama tiga tahun ia menghabiskan energinya dalam gerakan kemerdekaan Poland. Kegagalan pemberontakan 1863 memaksanya beralih menuju revolusi internasional dan pada tahun 1864 di Itali, ia membentuk sebuah kelompok rahsia internasional yang bernama Fraternity: “Pilot-pilot tidak terlihat di dalam tebalnya ribut popular.”

Pada tahun 1868, Bakunin bergabung dengan International Workingmen Association—Internasionale pertama—sebuah kumpulan federasi yang luas dari organisasi-organisasi radikal Eropah. Asosiasi ini tidak memiliki program bersama yang resmi, kebijakannya ditentukan melalui kongres-kongres dan dari berbagai federasi di dalamnya. Meskipun ada berbagai macam organisasi yang tergabung di dalam Internasionale, Dewan Utamanya didominasi oleh sebuah faksi sosialis otoritarian yang merupakan pengikut Marx.

Menurut Marx, perkembangan ekonomi dan sosial dari segala macam kelas masyarakat digerakan oleh hukum-hukum ilmiah yang cara kerjanya hanya dapat dimengerti oleh mereka yang mempelajarinya secara mendalam dengan menggunakan metode-metodenya. Evolusi sosial berjalan secara gradual dalam periode waktu yang panjang sampai ketika perubahan revolusioner terjadi. Di dalam revolusi-revolusi yang terjadi sebelumnya, satu kelas penguasa diganti oleh kelas penguasa lainnya, yang bertumbuh di dalam kekuatan dari rahim masyarakat lama. Oleh karena itu, di bawah kapitalisme, para pekerja harus membentuk sebuah partai yang diorganisasikan secara sentral dan berdisiplin untuk merebut kekuasaan negara kemudian membangun kediktatoran proletariat. Ide-ide semacam ini membuat Bakunin gusar.

Kritik Bakunin terhadap autoritarianisme Marx membuka debat pada dua masalah vital dari teori dan praktik revolusioner era modern: peranan kaum intelektual radikal, yang ironisnya ia juluki sebagai “orang-orang terpelajar”, juga ungkapan Marx mengenai“sosialisme ilmiah”.

Bagi Bakunin ribut revolusioner diciptakan oleh gerak sejarah yang tidak terhindarkan dan dapat dipicu oleh tujuan-tujuan yang remeh. Grup-grup yang sudah diorganisasikan dapat membantu kelahiran revolusi dengan propaganda dan aksi, namun revolusi hanya dapat terjadi ketika ide-ide ini menggema di dalam masyarakat. Grup-grup semacam ini harus bergabung dengan masyarakat dan harus mencegah terpusatnya kekuasaan ke tangan segelintir elit dengan terus-menerus menekankan asosiasi yang bebas.

Hanya masyarakat, yang terlibat penuh dengan kendali mutlak di tangan mereka yang dapat melahirkan sebuah revolusi yang nyata. Revolusi tidak bisa diciptakan tanpa mereka, juga tidak dapat diorganisir maupun dilangsungkan oleh sebuah kelompok revolusioneryang percaya bahwa hanya merekalah yang terbaik. Revolusi semacam itu, bagi Bakunin, harus dimengerti sebagai kontra-revolusioner. Orang-orang terpelajar yakin bahwa mereka lebih superior dari masyarakat dan ditakdirkan untuk menjadi kelas penguasa di masa depan, sebuah aristokrasi baru.

Menurut Bakunin, Marxisme adalah sebuah ideologi dari sebuah kelas baru yang menginginkan kekuasaan. Mereka berbicara soal penghapusan kapitalis, pembebasan dan akhir dari eksploitasi, namun di dalam kenyataannya orang-orang pintar radikal ini melihat revolusi sebagai kesempatan emas bagi prospek-prospek karier mereka. Ketika mereka berada di tampuk kekuasaan, elit-elit ini akan menggunakan keilmiahan mereka untuk membenarkan dominasinya atas masyarakat. Bagi Bakunin, orang-orang semacam ini adalah “intipati dan ekspresi ilmiah dari jiwa dan kepentingan borjuis.”

Marx berbicara mengenai hukum-hukum ilmiah yang objektif dari evolusi sosial yang digerakan oleh perkembangan ekonomi yang tidak terhindarkan—hukum-hukum yang hanya dapat dimengerti oleh Marx dan pengikutnya—yang hanya membingungkan para pekerja. Dengan berceramah mengenai kesabaran dan menunda pemberontakan, dan dengan menggantikan revolusi dengan bersekutu bersama parti-parti borjuis di parlimen sampai ketika, “krisis akhir yang tidak terhindarkan,” dari kapitalisme mulai terjadi, Marx menjual kelas pekerja ke dalam perhambaan yang kekal. Bagi Bakunin, teori-teori Marx yang diagung-agungkan hanyalah omong-kosong; sebuah agama baru dengan para ketua agama baru yang surga-buminya terletak di masa depan yang belum diketahui—hanyalah ideologi baru di mana penindasan akan terus berlanjut.

Meskipun begitu, pada masa-masa ini idea yang paling populer di Internasionale bukanlah idea-idea Marx namun idea-idea Proudhon, yang federalisme dan mutualismenya menjadi penubuhan dari konsep kolektivisme Bakunin. Berlawanan dengan Marx yang menyerukan pelengseran negara sebagai langkah untuk mengendalikan aparatus-aparatusnya, Proudhon dan Bakunin menggaungkan sebuah masyarakat yang berbasis atas federasi asosiasi-asosiasi pekerja yang bebas.

Kolektivisme dengan segera menjadi kebijakan resmi dari federasi-federasi Sepanyol dan Itali, yang merupakan federasi terbesar di Internasionale, dan mulai popular di antara grup-grup dari Swiss, Belgium, dan Perancis. Marx, yang waspada dengan populariti kolektivisme anti-autoritarian Bakunin, mengancamnya dengan ekskomunikasi. Marx memulakan kempen fitnah dan kebohongan terhadap Bakunin, dan sebuah komiti dibentuk untuk menyelidiki kebenaran tuduhan-tuduhan ini dan berhujung pada hasil voting yang mengeluarkan Bakunin dari Internasionale.

Marx sadar akan pentingnya untuk menyingkirkan Bakunin kalau memang Internasionale ingin diubah dari struktur kumpulan federasi-federasi yang autonomi menjadi sebuah sistem parti politik yang dipimpin olehnya. Pada masa-masa inilah, Marx dengan metode-metode hukumnya, sukses dalam mendorong sebuah resolusi yang akan memberi kesan pada Internasionale. Federasi Swiss membuat sebuah kongres lagi yang membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan yang disangsikan ke Bakunin terbukti tidak benar. Sebuah kongres internasional mendukung Bakunin, dan terang-terangan menolak rencana-rencana resolusi maupun Dewan Utama Marx. Bagi mereka, tugas dari para pekerja adalah untuk menghancurkan kekuasaan politik. Kompromi dengan politik-politik borjuis, termasuk parlimen, ditolak dan organisasi dari institusi baru kekuasaan politik dipandang sama berbahayanya dengan pemerintah. Kongres tersebut merupakan kekalahan teruk bagi Marx. Untuk merespon keadaan ini Marx memindahkan idea Dewan Utamanya tersebut ke New York, namun perlahan-lahan menghilang dalam ketidakbergunaan.

Kelelahan oleh kehidupan yang penuh perjuangan dan muak dengan intrik-intrik serta fitnah yang digencarkan para Marxis, Bakunin meninggal di Berne pada tanggal 1 Julai 1876. Lima puluh tahun pertama kehidupannya, ia dinobatkan sebagai seseorang yang herois di seantero Eropah—malahan, ia dianggap sebagai seorang tokoh yang nyaris menjadi mitos.

Warisan yang diberikan Bakunin sangat besar. Idea-idea yang ia kembangkan dalam sepuluh tahun terakhir hidupnya tersebar ke seluruh Rusia, dan teori-teori mengenai revolusi serta Anarkisme-Kolektivis yang merupakan fondasi dari Anarko-Sindikalisme menjadi inspirasi bagi gerakan masyarakat Perancis dan Revolusi Sepanyol 1936. Namun yang paling penting, kritik tajam Bakunin terhadap sosialisme autoritarian, serta ramalan menakjubkannya akan perkembangan lanjutan dari sistem tersebut masih terbukti sampai sekarang.

Namaku akan terus hidup, dan dari nama ini akan terlampir kemenangan sebenarnya yang menjadi tandingan tanpa ampun dan yang tidak dapat didamaikan lagi, yang bukan karena orang-orangnya, namun karena teori-teori autoritarian mereka serta keinginan mereka yang menjijikan dan menyedihkan akan kediktatoran dunia.

Kroptokin

“…kerja-kerja kita sudah jelas…”

Peter Kropotkin lahir sebagai seorang putera di tahun 1842 dari sebuah keluarga militer yang termasyhur. Sewaktu masih lanak-kanak, ia masuk ke Corps of Pages, akademi paling eksklusif di Rusia, di akademi ini ia menjadi murid yang terkenal dan menjadi pesuruh peribadi Kaisar Tsar Alexander. Masa depan yang cemerlang sudah terbentang di depannya: sebuah kedudukan untuk menjadi pengawal, di mana dengan segera ia dapat menjadi Jeneral, lalu setelah itu setidaknya ia akan menjadi Gabenor dari salah satu wilayah. Namun ketika mencapai usia 20 tahun, ia mengejutkan semua orang dengan memilih bergabung dengan rejimen rendahan Amur Cossacks.

Putera muda ini telah dipenuhi oleh keinginan-keinginan tentang penemuan ilmiah dan pandangan liberalnya yang reformis. Penugasannya di Siberia memberinya kesempatan untuk dapat mengejar keduanya. Kerja pertamanya adalah membuat laporan penjara dan tambang garam, di mana kera-kerja berat, tuberkulosis serta penyakit kulit dicampur aduk dengan cuaca dingin yang berat, yang mengakibatkan kematian dan penderitaan yang mengerikan bagi para tahanan. Pengalaman ini membuka kesadarannya akan pemerintahan yang otokratik.

Aku mulai mengerti perbedaan antara melakukan tindakan karena diperintah dengan melakukan tindakan atas pengertian bersama. Sekarang aku bisa mengatakan kalau segala sesuatu mengenai kedisiplinan yang tadinya kuyakini dan kupuja telah luntur dan hilang di Siberia. Aku mulai menjadi seorang anarkis.

Kenyataan yang pahit tersebut membuat Kropotkin mengundurkan diri serta memutuskan untuk mengeksplorasi Siberia. Ia melakukan perjalanan bertahun-tahun dengan ditemani orang-orang Cossacks dan pemburu, mereka melakukan penjelajahan seluas 50 ribu batu. Penemuan-penemuan geologis dan geografisnya menjadi sebuah kontribusi yang luas bagi penemuan ilmiah dan memberinya sebuah pengakuan internasional. Selama masa-masa ini Kropotkin bertemu dengan penyair juga seorang novelis populis Mikhailov yang tengah menjalani hukuman semenjak tahun 1861 akibat menyebarkan lebaran-lebaran subversif. Sebelum kematiannya akibat terserang tuberkulosis, Mikhailov mengenalkan Kropotkin pada idea-idea Proudhon.

Di tahun 1886, sekelompok tahanan Poland melucuti senjata pengawal dan merencanakan pelarian menyeberangi pegunungan Mongolia untuk kemudian ke Cina, dengan harapan dapat berlayar keliling dunia lalu ke Eropah dan mendapatkan kebebasan. Para tahanan ini diburu oleh pasukan Cossack, mereka akhirnya tertangkap dan beberapa tahanan dieksekusi. Kropotkin berhenti dari ketentaraan sebagai protes terhadap tindakan ini dan kembali ke St. Petersburg untuk menjadi seorang mahasiswa di universitas dan melanjutkan kerja-kerja geografinya. Pada tahun 1871, ia ditawari sebuah keanggotaan yang berprestij dari Russian Geographical Society, namun ia telah mempunyai pilihan lain:

Hak apa yang aku punyai atas segala kenikmatan tinggi ini ketika segala sesuatu di sekitarku merupakan penderitaan dan perjuangan demi sebongkah roti; ketika apapun yang harus aku ambil dapat mengupayakanku hidup di dunia dengan emosi tinggi harus diambil dari mulut orang-orang yang menghasilkan tepung namun tidak punya roti yang cukup untuk anak-anaknya?

Ia berkelana ke Zurich, di mana ribuan orang buangan Rusia berkumpul di sekitar faksi pro dan anti Bakunin, lalu ke Jenewa, dan akhirnya ke pegunungan Jura, sebuah tempat yang memiliki pengaruh Anarkisme yang kuat. Di sini ia berkenalan dengan James Guillaume dan Adhemar Schwitzguebel, orang-orang yang membawa idea-idea Bakunin kepada para pembuat jam di daerah tersebut. Perilaku dari orang-orang desa terpencil yang berdikari ini, di dalam mendiskusikan prinsip-prinsip dan kemungkinan keadilan sosial memantapkan posisi Kropotkin:

Hubungan setara yang aku temukan di pegunungan Jura; kemerdekaan berfikir dan ekspresi yang aku saksikan, yang berkembang di antara para pekerja juga keyakinan mereka yang tidak terbatas berpengaruh sangat kuat pada perasaanku; dan di saat aku meninggalkan pegunungan, setelah seminggu tinggal bersama para pembuat jam tersebut, pandanganku akan sosialisme telah bulat; aku telah menjadi seorang anarkis.

Sekembalinya ke Rusia, Kropotkin melibatkan dirinya dengan aktif bawah tanah dari para pekerja St. Petersburg. Di tahun 1874 ia ditangkap dan dipenjara di benteng Peter-Paul, di mana ia terserang penyakit yang serius. Dua tahun kemudian ia melarikan diri secara dramatis, dan pada tahun 1877 kembali mencapai pegunungan Jura.

Kropotkin langsung diterima di antara lingkaran pergerakan anarkis, dan dia menghabiskan tahun-tahun berikutnya dengan mengembara keliling Eropah Barat sebagai seorang penghasut dan trigger. Swiss merupakan pangkalannya, namun ketika ia secara terbuka mendukung pembunuhan Tsar Alexander II sebagai sebuah “aksi herois”, ia pun diusir. Setelah itu ia pindah ke Perancis, namun disebabkan sebuah gelombang kerusuhan dan pemboman di negara tersebut ia ditangkap dan dipenjara selama tiga tahun. Protes internasional dan kesihatannya yang memburuk menjadi alasan pembebasan dirinya dari hukuman dan di tahun 1886 ia pergi ke england, di situ ia hidup selama 30 tahun.

Menurut Kropotkin, pergerakan harus melampaui diskusi teori dan membangun alternatif-alternatif anarkis yang konkrit terhadap problem-problem sosial. Di akhbar buatannya, Le Revolte, dan di dalam pamplet-pamplet serta bukunya yang tidak terhitung jumlahnya, Kropotkin mengupas pertanyaan-pertanyaan sosial perihal ekonomi dan sejarah dengan gaya jurnalistik yang jelas. Keyakinan teguh dan kejernihannya membuat tulisan-tulisannya menjadi populer, ideanya—yang secara umum di sebut Komunisme-Anarkis—dengan cepat tersebar ke seantero dunia dan menjadi pengaruh yang besar bagi pergerakan anarkis di mana saja.

Kebanyakan anarkis tidak melihat adanya perbedaan yang besar antara Anarkisme Bakunin dan Kropotkin, pemikiran Bakunin lebih condong pada permasalahan bagaimana menghancurkan aturan yang ada, sedangkan pemikiran Kropotkin lebih tertuju pada organisasi seperti apa yang akan menggantikannya.

Tidak seperti konsep revolusi Bakunin—sebuah penghancuran besar-besaran dari aturan lama—konsep Kropotkin justru telah sampai pada lahirnya sebuah tindakan yang konstruktif. Untuk mencegah terbentuknya kembali kekuasaan baru, pekerja harus sadar bahwa revolusi mereka adalah awal dari sebuah masyarakat bebas yang menyeluruh. Segala macam usaha untuk membangun kembali sebuah “pemerintahan revolusioner” harus dicegah, sedangkan tiap langkah menuju kesamarataan dan kebebasan yang lebih besar harus didukung. Reformisme dan keraguan-raguan adalah tindakan yang berakibat fatal; hanya transformasi yang total dan tajam yang dapat mencegah kembali berkuasanya tatanan lama. Bagi Kropotkin, Komune Paris tahun 1871 telah membuka tabir tujuan dari revolusi: komune akan menjadi asosiasi yang sukarela dari semua kelompok individu di dalamnya, kemudian bersatu dengan komune-komune lainnya untuk membangun kerja sama yang bebas antar daerah sampai ke jaringan dunia yang akan menggantikan semua pemerintahan dan negara.

Ketika hari-hari ini telah tiba—dan tugasmulah untuk menyuburkan kedatangannya—ketika seluruh daerah, ketika semua kota besar dengan bagian pinggiran-pinggirannya menggoyahkan penguasa mereka, kerja-kerja kita telah jelas; segala peralatan harus dikembalikan kepada pemilik yang sebenarnya, iaitu semua orang, agar tiap orang mendapatkan pembagian yang penuh atas keperluan, produksi barang yang dibutuhkan dan berguna akan terus dilangsungkan, dan kehidupan sosial, yang jauh dari gangguan, dapat dimulai kembali dengan energi yang hebat.

Di dalam masyarakat Komunis-Anarkis jenis Kropotkin, tidak akan ada lagi gaji bagi pekerja (konsep mutualisme Proudhon dan kolektivisme Bakunin masih menggunakan gaji untuk membayar upah waktu kerja buruh); bagi Kropotkin, tiap jenis gaji (walau itu berupa kredit maupun cek) merupakan bentuk dari kompulsi. Di dalam komuniti tiap hasil dan pelayanan menjadi percuma bagi siapapun yang memerlukannya. Keperluan, bukan pekerjaan, yang akan memutuskan apa yang akan didistribusikan, dan di dalam masyarakat yang bebas keperluan haruslah percuma. Serupa dengan Proudhon, ia menyedari bahwa kekayaan masyarakat dihasilkan secara kolektif—sangatlah tidak mungkin mengukur kontribusi individu—karena itu kekayaan sosial haruslah dinikmati bersama-sama juga.

Ketidaksetaraan dan kepemilikan peribadi atas perusahaan-perusahaan, tanah dan seterusnya harus dihapuskan, setelah ini kapitalisme bukannya diganti dengan kepemilikan negara—seperti halnya cita-cita para pendukung sosialis autoritarian—namun dengan sistem kerja sama yang bersifat sukarela dalam skala internasional, Kropotkin menjelaskan bahwa elemen dari sistem tersebut sudah lebih dulu ada—sistem pos internasional adalah salah satu contohnya—dan tidak ada alasan logik kenapa kerja sama yang sukarela tidak dapat terjadi di dalam skala internasional. Cara-cara ini lebih praktis dan lebih baik dalam mengorganisasikan sebuah masyarakat modern yang kompleks dibandingkan dengan perencanaan negara dan mencabar kapitalis, terutama ketika kita telah melihat segala bentuk penderitaan dan kesia-siaan yang dihasilkan dari sistem-sistem semacam ini. Jika seluruh energi dan kerja disalurkan pada aktivitas-aktivitas yang secara sosial bermanfaat dibanding menyalurkannya pada kegiatan yang tidak produktif seperti militerisme dan birokrasi, maka keperluan semua orang akan dapat dipenuhi.

Di dalam sebuah dunia anarkis yang merdeka, aktiviti produktif juga akan menjadi bentuk yang berbeda dari apa yang kita mengerti sekarang di bawah kapitalisme. Sub-divisi pekerja, keadaan kilang yang berbahaya, tugas-tugas tidak berguna, kebosanan, frustasi, dan kompulsi, semua itu akan digantikan dengan kepuasan setiap individu untuk memilih secara bebas pekerjaan mereka, yang berguna dan beragam. Di dalam masyarakat semacam ini, ketika batasan-batasan artifisial dihapuskan, maka manusia secara alami akan bergerak menuju pemenuhan keperluan untuk semuanya.

Tujuan eksklusif orang-orang di dalam kehidupan bukanlah makan, minum, dan membuat rumah untuk mereka sendiri. Setelah keperluan material mereka dipenuhi, keperluan lainnya, yang secara umum mungkin dapat dijelaskan sebagai sebuah kealamiahan yang artistik, akan mendorong mereka lebih jauh. Keperluan-keperluan ini adalah keberagaman yang luas; yang berbeza-beza bagi tiap individu, dan ketika masyarakat semakin beradab, individual juga akan semakin berkembang, dan beragam hasrat pun akan lahir.

Ada sebuah argumen tajam yang ditujukan untuk orang-orang yang yakin bahwa masyarakat manusia mampu membuat perubahan yang fundamental, dengan alasan bahwa pandangan semacam ini berlawanan dengan sisi alami manusia. Godwin telah mengatakan bahwa pembaikan kondisi masyarakat akan membuat mereka berkembang biak dengan cepat, dan oleh karena itu akan menyapu bersih kemajuan yang tadinya telah dibuat. Pertengahan abad 19 ini menjadi inti dari pemikiran ilmiah dan politik, bahwa hukum-hukum mendasar dari masyarakat itu serupa dengan alam (sebuah pandangan yang sama-sama dimiliki Proudhon dan Godwin), namun kehidupan di alam itu di manapun akan selalu “merah di taring dan cakar”. Darwin dan pengikutnya memandang kehidupan binatang sebagai sebuah “pertunjukan gladiator” yang kekal di mana peranan kekuatan menegaskan survival bertahan hidup dari yang terkuat dan pembasmian mereka yang paling lemah, serta membesar-besarkan idea bahwa masyarakat primitif dilihat sebagai suatu “pertarungan bebas tanpa henti”.

Perjalanan Kropotkin di Siberia dan Manchuria serta pemerhatian ilmiah yang ia dapat di sana membuat ia berfikir berbeza. Menurutnya, pertarungan tanpa henti semacam itu sangatlah fatal bagi spesies manapun karena akan menghalangi mereka untuk mendapatkan kesempatan hidup berkelompok maupun bermasyarakat. Konsep semacam itu tidak sesuai dengan perkembangan dari masyarakat manusia. Dalam pandangannya, daripada pertarungan dan kompetisi, kerja sama dan solidariti sosial merupakan elemen yang vital bagi keberhasilan dan survival dari makhluk hidup.

Di dalam bukunya, Mutual Aid (1902), Kropotkin mengumpulkan bukti-bukti ilmiah yang cukup impresif untuk mendukung idea-ideanya, bahwa terdapat sebuah pertarungan yang terjadi akibat keadaan-keadaan alami— cuaca, makanan dan seterusnya—dan bukan antara haiwan-haiwan dalam satu spesies.

Kehidupan berkelompok memberdayakan haiwan yang terlemah sekalipun untuk mampu melawan, maupun mempertahankan diri mereka dari serangan binatang pemangsa yang paling ganas; kehidupan semacam ini memperpanjang umur; karana keberdayaan spesies untuk menghabiskan masa mudanya dengan sedikit energi; membuat haiwan-haiwan yang berkelompok dapat bermigrasi untuk mencari habitat baru. Dengan mengakui bahwa kekuatan—juga kecepatan, warna-warna protektif, kecerdikan, serta daya bertahan terhadap rasa lapar dan dingin—merupakan keberlimpahan kualitas yang membuat individu maupun spesies dapat bertahan di dalam keadaan-keadaan tertentu, kita dapat menyimpulkan bahwa di bawah keadaan apapun kemampuan bersosial adalah manfaat paling berguna di dalam perjuangan untuk hidup. Spesies-spesies yang menyingkir diri dari keadaan ini berisiko menimbulkan kepunahan; sementara hewan-hewan yang memahami dengan baik bagaimana menggabungkannya memiliki kesempatan terbesar untuk bertahan hidup dan melakukan evolusi yang lebih lanjut, meski mungkin mereka bisa saja lebih inferior dari yang lain dalam soal kemampuan-kemampuan lainnya, namun mereka lebih mampu secara intelektual.

“Kemampuan intelektual” sendiri merupakan bukti dari pentingnya kemampuan bersosial. Bahasa, pengalaman, pengetahuan, budaya; semua ini hanya bisa tumbuh di dalam kehidupan sosial yang saling berbagi, yang juga menciptakan sebuah praktekpengertian bersama mengenai keadilan dari hari ke hari, yang bagi Kropotkin berada di jantung masyarakat. Keadilan, solidaritas, kerja sama dan saling menguntungkan sangat esensial di dalam masyarakat manusia. Tanpa semua itu kehidupan sehari-hari tidak dapat berjalan, dan karena semua itu juga—bukannya pemaksaan, sentralisasi, pemerintahan autoriter—yang akan memastikan perkembangan dan vitalitas dari masyarakat.

Kontribusi tak terkira dari Kropotkin adalah ketika ia membawa teori anarkis ke dalam sebuah pertubuhan yang ilmiah serta memberikan sebuah visi optimis demi harapan untuk masa depan. Kropotkin memandang Anarkisme sebagai ekspresi tertinggi akan sebuah keperluan biologis bagi makhluk hidup untuk membentuk kelompok-kelompok sosial. Studi-studi ilmiahnya menyediakan bukti bahawa gerak umum dari sejarah manusia mengarah terus-menerus menuju kebebasan, tidak peduli apapun yang dilakukan oleh autoritas untuk menghalanginya, dan perkembangan lebih lanjutnya adalah sesuatu yang tidak terelakkan. Dengan disertai sebuah revolusi sosial yang menyeluruh, masyarakat akan terus berkembang dan berubah ke arah yang tidak dapat dibayangkan oleh orang-orang yang hidup di dalam dunia otoritarian seperti sekarang ini. Masyarakat akan secara alami berkembang untuk membentuk sebuah kehidupan yang, “baik untuk semuanya”, di mana produktiviti kolektif akan dimanfaatkan demi penggunaan kolektif—iaitu Anarkisme.

Tahun-tahun terakhir usia Kropotkin tidak membahagiakan. Ia salah pilihan dalam mendukung Perang Dunia Pertama, karena menurutnya Jerman lebih autoriter daripada lawan-lawannya, sebuah posisi yang memisahkan dirinya dari kebanyakan anarkis. Pada tahun 1917 ia kembali ke Rusia, di mana ia disambut sebagai seorang revolusioner tersohor. Namun Kropotkin dengan cepat berseteru dengan Lenin dan juga kaum Bolshevik. Meskipun sudah tua, lemah dan terasing, ia tidak pernah berhenti menyerukan sebuah revolusi anarkis:

Sebuah revolusi sosial tidak dapat dicapai lewat sebuah pemerintahan yang tersentral… dengan mempercayai kegeniusan para diktator parti maka penghancurkan semua kelompok yang independen, syarikat-syarikat dagang dan organisasi distribusi kooperatif lokal adalah hal yang lumrah— mengubah mereka menjadi organ-organ birokratik kepartian… ini bukanlah cara dalam mencapai revolusi.

Kropotkin meninggal pada tanggal 8 Februari, 1921. Ketika kerandanya diusung melewati jalan-jalan Moskow, sepanjang lima batu proses orang-orang yang berkabung terbentuk. Dengan tinta berwarna merah pada spanduk hitam kaum anarkis tertulis kalimat: “Selama ada penguasa takkan pernah ada kebebasan.”