Kemuakan dan rasa kasihan melihat para anarkis moralis yang berlomba-lomba meluruskan paradigma anarkisme yang seolah-olah dipenuhi kebaikan dan kesucian ditambah pemaksaan keseragaman taktik akhirnya menggiring saya menuliskan teks singkat ini. Alih-alih memaparkan tujuan anarkisme yang utopis dengan segala hal yang penuh teladan di dalamnya, saya memberikan perspektif yang berlawanan dari kaidah-kaidah moral dan kesucian dari segala hal yang bersifat benar.

Sebagai penafian, apapun narasi yang saya ciptakan dalam tulisan ini tidak memiliki nilai relevansi apapun dalam penerapannya di era modern saat ini, mungkin cukup dikategorikan sebagai agitasi seenaknya dan pengungkapan sejarah.

Mari berdansa sejenak dalam alur ilegalisme dan pemberontakan anarkisme individualis yang penuh dengan darah dan gairah!!

Bahwa benar apa yang diinginkan masyarakat anarki dalam praksisnya adalah sebuah tatanan yang seimbang, dalam spektrum egalitarian sosial yang dinikmati bersama dalam harmonisasi masyarakat tanpa kelas dan terbebas dari aturan yang menindas.

***

Utopia Harus Dihidupkan

Perjalanannya bukan tanpa agresi dan kekerasan. Kekerasan ada dan tetap akan hadir dalam sebuah tujuan revolusioner.

Kegelisahanku berada pada tahap di mana apa yang kita pikirkan tidak selamanya benar sesuai realita. Anarkisme dalam tendensi penuh pemberontakan dan pembangkangan yang jahat bukanlah masyarakat pra-industri yang hidup berdasar atas keinginan internal secara mutlak. Ide-ide awal anarkisme lahir seiring dengan eksistensi negara saat itu di mana rezim otoritarian yang dominan mendorong para pemikir sampai pada ide perlawanannya. Ide anarkisme tidak akan muncul ketika kondisi dalam keadaan tidak timpang.

Mengupayakan anarkisme dalam masyarakat hari ini yg terpapar dalam legitimasi agama dan moral bukan sebuah hal yang mudah juga bukan pula sebuah bentuk keharusan bahwa anarkisme harus diupayakan sesegera mungkin—maka dari itu bersifat utopia. Anarkisme pada akhirnya bukan merupakan tujuan, melainkan sebuah cara hidup individu per individu; hidup hari ini. Penggiringan opini dan perspektif masyarakat tentang apa yang baik dari anarkisme menjadikan ia bersifat banal. Sejatinya anarki adalah jalan yang penuh cinta dan darah dalam waktu yang bersamaan.

Masyarakat, seperti apa yang bisa saya simpulkan dapat diringkas sebagai berikut: kelas-kelas yang berkuasa melalui perantara negara memastikan bahwa hanya pandangan mereka sendiri tentang budaya, moralitas, dan kondisi ekonomi yang diizinkan untuk menembus massa. Mereka menetapkan pandangan mereka sendiri dalam bentuk dogma-dogma sipil yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun.

Mengutip argumen mendasar Max Stirner tentang pengurangan yang efektif dari semua kategori politik konseptual dari ide egoisnya, saya rasa cukup untuk membuktikan bahwa keinginan seseorang harus berada pada puncak individualitas individu itu sendiri; bukan berasal dari eksternal dirinya. Dan memaksakan pelurusan makna tentang perilaku anarkis yang penuh etika dan kebaikan adalah sebuah kekonyolan menurut saya. Sebagai seorang yang dipengaruhi term “individualis”, mungkin pernyataan-pernyataan saya akan melahirkan perspektif dengan konotasi sentimen bagi kebanyakan orang.

Masyarakat adalah musuh dari anarkis ketika masyarakat berada berseberangan atas ide anarkisme; ini substansi anarkisme mutlak menurut saya. Mengapa?

Masyarakat adalah apa yang dikatakan Stirner sebagai sebuah bentuk kumpulan antar individu. Ketika masyarakat terserap dalam legitimasi agama maka secara langsung hakikat individualitas terabaikan, contohnya lahirnya budaya dan kontrol sosial. Aturan-aturan komunal diberlakukan sebagai penunjang keberlangsungan komunitas.

Sederhananya, mengapa kita menyibukkan diri meluruskan anarkisme untuk orang-orang yang secara terang-terangan menolak?!

“Anarkisme adalah kekerasan!” Ya.., pada kesempatan berikutnya bisa juga tidak. Kekerasan, tindakan ilegal, itu adalah sifat alamiah manusia dan anarkis salah satu di dalamnya sebagai sebuah transformasi pemberontakan. Kekerasan dan kejahatan di sini harusnya tidak bebas nilai.

Apabila menurut Erico Malatesta bahwa kekerasan hanya dibenarkan ketika perlu untuk membela diri sendiri dan orang lain terhadap penindasan. Budak selalu dalam keadaan membela diri yang sah dan oleh karena itu kekerasannya terhadap majikan dan penindasan selalu bisa dibenarkan. Logika serupa tidak akan sama dalam perspektif semua orang—masyarakat.

Masyarakat hari ini memiliki kesadaran yang minim perihal perannya sebagai budak dalam integral negara. Tanpa menyadari dan tak mau ambil pusing. Skeptis dan apatis.

Peran kekerasan sangat intens dalam sejarah anarkisme. Seorang anarkis akan menjadi pembohong apabila yang keluar dari mulutnya hanya tentang jalan kebenaran yang penuh etika dan cinta dalam sejarah di mana anarkisme berawal. Ketika kita menegaskan diri sebagai seorang anarkis, kita menentang dominasi. Kita berjuang melawan dan menolak seluruh tatanan sosial dan semua hukum yang membantunya. Menjadi seorang anarkis akan menyeret kita menjadi seorang ilegalis; karena apa yang ditawarkan negara adalah kontradiksi dari apa yang kita ingini.

Mungkin kita bisa melewatkan sejarah-sejarah anarkisme yang paling berdarah seperti Revolusi Spanyol atau Komune Paris yang hanya bertahan tidak lebih dari seminggu. Atau pembentukan wilayah otonom di Chiapas dan Rojava yang masih berlangsung sampai saat ini. Semua berada pada titik di mana kekerasan untuk sebuah tatanan anarkisme menemui praktisnya.

Kekerasan keji yang membanggakan dalam praksis anarkisme tidak hanya berupa pemberontakan sosial yang melibatkan konsentrasi massa dengan jumlah yang besar. Reklamasi individu sebagai sebuah bentuk ilegalisme dengan jalan kekerasan dan pencurian adalah bisa diterima dalam individualisme anarkis.

Aksi-aksi kekerasan dalam anarkisme tidak bisa dihilangkan secara kontekstual. Contoh yang paling populer adalah percobaan pembunuhan seorang manajer perusahaan yang dilakukan Alexander Berkman secara personal dengan cara menyusup dalam kantornya dan melakukan penembakan jarak dekat.

Hampir satu dekade sbelum aksi Berkman, sudah lebih dulu terjadi tragedi berdarah Haymarket di Cichago yang melibatkan kaum buruh mengakibatkan 4 orang diantaranya dihukum gantung. Berdasarkan bukti-bukti tidak jelas, hakim dalam pengadilan para anarkis itu secara terbuka menyatakan: Kalian tidak dihukum sebagai pelempar bom dalam kasus Haymarket, tapi karena kalian adalah anarkis.

Di Eropa pada bulan Maret di tahun yang sama dengan aksi Berkman, pemboman rumah hakim ketua persidangan para anarkis di Clichy-Paris menambah daftar kekerasan dalam reputasi anarkisme dengan tindakan percobaan pembunuhan yang dilakukan Ravachol; yang mengakibatkan dia dihukum gantung pada tahun yang sama. Disusul August Vailant dengan tindakan yang hampir mirip yakni dengan melemparkan bom paku kedalam kamar deputi Paris (meskipun gagal membunhnya), setahun setelah kejadian Ravachol. Vailant mengalami nasib yang sama dengan Ravachol setelah dirinya menyerahkan diri dan dihukum sampai mati dalam penjara. Tidak sampai di situ, respon dari kematian rekan individualis anarkis disambut dengan aksi pelemparan bom ke dalam Cafe Terminus di St. Fare yang dilakukan Emile Henry mengakibatkan 11 orang tewas dan satu di antaranya adalah seorang perempuan yang sedang hamil.

Anarkis akhirnya menjadi utopia karena visi anarkis luhur-transendental; yang akhirnya mengabaikan pemberontakan individu yang bisa dilakukan dalam kekuatan yang mustahil. Individualis berada pada puncak pembangkangan anarkisme dengan aksi-aksi penyerangan individual.

Tidak hanya di Eropa, pada 1890-an, aksi kekerasan anarkis dengan taktik penyerangan personal terjadi di Asia oleh seorang perempuan Jepang yang dipengaruhi kuat oleh ide-ide anarkis nihilis; Fumiko Kaneko, yang dihukum penjara karena perencanaan untuk membunuh anggota keluarga kekaisaran Jepang. Untuk misi seperti itu, mereka telah melepaskan fragmen-fragmen superior dalam diri mereka, meskipun akhirnya penting untuk menempatkan mereka dalam sejarah keberanian anarkisme untuk diketahui saat ini.

Ilegalisme adalah bentuk pemberontakan individu dan revolusi harian dalam pembebasan diri dari doktrin sosial yang melegitimasi kita untuk tunduk pada moralitas dan etika. Ilegalisme menyerang lebih jauh bahkan untuk anarki itu sendiri.

Anarkisme adalah selalu tentang ilegalisme; menggiringnya pada perspektif kesahihan dari sifat yang baik dalam moral adalah sebuah dikotomi palsu; sebuah kontradiksi berlebihan yang hanya dipakai oleh para moralis penipu.

“Pada dasarnya, ilegalisme yang dianggap sebagai tindakan pemberontakan, lebih merupakan masalah temperamen daripada doktrin.”—Marius Jacob.

Ini jelas membenarkan kejahatan dalam ilegalisme adalah alamiah personalitas, meskipun beberapa ilegalis anarkis melakukannya demi tujuan propaganda.

Saya bukan pengemis. Saya hanya mengambil apa yang dapat saya ambil dengan kekuatan saya.”—Renzo Novatore.

Definisi ini juga menggiring kita pada sebuah pragmatis hak untuk mencuri. Karena bukankah segala hal ketika dimonopoli secara sentral akan menjadikannya sebuah perampokan—seperti apa yang dimaksudkan Proudhon dalam Property is A Theft.

Kisah para bandit Bonnot Gang mungkin bisa menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan dalam tindakan ilegal sebagai seorang anarkis individualis dan sebuah bukti bahwa substansi properti bagi seorang kaya adalah apa yang anda miliki dan mampu anda pertahankan. Ketika saya bisa merampasnya, itu sudah bukan lagi hak anda.

Perampokan Rue Ordener dan belasan kali pencurian mobil adalah upaya bagaimana para ilegalis bertahan secara ekonomi sekaligus pemberontakan penyerangan terhadap borjuasi dan keinginan untuk hidup dalam peperangan melawan instrumen negara dengan memilih sasaran secara objektif yang tentu saja dengan pengecualian para masyarakat sipil yang penting dalam peran humanisme seperti dokter.

Dasar-dasar tindakan ilegalisme seperti yang dilakukan para bandit tidak harus mendapat dukungan dari rekan anarkisnya pada masa itu. Bahkan mengalami penolakan keras dari para anarkis Eropa saat itu dengan mengkonotasikan mereka sebagai para anarkis yang ceroboh dan memilih menjauhi para bandit. Mereka membuktikan bahwa apa yang dilakukan tanpa perlu melahirkan pemaksaan dukungan dan solidaritas. Mereka telah keluar dari apa yang selalu dikultuskan kaum anarkis.

Insiden Tottenham Outrage adalah sebuah sejarah ilegalisme yang penuh intrik dan keberanian yang paling populer dalam sejarah kekerasan anarkisme selain legenda Duval, Piny, dan Emile Armand—di mana insiden tragis yang terjadi di pinggiran kota London yang melibatkan 2 ilegalis Rusia yang menyerang seorang akuntan pabrik untuk merampoknya dan setelah itu dilewati dengan adegan baku tembak selama hampir 2 jam melawan polisi dan melukai 22 orang dan membunuh 3 di antaranya. Para ilegalis ini membawa pemberontakan pada tahap intens yang dipenuhi keberanian dan tekad yang kuat untuk melawan dominasi.

Konsepsi anarkis menempatkan individu pada dasar dari semua konsekuensi praktis ini; maka tidak perlu mengindahkan moralitas kolektif dan pola umum kehidupan. Anarkis mengatur hidupnya tidak sesuai dengan hukum—seperti legalis, seperti perspektif massa atau menurut metafisika kolektif atau mistik, seperti agama, nasionalis atau sosialis, tetapi sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi pribadinya sendiri.

Biarkan ini diketahui. Biarkan ini akhirnya dipahami; bahwa dalam masyarakat saat ini kita adalah pelopor pasukan barbar. Bahwa kita tidak menghormati apa yang merupakan kebajikan, moralitas, kejujuran. Bahwa kita berada di luar hukum dan aturan.