h-b-hakim-bey-peter-lamborn-wilson-immediatisme-id-1.png

    PENGANTAR PENERJEMAH

    ANARKI ONTOLOGIS

    IMMEDIATISME

      i

      ii

      iii

      iv

      v

      vi

      vii

      viii

      ix

      x

      xi

      xii

      xiii

      xiv

      xv

      xvi

    TONG

    IMMEDIATISME VS. KAPITALISME

    INVOLUSI

    IMAJINASI

    LASCAUX

    VERNISSAGE

    RAW VISION

    POTLATCH IMMEDIATIS

      i

      ii

      iii

      iv

      v

      vi

      vii

      viii

      ix

    KESUNYIAN

    KRITIK PENDENGAR

PENGANTAR PENERJEMAH

bulan telah menutup mata
dan matahari mulai membuka matanya,
tetapi kenapa mataku masih terbuka?


apakah mataku mata bulan?
yang tertutup ketika mata matahari terbuka
atau mungkin ... mataku mata matahari?
terbuka, ketika bulan menutup mata


mataku sudah terlalu mengantuk
seharian menyaksikan spektakel
dari ‘masyarakat tontonan’
yang menampilkan teater kehidupan
yang begitu membosankan!


aku bingung kenapa orang-orang
bisa tertidur di bioskop,
sementara mataku terus terjaga
di hadapan kebodohan spektakel dunia


sepertinya, mataku mata lilin:
ia akan terus terbuka
sepanjang api jiwa ini
masih menyala.


mataku mata lilin,
yang akan menutup, nanti
ketika api telah mencapai
tetes terakir dari lelehan tubuhnya.


mataku mata liliin,
yang kan terpejam
ketika padam
tak tersisa.


Dunia tontonan, Juni 2021[1]


Kita hidup di era kemajuan peradaban, kemajuan keterasingan, dan kematian intimasi hubungan immediasi (langsung dan tatap muka). Bahkan, seni pun sudah dimediasi. Seni yang awalnya aktivitas bermain (bukan kerja) yang mana bermain adalah aktivitas paling langsung dan membutuhkan pertemuan fisik, kini dengan media seni sudah kenilangan sifat dadaistiknya (yang insureksioner). Seni paling avant-garde pun sudah menjadi komoditas untuk diproduksi dan dikonsumsi. Aktivitas kapitalistik. Pembangkangan yang trendi, jangan lupa instastory. Mungkin satu-satunya seni yang tersisa untuk kita yang belum terkontaminasi adalah seni luar (outsider art). Biarkan kita menjadi orang asing, bahkan di dalam circle sesama seniman, tapi kita tetap menjadi autentik dan tidak hanyut dalam arus kapitalistik. Tak mengapa, meski hanya dengan kematianlah nanti kita akan dikenal. Begitulah kebanyakannya outsider art.

Belum lagi adanya media sosial (Medsos). Spektakel semakin meluas dan menjangkit kita di mana-mana. Kita kehilangan tempat bersembunyi. Tontonan bukan lagi apa yang ada di layar TV, ia sudah menetap dan tinggal selalu di saku celana kita setiap hari. Dengan medsos, sudah tak ada lagi aspek kerahasiaan. Semuanya terbuka. Semuanya diumbar. Padahal, aktivitas insureksioner itu terjadi di bawah tanah, rahasia, sembunyi-sembunyi. Bahkan, masyarakat rahasia sekalipun masih menghargai privasi di antara sesama anggotanya. Begitu berharganyalah nilai privasi. Lantas bagaimana dengan kita yang telanjang buat di depan media? Semua orang tahu titik terkecil tahi lalat di bawah pusar sebelah kiri kita. Resiko dari menjadi terlihat, adalah tak nyata dan impoten. Kita semuanya, masyarakat modern, masyarakat beradab, masyrakat paling tidak rahasia, adalah para impoten yang memaksa bercinta di atas ranjang api, menunggu saatnya menjadi abu.

Tak ada yang dapat menyelamatkan kita kecuali kematian. Jangan mati sebelum meledak!

ANARKI ONTOLOGIS

Karena sama sekali tidak ada yang dapat diprediksi dengan kepastian nyata mengenai “sifat (nature) sejati dari thing”, semua proyek (seperti yang dikatakan Nietzsche) hanya dapat “didasarkan pada nothing .” Sekalipun demikian, pasti ada proyek—sekiranya karena kita sendiri menolak dikategorikan sebagai “nothing.” Dari nothing, kita akan membuat sesuatu (something): Pembangkangan, pemberontakan melawan segala sesuatu (everything) yang menyatakan: “Nature dari Things adalah begini-&-begitu.” Kita tidak setuju, kita tidak natural, kita kurang dari nothing di mata Hukum—Hukum Ilahi (Divine Law), Hukum Alam (Natural Law), atau Hukum Sosial (Social Law)—pilihlah. Dari nothing, kita akan membayangkan nilai-nilai kita; dan dengan tindakan invensi[2] ini, kita akan hidup.

Saat kita menengahi nothing, kita memperhatikan bahwa: meskipun hal ini tidak dapat didefinisikan, namun secara paradoksikal kita dapat mengatakan sesuatu tentangnya (bahkan walau hanya secara metaforis):—hal itu muncul menjadi “kekacauan (chaos).” Baik sebagai mitos kuno maupun sebagai “sains baru”, kekacauan terletak di jantung proyek kita. Ular besar (Tiamat, Python, Leviathan), Kekacauan primal Hesiod[3], memimpin mimpi panjang Paleolitik—di hadapan semua raja, pendeta, dan agen dari Ketertiban, Sejarah, Hirarki, dan Hukum. “Nothing” mulai muncul di wajah—Tuan Hun-Tun (yang halus dan tanpa ciri), kekacauan-sebagai-kemenjadian, kekacauan-sebagai-ekses, pencurahan yang murah hati dari nothing menjadi something.

Akibatnya, kekacauan adalah kehidupan. Semua kekusutan, semua kerusuhan dari warna, semua urgensi protoplasmik, semua gerakan—adalah kekacauan. Dari sudut pandang ini, Ketertiban muncul sebagai kematian, penghentian, kristalisasi, dan kesunyian asing.

Kaum anarkis telah mengklaim selama bertahun-tahun bahwa, “anarki bukanlah kekacauan.” Bahkan anarkisme tampaknya menginginkan hukum alam, moralitas batin dan bawaan dalam urusan, entelechy[4] atau tujuan dari keberadaan. (Dalam hal ini, mereka, tidak lebih baik daripada moralitas Kristen, begitulah yang diyakini Nietzsche—radikal hanya di kedalaman ressentiment[5] mereka.) Anarkisme mengatakan bahwa, “negara harus dihapuskan” hanya untuk melembagakan bentuk tatanan baru yang lebih radikal sebagai gantinya. Namun, Anarki Ontologis menjawab: bahwa tidak ada “negara” yang dapat “eksis” di dalam kekacauan; bahwa semua klaim ontologis adalah palsu, kecuali klaim kekacauan (yang bagaimanapun tidak dideterminasikan); dan oleh karena itu, pemerintahan dalam bentuk apapun adalah tidak mungkin. “Kekacauan takkan mati.” Segala bentuk “keteraturan” yang tidak pernah kita bayangkan dan tidak pernah kita produksi secara langsung dan spontan dalam “kebebasan eksistensial” belaka untuk tujuan perayaan kita sendiri—adalah sebuah ilusi.

Tentu saja, ilusi bisa membunuh. Citra hukuman menghantui tidurnya Ketertiban. Anarki Ontologis mengusulkan agar kita bangun, dan menciptakan hari kita sendiri—bahkan di bawah bayang-bayang Negara, raksasa pemarah yang tidur, dan yang mimpinya tentang Ketertiban bermetastatis sebagai kejang kekerasan yang spektakuler.

Satu-satunya kekuatan yang cukup signifikan untuk memfasilitasi tindakan kreasi (penciptaan) kita tampaknya adalah hasrat (desire), atau sebagaimana yang disebut oleh Charles Fourier sebagai, “Gairah (Passion).” Sama seperti Kekacauan dan Eros (bersama dengan Bumi dan Malam Tua) adalah dewa pertama Hesiod, demikian juga tidak ada usaha manusia yang terjadi di luar lingkaran daya tarik kosmogenik mereka.

Logika Gairah mengarah pada kesimpulan bahwa: semua “keadaan” adalah tidak mungkin, semua “perintah” adalah ilusi, kecuali keinginan. Tidak ada keberadaan, hanya ada kemenjadian—oleh karena itu, satu-satunya pemerintahan yang layak adalah cinta, atau “atraksi (daya tarik).” Peradaban hanya bersembunyi dari dirinya sendiri—di balik lapisan tipis rasionalitas statis—kebenaran; bahwa hanya hasrat yang menciptakan nilai, dan nilai-nilai Peradaban didasarkan pada penolakan hasrat.

Kapitalisme, yang mengklaim untuk memproduksi Ketertiban melalui reproduksi hasrat; pada kenyataannya, berasal dari produksi scarsity (kelangkaan), dan hanya mereproduksi dirinya dalam ketidakterpenuhan, negasi, dan alienasi (keterasingan). Saat Spektakel hancur (seperti program VR[6] yang tidak berfungsi), ia mengungkapkan tulang Komoditas yang tidak berdaging. Seperti para pengelana kesurupan dalam dongeng-dongeng Irlandia yang mengunjungi Dunia Lain dan tampaknya menikmati santapan supranatural, kita terbangun di fajar yang suram dengan abu di mulut kita.

Individu vs. Kelompok—Diri (Self) vs. yang Lain (Other)—dikotomi palsu yang disebarkan melalui Media Kontrol, dan terutama melalui bahasa. Hermes—Malaikat—medianya adalah Utusan Tuhan. Semua bentuk komunikasi pasti bersifat angelic (seperti malaikat)—bahasa itu sendiri pun bersifat angelic—semacam kekacauan ilahi. Malah, ia terinfeksi virus yang mereplikasi-diri, kristal separasi tanpa batas, tata bahasa yang mencegah kita membunuh Nobodaddy[7] sekali dan untuk selamanya.

Self dan Other saling mengisi dan melengkapi. Tidak ada Kategori Absolut, tidak ada Ego, tidak ada Masyarakat—melainkan hanya ada jaringan hubungan yang rumit dan kacau—dan “Penarik Aneh (Strange Attractor)”, daya tarik itu sendiri, yang membangkitkan resonansi dan pola dalam aliran kemenjadian.

Nilai-nilai muncul dari turbulensi ini, nilai-nilai yang didasarkan pada kelimpahan daripada kelangkaan, hadiah daripada komoditas, pun pada peningkatan individu dan kelompok yang bersifat sinergistik dan saling bertimbal-balik; nilai-nilai yang dalam segala hal bertentangan dengan moralitas dan etika Peradaban, karena berkaitan dengan kehidupan bukan kematian.

“Kebebasan adalah keterampilan psiko-kinetik”—bukan kata benda abstrak. Sebuah proses, bukan “statis”—sebuah gerakan, bukan bentuk pemerintahan. Tanah Kematian (The Land of the Dead) tahu bahwa Ketertiban sempurna dari yang organik dan bernyawa menyusut dalam ketakutan — yang menjelaskan mengapa Peradaban Selip (Civilization of Slippage) lebih dari setengah jatuh cinta dengan kematian yang mudah. Dari Babel dan Mesir hingga abad ke-20, arsitektur Kekuasaan tidak pernah dapat dibedakan dengan jelas dari gundukan nekropolis.

Nomadisme, dan Pemberontakan, memberi kita kemungkinan model untuk “kehidupan sehari-hari” dari Anarki Ontologis. Kesempurnaan kristal Peradaban dan Revolusi tidak lagi menarik minat kita ketika kita merasakan keduanya sebagai bentuk Perang, variasi dari Tipuan Babilonia tua sudah lelah itu: mitos Kelangkaan. Seperti orang Badui, kita memilih arsitektur kulit—dan bumi yang penuh dengan tempat-tempat menghilang. Seperti Komune, kita memilih ruang cair dari selebrasi dan risiko daripada limbah es dari Prisma (atau Penjara) Kerja, ekonomi dari Waktu yang Hilang, dan ritus nostalgia untuk masa depan sintetik.

Sebuah puisi utopis membantu kita untuk mengetahui hasrat kita. Cermin Utopia memberi kita semacam teori kritis yang tidak dapat diharapkan berkembang oleh politik praktis ataupun filsafat sistematis belaka. Tetapi, kita tidak punya waktu untuk teori yang hanya membatasi dirinya pada kontemplasi utopia sebagai “tempat tanpa-tempat” sambil meratapi “ketidakmungkinan hasrat.” Penetrasi kehidupan sehari-hari oleh yang menakjubkan—kreasi “situasi”—milik “prinsip tubuh material”, dan imajinasi, dan jalinan hidup masa kini.

Individu yang menyadari kesegeraan (immediacy) ini dapat memperluas lingkaran kesenangan sampai batas tertentu, hanya dengan bangun dari hipnosis “Spooks” (sebagaimana Stirner menyebut semua abstraksi); dan lebih banyak lagi yang bisa dicapai dengan “kejahatan”; dan terlebih lagi dengan menggandakan Diri dalam seksualitas. Dari “Union of Self-Owning Ones (Persatuan Kepemilikan-Diri Individu)” Stirner, kita melanjutkan ke lingkaran “Free Spirits (Jiwa Bebas)” Nietzsche dan kemudian ke “Passional Series (Seri Penuh Gairah)” Fourier, menggandakan dan menggandakan-lagi diri kita sendiri bahkan ketika yang Lain menggandakan dirinya dalam eros grup.

Aktivitas kelompok semacam itu akan menggantikan Seni seperti bajingan PoMo malang yang kita ketahui. Kreativitas serampangan, atau “permainan”, dan pertukaran hadiah, akan menyebabkan musnahnya Seni sebagai reproduksi komoditas. “Epistemologi Dada” akan melebur menghapus semua pemisahan, dan melahirkan kembali paleolitisme psikis di mana kehidupan dan keindahan tidak bisa lagi dibedakan. Seni dalam pengertian ini selalu disamarkan dan direpresi sepanjang seluruh Sejarah Tinggi (High History), tetapi tidak pernah sepenuhnya lenyap dari kehidupan kita. Salah satu contoh favorit:—quilting bee—pola spontan yang dilakukan oleh kolektif kreatif non-hierarkis untuk menghasilkan objek yang unik dan berguna serta indah, biasanya sebagai hadiah untuk seseorang yang terhubung dengan lingkaran.

Tugas organisasi Immediatis dapat diringkas sebagai pelebaran lingkaran. Semakin besar porsi hidup saya yang dapat direnggut dari siklus Kerja/Konsumsi/Mati, dan (kembali) dikembalikan ke ekonomi “bee”, semakin besar kesempatan saya untuk kesenangan. Seseorang menghadapi risiko tertentu dengan cara menggagalkan energi vampirik dari institusi. Tetapi, risiko itu sendiri merupakan bagian dari pengalaman langsung kesenangan, sebuah fakta yang dicatat dalam semua momen insureksioner—semua momen perbaikan—dari kenikmatan petualangan yang intens:—aspek festal dari Pemberontakan, sifat insureksioner dari Festival.

Tetapi, antara kebangkitan individu yang kesepian dan anamnesis sinergis dari kolektivitas insureksioner, terbentang seluruh spektrum bentuk sosial dengan beberapa kemungkinan potensial untuk “proyek” kita. Beberapa bertahan tidak lebih dari pertemuan kebetulan antara dua roh sejenis yang mungkin saling memperbesar dengan pertemuan singkat dan misterius mereka; yang lain seperti liburan, dan yang lainnya seperti utopia bajak laut. Sepertinya tidak ada yang bertahan lama—namun, terus apa? Agama dan Negara membanggakan permanensinya—yang, kita tahu, hanyalah tarian jive[8] …; yang berarti kematian.

Kita tidak membutuhkan institusi “Revolusioner”. “Setelah Revolusi,” kita masih akan terus hanyut, untuk menghindari sklerosis[9] instan dari politik balas dendam, dan malah mencari sesuatu yang eksesif, yang aneh—yang bagi kita telah menjadi satu-satunya norma yang mungkin. Jika kita bergabung atau mendukung gerakan “revolusioner” tertentu sekarang, kita pasti akan menjadi orang pertama yang “mengkhianati” mereka jika mereka “berkuasa”. Bagaimanapun, kekuasaan adalah untuk kita—bukan pesta vanguard.

Di buku berjudul The Temporary Autonomous Zone (Autonomedia, NY, 1991) ada diskusi tentang “kehendak untuk berkuasa sebagai penghilangan”, menekankan [pembahasannya] pada sifat mengelak dan ambiguitas momen “kebebasan”. Dalam rangkaian teks saat ini (awalnya disajikan sebagai Radio Sermonettes di sebuah stasiun FM di New York, dan diterbitkan dengan judul tersebut oleh Klub Buku Libertarian anarkis), fokus bergeser ke gagasan tentang praksis re-appearance (kemunculan-kembali); dan dengan demikian, bergeser ke masalah organisasi. Upaya teori estetika kelompok—bukan sosiologi atau politique—telah diekspresikan di sini sebagai permainan untuk jiwa bebas, bukan sebagai cetak biru untuk sebuah institusi. Kelompok sebagai medium, atau sebagai mekanisme keterasingan (alienasi), telah digantikan oleh kelompok Immediatis, yang mengabdikan diri untuk mengatasi pemisahan (separasi). Buku ini bisa disebut sebagai pikiran-eksperimen tentang festal solidarity—hal ini tidak memiliki ambisi yang lebih tinggi. Di atas segalanya, hal itu tidak berpura-pura tahu “apa yang harus dilakukan”—sebuah delusi dari calon komisaris dan ahli. Ia tidak menginginkan murid/pengikut—ia lebih suka dibakar—immolasi (pengorbanan) bukan emulasi (ambisi imitasi/peniruan)! Bahkan hampir tidak tertarik pada “dialog” sama sekali, dan lebih suka menarik rekan ko-konspirator daripada pembaca. Ia suka berbicara, tetapi hanya karena berbicara adalah semacam selebrasi bukan semacam pekerjaan.

Dan hanya kemabukan yang berdiri di antara buku ini—dan kesunyian.
— Hakim Bey

(Ekuinoks Musim Semi 1993)

IMMEDIATISME

i

Semua pengalaman dimediasi—melalui mekanisme persepsi indera, mentasi[10], bahasa, dll.—& tentu saja semua seni terdiri dari beberapa mediasi lebih lanjut dari pengalaman.

ii

Bagaimanapun, mediasi berlangsung secara bertahap. Beberapa pengalaman (bau, rasa, kenikmatan seksual, dll.) kurang dimediasi daripada yang lain (membaca buku, melihat melalui teleskop, mendengarkan rekaman). Beberapa media, terutama seni “live” seperti tari, teater, pertunjukan musik atau bardik[11], kurang dimediasi daripada yang lain seperti TV, CD, Virtual Reality[12]. Bahkan di antara media yang biasa disebut “media”, ada yang lebih dan ada yang kurang termediasi, sesuai dengan intensitas partisipasi imajinatif yang mereka tuntut. Media cetak & radio menuntut lebih banyak imajinasi; lebih sedikit dari itu, film; lebih sedikit lagi, TV; dan yang paling sedikit, VR—sejauh ini.

iii

Bagi seni, intervensi Kapital selalu menandakan tingkat mediasi lebih lanjut. Mengatakan bahwa: seni itu dikomodifikasi, berarti mengatakan bahwa suatu mediasi—atau di antara mediasi—telah terjadi; & bahwa keterpisahan ini sama dengan perpecahan; & bahwa perpecahan ini merupakan “keterasingan.” Musik improvisasi yang dimainkan oleh teman-teman di rumah kurang “teralienasi” dibandingkan musik yang dimainkan secara “langsung” di Met[13], atau musik yang diputar melalui media (baik PBS[14] atau MTV[15] atau Walkman). Faktanya, sebuah argumen dapat dibuat bahwa musik yang didistribusikan secara gratis atau berbayar pada kaset melalui pos KURANG terasing daripada musik live yang dimainkan di beberapa spektakel besar seperti We Are The World atau Las Vegas niteclub, meskipun yang terakhir adalah musik live yang dimainkan dihadapan penonton langsung (atau setidaknya begitulah tampaknya), sedangkan yang pertama adalah rekaman musik yang dikonsumsi oleh pendengar jauh & bahkan anonim.

iv

Kecenderungan Hi Tech, & kecenderungan Kapitalisme Akhir, keduanya mendorong seni lebih jauh & lebih jauh lagi ke dalam bentuk mediasi yang ekstrem. Keduanya memperlebar jurang pemisah antara produksi & konsumsi seni, dengan peningkatan yang sesuai dalam “keterasingan”.

v

Dengan hilangnya “arus utama” & karenanya “avant-garde” dalam seni, terlihat bahwa semua pengalaman seni yang lebih maju & intens telah direkuperasi hampir seketika oleh media; & dengan demikian, menjadi sampah seperti semua sampah lainnya di dunia komoditas hantu. “Sampah”, seperti istilah yang didefinisikan ulang di, katakanlah, Baltimore pada tahun 1970-an, bisa sangat menyenangkan—sebagai pandangan ironis tentang semacam kultur-folk yang tidak disengaja yang mengelilingi & meliputi wilayah yang lebih tak sadar dari sensibilitas “populer”—yang pada gilirannya diproduksi sebagian oleh Spektakel. “Sampah” dulunya merupakan konsep baru, dengan potensi radikal. Namun sekarang, di tengah reruntuhan Pasca-Modernisme, ia akhirnya mulai berbau busuk. Kesembronoan (frivolitas) yang ironis akhirnya menjadi menjijikkan. Apakah mungkin sekarang untuk SERIUS TAPI TIDAK SADAR? (Catatan: Kesadaran Baru tentu saja hanyalah kebalikan dari Frivolitas Baru. Neo-puritanisme yang apik membawa noda Reaksi, sama seperti ironi filosofis pasca-modernis & keputusasaan yang mengarah pada Reaksi. Purge Society[16] sama dengan Binge Society[17]. Setelah “12 langkah” penolakan yang trendi di tahun 90-an, yang tersisa hanyalah langkah ke-13 dari tiang gantung. Ironi mungkin menjadi membosankan, tetapi mutilasi-diri tidak pernah lebih dari lubang neraka. Turun dengan kesembronoan—Turun dengan ketenangan.)

Segala sesuatu yang halus & indah, dari Surealisme hingga Break-dancing, berakhir sebagai umpan untuk iklan McDeath; 15 menit kemudian semua keajaiban telah tersedot, & seni itu sendiri mati seperti belalang kering. Bahkan, penyihir-media—yang nothing, jika bukan pasca-modernis—mulai memakan vitalitas “Sampah,” seperti burung nasar yang memuntahkan & memakan kembali bangkai yang sama, dalam ekstasi cabul referensialitas-diri. Mana rute menuju Jalan Keluar?

vi

Seni nyata adalah bermain, & bermain adalah salah satu pengalaman yang paling langsung. Mereka yang telah mengembangkan kesenangan bermain tidak dapat diharapkan untuk menyerah hanya untuk membuat poin politis (seperti dalam “Art Strike,” atau “supresi tanpa realisasi” seni, dll.) Seni akan terus berlangsung, dalam rasa yang agaknya sama bahwa bernapas, makan, atau bercinta akan berlangsung.

vii

Meski demikian, kita ditolak oleh keterasingan seni yang ekstrem, terutama di “media”, dalam penerbitan & galeri komersial, dalam “industri” rekaman, dll. Dan, kadang-kadang kita bahkan khawatir tentang sejauh mana keterlibatan kita dalam seni itu, seperti menulis, melukis, atau musik yang mengimplikasikan kita dalam abstraksi yang buruk, sebuah penghapusan dari pengalaman langsung. Kita merindukan keterusterangan bermain (tendangan orisinil kita dalam melakukan seni di tempat pertama); kita merindukan bau, rasa, sentuhan, perasaan akan tubuh dalam gerak.

viii

Komputer, video, radio, mesin cetak, synthesizer, mesin faks, tape recorder, mesin fotokopi—benda-benda ini bisa menjadi mainan yang bagus, tetapi adiksi yang mengerikan. Akhirnya, kita menyadari bahwa kita tidak dapat “menjangkau & menyentuh seseorang” yang hadir dalam daging. Media tersebut mungkin berguna untuk seni kita—tetapi ia tidak boleh memiliki kita, juga tidak boleh berdiri di antara, menengahi, atau memisahkan kita dari diri hewan/hidup kita. Kita ingin mengontrol media kita, bukan dikendalikan olehnya. Dan, kita ingin mengingat seni bela diri psikis tertentu yang menekankan kesadaran bahwa: tubuh itu sendiri adalah hal yang paling tidak dimediasi dari semua media.

ix

Oleh karena itu, sebagai seniman & “pekerja budaya” yang tidak memiliki niat untuk menghentikan aktivitas di media pilihan kita, kita tetap menuntut kesadaran ekstrim dari immediasi, serta penguasaan beberapa cara langsung untuk menerapkan kesadaran ini sebagai permainan, segera (sekarang juga) & langsung (tanpa mediasi).

x

Menyadari sepenuhnya bahwa setiap “manifesto” seni yang ditulis hari ini hanya dapat berbau ironi pahit yang sama yang ingin ditentangnya, kita tetap menyatakan IMMEDIATISME tanpa ragu-ragu (tanpa terlalu banyak berpikir) berdirinya sebuah “gerakan”. Kita merasa bebas untuk melakukannya, karena kita bermaksud untuk mempraktikkan Immediatisme secara rahasia, guna menghindari pencemaran mediasi. Di depan umum, kita akan melanjutkan pekerjaan kita di penerbitan, radio, percetakan, musik, dll., tetapi secara pribadi, kita akan menciptakan sesuatu yang lain, sesuatu untuk dibagikan secara bebas namun tidak pernah dikonsumsi secara pasif, sesuatu yang dapat didiskusikan secara terbuka namun tidak pernah dipahami oleh para agen keterasingan, sesuatu yang tidak memiliki potensi komersial namun berharga melebihi harga, sesuatu yang rahasia namun terjalin sepenuhnya ke dalam jalinan kehidupan kita sehari-hari.

xi

Immediatisme bukanlah sebuah gerakan dalam arti program estetis. Ia terrgantung pada situasi, bukan gaya atau isi, pesan atau Sekolah. Ia dapat berupa segala jenis permainan kreatif yang dapat dilakukan oleh dua orang atau lebih, oleh & untuk diri mereka sendiri, secara tatap muka & bersama-sama. Dalam hal ini seperti permainan, & karena itu “aturan” tertentu mungkin berlaku.

xii

Semua penonton juga harus menjadi penampil. Semua pengeluaran harus ditanggung bersama, & semua produk yang mungkin dihasilkan dari permainan juga hanya untuk dibagikan oleh para peserta (yang boleh menyimpannya atau memberikannya sebagai hadiah, tetapi tidak boleh menjualnya). Permainan terbaik akan sedikit—atau tidak menggunakan—bentuk mediasi yang jelas, seperti fotografi, perekaman, pencetakan, dll., tetapi akan cenderung ke arah teknik langsung yang melibatkan kehadiran fisik, komunikasi langsung, & indera.

xiii

Matriks yang jelas untuk Immediatisme adalah pesta. Dengan demikian, makanan enak bisa menjadi proyek seni para Immediatis, terutama jika semua orang yang hadir memasak dan sekaligus memakannya. Orang Cina & Jepang kuno pada hari-hari di musim gugur yang berkabut akan mengadakan pesta aroma, di mana setiap tamu akan membawa dupa atau parfum buatan sendiri. Di pesta-pesta syair-berantai, orang yang salah membaca bait akan mendapatkan hukuman berupa (meminum) segelas anggur. Quilting bee[18], tableaux vivants[19], exquisite corpse[20], ritual keramahan seperti “Museum Sukaria” Fourier (kostum, pose, & sandiwara erotis), musik live & tarian—masa lalu dapat digeledah untuk mendapatkan bentuk yang sesuai, & imajinasi akan menyediakan bentuk-bentuk yang lebih banyak.

xiv

Seni pos-surat pada tahun 70-an & skene zine tahun 80-an adalah upaya untuk melampaui mediasi seni-sebagai-komoditas, & dapat dianggap sebagai nenek moyang Immediatisme. Namun, keduanya mempertahankan struktur komunikasi surat-menyurat & xerografi yang dimediasi, & dengan demikian gagal mengatasi isolasi para pemain, yang tetap benar-benar tidak berhubungan. Kita ingin membawa motif & penemuan gerakan-gerakan sebelumnya ini ke kesimpulan logisnya dalam sebuah seni yang membuang semua mediasi & keterasingan, setidaknya sejauh kondisi yang memungkinkan untuk manusia.

xv

Selain itu, Immediatisme tidak dikutuk menjadi ketidakberdayaan dunia, hanya karena menghindari publisitas pasar. “Terorisme Puitis” & “Sabotase Seni” adalah manifestasi yang cukup logis dari Immediatisme.

xvi

Akhirnya, kita berharap bahwa praktik Immediatisme akan melepaskan di dalam diri kita gudang-gudang besar kekuatan yang terlupakan, yang tidak hanya akan mengubah hidup kita melalui realisasi rahasia dari permainan tanpa mediasi, melainkan juga akan terus berkembang & meledak & meresapi seni lain yang kita ciptakan, seni yang lebih publik & dimediasi.

Dan kita berharap keduanya akan tumbuh lebih dekat & lebih dekat lagi, & akhirnya mungkin menjadi satu.

TONG[21]

Orang-orang mandarin memperoleh kekuatan mereka dari hukum;
orang-orang dari perkumpulan rahasia.

(Pepatah Cina)

Musim dingin yang lalu saya membaca sebuah organ bawah tanah Cina: Tong (Primitive Revolutionaries of China: A Study of Secret Societies in the Late Nineteenth Century, Fei-Ling Davis; Honolulu, 1971–1977):—mungkin karya pertama ditulis oleh seseorang yang bukan agen Rahasia Inggris!—(sebenarnya, ia [penulis] adalah seorang sosialis Cina yang meninggal muda—dan karya tersebut adalah satu-satunya bukunya)—& untuk pertama kalinya saya menyadari mengapa saya selalu tertarik pada Tong: bukan hanya seolah-olah romantisisme dekorasi chinoiserie[22] yang dekaden dan elegan semata— tetapi juga ketertarikan pada bentuk, struktur, esensi dari organ Tong tersebut.

Beberapa waktu kemudian, dalam sebuah wawancara yang menakjubkan dengan William Burroughs di majalah Homocore, saya menemukan bahwa ia juga terpesona dengan Tong & menyarankan bentuk organ tersebut sebagai mode organisasi yang sempurna untuk queer, terutama di era moralisme & histeria sekarang ini. Saya setuju, namun saya memperluas rekomendasi tersebut juga untuk semua kelompok marjinal, terutama yang mengejar jouissance[23] dan melibatkan ilegalisme (pothead[24], bid’ah seks, insureksionis) atau eksentrisitas ekstrim (nudis, pagan, seniman pasca-avant-garde, dll, dll).

Tong mungkin dapat didefinisikan sebagai masyarakat (dengan orang-orang yang memiliki kepentingan bersama yang ilegal atau sangat marjinal) yang secara mutualis saling memberikan keuntungan—oleh karena itu, kerahasiaan diperlukan. Banyak organ Tong Cina berkutat di sekitar penyelundupan & penghindaran-pajak, atau kontrol-diri klandestin dari perdagangan tertentu (berlawanan dengan kontrol Negara), atau tujuan politik/relijius yang insureksioner (menggulingkan Manchu[25] misalnya—beberapa organ Tong berkolaborasi dengan Anarkis pada Revolusi tahun 1911).

Tujuan umum dari Tong adalah untuk mengumpulkan & menginvestasikan iuran keanggotaan & biaya inisiasi dalam dana asuransi untuk kaum fakir, pengangguran, janda & anak yatim dari anggota yang meninggal, termasuk biaya pemakamannya, dll. Di era seperti kita, ketika orang miskin terjebak di antara kanker Scylla[26] dari industri asuransi & kanker Charybdis[27] yang cepat-menguap dari layanan kesejahteraan & kesehatan masyarakat, tujuan dari Masyarakat Rahasia ini mungkin akan mendapatkan kembali daya tariknya. (Loji-loji Masonik diorganisir atas dasar ini, begitupun juga halnya dengan serikat pekerja awal & ilegal & “ordo kekesatriaan” untuk buruh & pengrajin.) Tujuan universal lain untuk masyarakat semacam Tong itu tentu saja adalah konvivialitas (keramah-tamahan), terutama perjamuan—tapi, bahkan hiburan yang tampaknya tidak berbahaya ini dapat menghasilkan implikasi insureksioner. Dalam berbagai revolusi Prancis, misalnya, klub makan sering kali berperan sebagai organisasi radikal ketika semua bentuk pertemuan publik lainnya dilarang.

Baru-baru ini saya berbicara tentang Tong bersama “P.M.[28],” penulis buku berjudul bolo’bolo (Semiotext(e) Foreign Agents Series). Saya berpendapat bahwa, ‘perkumpulan rahasia sekali lagi merupakan kemungkinan yang valid bagi kelompok yang mencari otonomi & realisasi individu.’ P.M. tidak setuju, tetapi tidak (seperti yang saya harapkan) karena ‘kerahasiaan’ ini memiliki konotasi “elitis”. Dia merasa bahwa, ‘bentuk organisasi seperti itu paling cocok untuk kelompok-kelompok yang sudah terjalin erat dalam ikatan ekonomi, etnis/regional, atau agama yang kuat—yang kondisi-kondisi itu yang tidak ada (atau ada, hanya secara embrionik) di kancah marginal saat ini.’ Ia malah mengusulkan pembentukan pusat distrik lingkungan multi-tujuan, dengan biaya yang harus ditanggung oleh berbagai kelompok minat-khusus & konsern wirausaha-kecil (pengrajin, kedai kopi, ruang pertunjukan, dll.). Pusat-pusat besar seperti itu akan membutuhkan status resmi (pengakuan Negara), tetapi jelas akan menjadi fokus untuk semua jenis aktivitas non-resmi—black market, organisasi temporer untuk “protes” atau aksi insureksioner, “kesenggangan/rekreasi (leisure[29])” yang tak terkendali & keramah-tamahan yang tak terawasi, dll.

Menanggapi kritik “P.M.”, saya tidak mengabaikannya, melainkan mengubah konsep saya tentang apa itu bentuk modern dari Tong. Struktur hierarkis Tong tradisional yang sangat hierarkis jelas tidak akan manjur, meskipun beberapa bentuk dapat diadopsi & digunakan dengan cara yang serupa seperti gelar & kehormatan yang digunakan dalam “agama bebas” kita (atau agama “aneh”, agama “lelucon”, kultus anarko-neo-pagan, dll.). Organisasi non-hierarkis menarik bagi kita, tetapi begitupun juga ritual, dupa, dan ledakan ordo okultisme yang menyenangkan [juga menarik]—Anda bisa menyebutnya “Esterika Tong”—jadi, mengapa kita tidak memiliki kue & memakannya juga?—(terutama jika itu majoun[30] Maroko atau baba au absinthe[31]—sesuatu yang agak dilarang!). Di antara sesuatu lain, Tong harus menjadi kerja seni.

Aturan kerahasiaan tradisional yang ketat juga perlu dimodifikasi. Saat ini, apapun yang menghindari pandangan idiot publisitas sudah hampir rahasia. Kebanyakan orang modern tampaknya tidak bisa percaya pada kenyataan dari sesuatu yang tidak pernah mereka lihat di televisi—oleh karena itu, melarikan diri dari televisualisasi sudah menjadi kuasi-tak terlihat. Terlebih lagi, apa yang terlihat melalui mediasi media entah bagaimana menjadi tidak nyata, & kehilangan kekuatannya (saya tidak akan bersusah payah untuk mempertahankan tesis ini, hanya mengarahkan pembaca pada rangkaian pemikiran yang mengarah dari Nietzsche ke Benjamin ke Bataille ke Barthes ke Foucault ke Baudrillard). Sebaliknya, mungkin apa yang tidak terlihat mempertahankan realitasnya, akarnya dalam kehidupan sehari-hari & karena itu, ada dalam kemungkinan yang luar biasa.

Jadi, Tong modern tidak boleh bersifat elitis—namun, tidak ada alasan untuk terlalu pemilih. Banyak organisasi non-otoriter telah kandas pada prinsip keanggotaan terbuka yang meragukan, yang sering kali mengarah pada dominasi para bajingan, yahoo[32], ember[33], neurotik perengek, & agen polisi. Jika Tong diorganisir berdasarkan kepentingan khusus (terutama kepentingan ilegal atau berisiko atau marjinal), Tong tentu memiliki hak untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan prinsip “kelompok afinitas”. Jika kerahasiaan berarti (a) menghindari publisitas & (b) memeriksa kemungkinan anggota, “masyarakat rahasia” hampir tidak dapat dituduh melanggar prinsip-prinsip anarkis. Faktanya, masyarakat seperti itu memiliki sejarah panjang & terhormat dalam gerakan antiotoriter, dari mimpi Proudhon untuk menghidupkan kembali Holy Vehm[34] sebagai semacam “Keadilan Rakyat,” hingga berbagai skema Bakunin, hingga “Pengembara (Wanderer[35])” Durutti. Kita tidak boleh membiarkan sejarawan marxis meyakinkan kita bahwa cara-cara seperti itu “primitif” & karena itu, tertinggal oleh “Sejarah.” Kemutlakan “Sejarah” paling banter merupakan proposisi yang meragukan. Kita tidak tertarik pada ‘pengembalian ke primitif’, melainkan tertarik pada ‘pengembalian primitif’, karena primitif berarti “tertindas.”

Di masa lalu, perkumpulan rahasia akan muncul di waktu & ruang yang dilarang oleh Negara, yaitu di mana & ketika orang-orang dipisahkan oleh hukum. Di zaman kita, orang biasanya tidak dipisahkan oleh hukum tetapi oleh mediasi & keterasingan (lihat Bagian 1, “Immediatisme”). Oleh karena itu, kerahasiaan menjadi penghindaran mediasi, sementara keramah-tamahan berubah dari tujuan sekunder menjadi tujuan utama “masyarakat rahasia”. Hanya untuk bertemu bersama secara tatap muka saja, itu sudah merupakan tindakan melawan kekuatan yang menindas kita: isolasi, kesepian, dan rasukan media.

Dalam masyarakat yang memaksakan pemisahan skizoid antara Kerja & Rekreasi, kita semua telah mengalami pengabaian “waktu luang” kita, waktu yang tidak diatur sebagai waktu kerja maupun waktu luang. (dulu, “Liburan” berarti waktu “kosong”—sekarang, berarti waktu yang diatur & diisi oleh industri rekreasi.) Tujuan “rahasia” dari keramah-tamahan dalam perkumpulan rahasia kemudian menjadi penataan-diri & oto-valorisasi dari waktu luang. Sebagian besar pesta dikhususkan hanya untuk musik keras & terlalu banyak minuman keras; bukan karena kita menikmatinya, tetapi karena ‘Kerajaan Kerja’ telah memberi kita perasaan bahwa: waktu kosong adalah waktu yang terbuang. Gagasan untuk mengadakan pesta, katakanlah, membuat selimut atau menyanyikan lagu madrigal[36] bersama-sama, tampaknya sudah ketinggalan zaman. Tetapi Tong modern akan merasa perlu & merasa menyenangkan untuk merebut kembali waktu luang dari dunia komoditas & mengabdikannya untuk kreasi bersama, untuk bermain.

Saya kenal beberapa masyarakat yang terorganisir dengan cara ini, tetapi saya tentu tidak akan membongkar kerahasiaan mereka dengan mendiskusikannya di media cetak. Ada beberapa orang yang tidak membutuhkan waktu lima belas detik di Evening News untuk membuktikan eksistensi mereka. Tentu saja, pers & radio marjinal (mungkin satu-satunya media di mana kultum ini akan muncul) secara praktis tidak terlihat—tentu saja masih cukup buram bagi pandangan Kontrol. Meski demikian, prinsipnya adalah: rahasia harus dihormati. Tidak semua orang perlu tahu segalanya! Apa yang paling tidak dimiliki oleh abad ke-20—& paling dibutuhkan—adalah kebijaksanaan. Kita ingin mengganti epistemologi demokrasi dengan “epistemologi dada[37]” (Feyerabend). Entah Anda berada di bus atau tidak di bus.

Beberapa orang akan menyebut hal ini sebagai sikap elitis, tetapi sebenarnya tidak—setidaknya tidak dalam pengertian C. Wright Mills: ini adalah, sebuah kelompok kecil yang menjalankan kekuasaan atas non-orang-dalam untuk memperbesar dirinya sendiri. Immediatisme tidak menyibukkan diri dengan hubungan kekuasaan;—Immediatisme tidak ingin diperintah atau memerintah. Oleh karena itu, Tong kontemporer tidak menemukan kesenangan dalam degenerasi institusi menjadi konspirasi. Ia menginginkan kekuasaan untuk tujuan mutualitasnya sendiri. Ini adalah asosiasi bebas dari individu-individu yang telah memilih satu sama lain sebagai subjek kemurahan hati kelompok, “keluasannya” (menggunakan istilah sufi). Jika hal ini berarti semacam “elitisme”, maka biarlah.

Jika Immediatisme dimulai dengan sekelompok teman yang mencoba tidak hanya untuk mengatasi isolasi, tetapi juga untuk meningkatkan kehidupan satu sama lain, segera ia akan ingin mengambil bentuk yang lebih kompleks:—inti dari sekutu-sekutu yang dipilih-sendiri-(secara)mutual, bekerja (bermain) untuk menempati lebih banyak & lebih banyak lagi waktu & ruang di luar semua struktur & kontrol yang dimediasi. Kemudian, ia akan ingin menjadi jaringan horizontal dari kelompok-kelompok otonom semacam itu—kemudian, sebuah “kecenderungan”—kemudian, sebuah “gerakan”—kemudian, sebuah jaringan kinetik dari “zona-zona otonom sementara.” Akhirnya, ia akan berusaha untuk menjadi inti dari masyarakat baru, melahirkan dirinya sendiri di dalam cangkang lama yang korup. Untuk semua tujuan ini, perkumpulan rahasia berjanji untuk menyediakan kerangka kerja perlindungan klandestinitas yang berguna—jubah tembus pandang yang harus dijatuhkan hanya jika terjadi hujan salju terakhir dengan Babel Mediasi …

Bersiaplah untuk Perang Tong!

IMMEDIATISME VS. KAPITALISME

Banyak monster berdiri di antara kita & realisasi tujuan Immediatis. Misalnya keterasingan bawah sadar kita sendiri yang mendarah daging mungkin terlalu mudah disalahartikan sebagai suatu kebajikan, terutama bila dibandingkan dengan pap kripto-otoriter yang dianggap sebagai “komunitas,” atau dengan berbagai versi “rekreasi” kelas atas. Bukankah wajar untuk mengambil noir pesolek dari pertapa tua kejam untuk semacam individualisme heroik, ketika satu-satunya kontras yang terlihat adalah sosialisme komoditas Klub Med[38], atau masokisme gemutlich[39] dari Kultus Korban? Menjadi terkutuk & keren secara alami lebih menarik bagi jiwa-jiwa mulia daripada keselamatan & rasa nyaman.

Immediatisme berarti peningkatan individu dengan menyediakan matriks persahabatan, bukan untuk meremehkan mereka dengan mengorbankan “kepemilikan” mereka untuk group-think[40], abnegasi-diri leftist, atau nilai-tiruan Zaman Baru. Apa yang harus diatasi bukanlah individualitas semata, melainkan kecanduan kesepian pahit yang menjadi ciri kesadaran di abad ke-20 (yang pada umumnya tidak lebih dari pengulangan abad ke-19).

Namun, jauh lebih berbahaya daripada monster batin (apa yang bisa disebut) “keegoisan negatif”, adalah monster luar, sangat nyata & sangat objektif dari Kapitalisme paling-Akhir. Kaum marxis (R.I.P.) memiliki versi mereka sendiri tentang cara kerjanya, tetapi di sini kita tidak membahas analisis abstrak/dialektis dari nilai-kerja atau struktur kelas (meskipun ini mungkin masih memerlukan analisis, & terlebih lagi sejak “kematian” atau “menghilangnya” Komunisme). Malah, kita ingin menunjukkan bahaya taktis khusus yang dihadapi proyek Immediatis manapun.

  1. Kapitalisme hanya mendukung kelompok-kelompok tertentu, misalnya keluarga inti, atau “orang-orang yang saya kenal di tempat kerja saya”, karena kelompok-kelompok tersebut sudah mengasingkan diri & terikat pada struktur Kerja/Konsumsi/Mati. Jenis kelompok lain mungkin diperbolehkan, tetapi akan kekurangan dukungan dari struktur masyarakat; & dengan demikian, menemukan diri mereka menghadapi tantangan & kesulitan aneh yang muncul dengan kedok “nasib buruk.”
    Hambatan pertama & paling tampak-polos untuk setiap proyek Immediatis adalah “kesibukan” atau “kebutuhan untuk mencari nafkah” yang dihadapi oleh masing-masing rekanannya. Namun, tidak ada kepolosan yang nyata di sini—hanya ketidaktahuan kita yang mendalam tentang cara-cara di mana Kapitalisme itu sendiri diatur untuk mencegah semua konvivialitas (keramah-tamahan) murni.
    Tak lama setelah sekelompok teman mulai memvisualisasikan tujuan langsung yang dapat diwujudkan hanya melalui solidaritas & kerja sama, ketika tiba-tiba salah satu dari mereka akan ditawari pekerjaan yang “baik” di Cincinnati atau mengajar bahasa Inggris di Taiwan—atau harus pindah kembali ke California untuk mengurus orang tua yang sekarat—atau mereka akan kehilangan pekerjaan “baik” yang sudah mereka miliki & direduksi menjadi keadaan sengsara yang menghalangi mereka menikmati proyek atau tujuan kelompok (yaitu mereka akan menjadi “depresi”). Pada tingkat yang tampak paling biasa, kelompok akan gagal menyepakati hari dalam seminggu untuk pertemuan karena semua orang “sibuk”. Tapi, hal ini tidaklah biasa. Ini benar-benar kejahatan kosmik. Kita mencambuk diri kita menjadi buih kemarahan atas “penindasan” & “hukum yang tidak adil” padahal sebenarnya abstraksi ini memiliki dampak kecil pada kehidupan kita sehari-hari—sementara apa yang benar-benar membuat kita sengsara tidak diperhatikan, dicoretkan ke “kesibukan” atau “gangguan” atau bahkan sampai pada hakikat realitas itu sendiri (“Yah, aku tidak bisa hidup tanpa pekerjaan”).
    Ya, mungkin benar kita tidak bisa “hidup” tanpa pekerjaan—walaupun saya harap kita cukup dewasa untuk mengetahui perbedaan antara hidup & akumulasi dari sekumpulan gadget sialan. Tetap, kita harus terus-menerus mengingatkan diri kita sendiri (karena budaya kita tidak akan melakukannya untuk kita) bahwa monster yang disebut KERJA ini tetap menjadi target yang tepat & akurat dari murka pemberontak kita, satu-satunya realitas yang paling menindas yang kita hadapi (& kita harus belajar juga untuk mengenali ‘Kerja’ ketika itu menyamar sebagai “rekreasi”).
    Menjadi “terlalu sibuk” untuk proyek Immediatis berarti kehilangan esensi dari Immediatisme. Berjuang untuk berkumpul bersama setiap Senin malam (atau apapun), di tengah derasnya kesibukan, atau keluarga, atau undangan ke pesta-pesta bodoh—perjuangan itu sudah merupakan Immediatisme itu sendiri. Berhasil, jika benar-benar secara fisik bertemu tatap-muka dengan kelompok yang bukan pasangan-&-anak Anda, atau “orang-orang dari pekerjaan saya”, atau Program 12-langkah Anda—& Anda telah mencapai hampir semua yang dirindukan Immediatisme. Sebuah proyek yang sebenarnya akan muncul hampir secara spontan dari tamparan sukses norma sosial dari kebosanan yang terasing. Secara lahiriah, tentu saja, proyek tersebut akan tampak sebagai tujuan kelompok, motifnya untuk bersatu—tetapi kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya. Kita tidak bercanda atau terlibat dalam hiperbola ketika kita bersikeras bahwa, pertemuan tatap-muka adalah “revolusi.” Memperolehnya & bagian kreativitas datang secara alami; seperti “kerajaan surga” ia akan ditambahkan kepadamu. Tentu saja hal itu akan sangat sulit—mengapa lagi kita menghabiskan dekade terakhir untuk mencoba membangun “bohemia di pos surat”, jika mudah untuk memilikinya di beberapa komune pedesaan atau latin quarter ? Tikus-bajingan Kapitalis yang menyuruh Anda untuk “menjangkau & menyentuh seseorang” dengan telepon atau “berada di sana!” (di mana? sendirian di depan televisi sialan??)—para pengisap licik ini mencoba mengubah Anda menjadi roda gigi kecil yang menyedihkan dan mengerut&kehabisan-darah di mesin kematian jiwa manusia (& jangan ada pertengkaran teologis tentang apa yang kita maksud dengan “jiwa”!). Lawan mereka—dengan bertemu dengan teman-teman, bukan untuk mengonsumsi atau memproduksi, tetapi untuk menikmati persahabatan—& Anda akan menang (setidaknya untuk sesaat) atas konspirasi paling merusak dalam masyarakat Ero-Amerika saat ini—konspirasi untuk mengubah Anda menjadi mayat yang dibangkitkan oleh prostesis[41] & teror kelangkaan—untuk mengubah Anda menjadi hantu yang menghantui otak Anda sendiri. Ini bukan masalah kecil! Ini adalah pertanyaan tentang kegagalan atau kemenangan!

  2. Jika kesibukan & kebosanan adalah potensi kegagalan pertama dari Immediatisme, kita tidak dapat mengatakan bahwa: kemenangannya harus disamakan dengan “keberhasilan”. Ancaman besar kedua terhadap proyek kita, dapat dengan sederhana digambarkan sebagai: keberhasilan tragis dari proyek itu sendiri. Katakanlah kita telah mengatasi keterasingan fisik & telah benar-benar bertemu, mengembangkan proyek kita, & menciptakan sesuatu (selimut, jamuan makan, drama, sedikit sabotase lingkungan, dll.). Kecuali jika kita merahasiakannya—yang mungkin tidak mungkin & bagaimanapun juga akan merupakan keegoisan yang agak beracun—orang lain akan mendengarnya (orang lain dari neraka, mengutip para eksistensialis)—& di antara orang-orang ini, beberapa akan menjadi agen (sadar atau tidak sadar, tidak masalah) dari Kapitalisme-(paling)Akhir. Spektakel—atau apapun yang menggantikannya sejak 1968—terutamanya adalah kosong. Hal ini memicu dirinya sendiri oleh kekuatan & ide kreatif setiap orang yang secara konstan menelan-ludah seperti-Moloch[42]. Ini jauh lebih putus asa untuk “subjektivitas radikal”-mu daripada putus asanya vampir atau polisi manapun untuk darahmu. Ia menginginkan kreativitas Anda lebih dari yang Anda inginkan sendiri. Itu akan mati kecuali jika Anda menginginkannya, & Anda hanya akan menginginkannya jika tampaknya menawarkan hasrat yang Anda impikan, sendirian dalam kejeniusanmu yang kesepian, menyamar & dijual kembali kepadamu sebagai komoditas. Ah, kejahatan metafisik dari objek! (kurang lebih begitu redaksinya, Marx dikutip oleh Benjamin).
    Tiba-tiba akan tampak bagi Anda (seolah-olah setan membisikkannya di telinga Anda) bahwa seni Immediatis yang Anda buat sangat bagus, sangat segar, sangat orisinil, dan sangat kuat dibandingkan dengan semua omong kosong di “pasar”—begitu murni—bahwa Anda bisa menyiramnya & menjualnya, & mencari nafkah darinya, sehingga Anda bisa menurunkan semua KERJA, membeli pertanian di negara ini, & melakukan seni bersama-sama untuk selamanya. Dan mungkin itu benar. Anda bisa ... lagi pula, Anda jenius. Tapi, akan lebih baik untuk terbang ke Hawaii & menceburkan diri ke gunung berapi aktif. Tentu, Anda bisa sukses; Anda bahkan dapat memiliki 15 detik di Evening News—atau film dokumenter PBS yang dibuat tentang hidup Anda. Ya memang.

  3. Tapi di sinilah monster besar terakhir masuk, menabrak dinding ruang tamu, & menghabisi Anda (jika Sukses itu sendiri belum “memanjakan” Anda).

Karena untuk sukses, Anda harus “terlihat”. Dan jika Anda terlihat, Anda akan dianggap salah, ilegal, tidak bermoral—berbeda. Sumber energi kreatif utama Spektakel semuanya ada di penjara. Jika Anda bukan keluarga inti atau tur berpemandu atau Partai Republik, lalu mengapa Anda bertemu setiap Senin malam? Untuk narkoba? Seks terlarang? Penghindaran pajak penghasilan? Satanisme?
Dan tentu saja, kemungkinan besar kelompok Immediatis Anda terlibat dalam sesuatu yang ilegal—karena hampir semua hal yang menyenangkan sebenarnya ilegal. Babel membencinya, ketika ada orang yang benar-benar menikmati hidup, daripada hanya menghabiskan uang dalam upaya sia-sia untuk membeli ilusi kenikmatan. Pemborosan, kerakusan, over-konsumsi layaknya pengidap bulimia—ini tidak hanya legal, tetapi juga wajib. Jika Anda tidak menyia-nyiakan diri Anda pada kekosongan komoditas, Anda jelas queer & pasti melanggar beberapa hukum. Kesenangan sejati dalam masyarakat ini lebih berbahaya daripada perampokan bank. Setidaknya, perampok bank berbagi rasa hormat Massa terhadap uang Massa. Tapi kamu, kamu orang mesum, jelas-jelas pantas untuk dibakar di tiang pancang—& inilah para petani dengan obor mereka, bersemangat untuk melakukan perintah Negara bahkan tanpa diminta. Sekarang Anda adalah monster, & kastil gothic kecil Immediatisme Anda dilalap api. Tiba-tiba, polisi berkerumun keluar dari ruangan (dari kayu). Apakah surat-surat Anda sudah rapi? Apakah Anda memiliki izin untuk eksis?
Immediatisme adalah piknik—tetapi itu tidak mudah. Immediatisme adalah jalan paling alami bagi manusia bebas yang bisa dibayangkan—& karenanya, ia merupakan kekejian yang paling tidak wajar di mata Kapital. Immediatisme akan menang, tetapi hanya dengan harga pengorganisasian-diri dari kekuasaan, klandestin, & insureksi. Immediatisme adalah kegembiraan kita, Immediatisme berbahaya.

INVOLUSI

Sejauh ini kita telah memperlakukan Immediatisme sebagai gerakan estetika daripada gerakan politik—tetapi, jika “personal itu politis”, maka tentu estetika harus dipertimbangkan terlebih dahulu. “Seni untuk seni” sebenarnya tidak bisa dikatakan eksis sama sekali, kecuali jika diartikan bahwa: seni itu sendiri berfungsi sebagai kekuatan politik, yaitu kekuatan yang mampu mengekspresikan atau bahkan mengubah dunia daripada sekadar menggambarkannya.

Faktanya, seni selalu mencari kekuatan seperti itu, apakah seniman tetap tidak sadar akan fakta & percaya pada estetika “murni”, atau menjadi sangat-sadar akan fakta sehingga tidak menghasilkan apa-apa selain agit-prop[43]. Kesadaran itu sendiri, seperti yang ditunjukkan Nietzsche, memainkan peran yang kurang signifikan dalam kehidupan daripada kekuasaan. Tidak ada bukti yang lebih tajam dari ini yang dapat dibayangkan selain kelanjutan eksistensi “Dunia Seni” (SoHo, 57th St., dll.) yang masih percaya pada ranah seni politik & seni estetika secara terpisah. Kegagalan kesadaran seperti itu memungkinkan “dunia” ini kemewahan memproduksi seni dengan konten politik terbuka (untuk memuaskan pelanggan liberal mereka) serta seni tanpa konten seperti itu, yang hanya mengekspresikan kekuatan sampah borjuis & bankir yang membelinya untuk portofolio investasi mereka.

Jika seni tidak memiliki & menggunakan kekuatan ini, maka berkesenian itu adalah hal yang tidak akan layak dilakukan & tidak ada yang akan melakukannya. Secara literal, seni demi seni tidak akan menghasilkan apa-apa selain impotensi & nulitas[44]. Bahkan para dekaden fin-de-siécle[45] yang menciptakan l’art pour l’art[46] menggunakannya secara politis:—sebagai senjata melawan nilai-nilai borjuis “utilitas,” “moralitas” & seterusnya. Gagasan bahwa seni dapat dihilangkan dari makna politik sekarang hanya menarik bagi kretin liberal yang ingin memaafkan “pornografi” atau permainan estetika terlarang lainnya dengan alasan bahwa “itu kan seni” & karenanya, tidak dapat mengubah apapun. (Aku benci bajingan ini lebih daripada Jesse Helms; setidaknya dia masih percaya bahwa seni memiliki kekuatan!)

Kalaupun seni tanpa muatan politik bisa—untuk saat ini—diakui ada (walaupun masih sangat problematis), maka makna politis dari seni tetap bisa dicari dalam cara produksi & konsumsinya. Seni St. ke-57 masih tetap borjuis tidak peduli seberapa radikal isinya, seperti yang dibuktikan Warhol[47] dengan melukis Che Guevara[48]; sebenarnya Valerie Solanas mengungkapkan dirinya jauh lebih radikal daripada Warhol—dengan menembaknya—(& bahkan mungkin lebih radikal daripada Che, Rudolf Valentino dari Fasisme Merah itu).

Sebenarnya kita tidak terlalu peduli dengan konten seni Immediatis. Bagi kita, immediatisme tetap lebih banyak permainan daripada “gerakan”; dengan demikian, permainan mungkin menghasilkan didaktikisme Brechtian[49] atau Terorisme Puitis, tetapi mungkin sama-sama tidak meninggalkan konten sama sekali (seperti dalam perjamuan), atau yang lain tanpa pesan politik yang jelas (seperti quilt). Kualitas radikal Immediatisme lebih mengekspresikan dirinya dalam mode produksi & konsumsinya.

Artinya, immediatisme dihasilkan oleh sekelompok teman baik untuk dirinya sendiri atau untuk lingkaran teman yang lebih besar; ia tidak diproduksi untuk nantinya dijual, juga tidak terjual (habis), pun (idealnya) tidak boleh lepas dari kendali produsennya dengan cara apapun. Jika ia dimaksudkan untuk konsumsi di luar lingkaran, maka harus dibuat sedemikian rupa agar tetap tahan terhadap kooptasi & komodifikasi. Misalnya, jika salah satu selimut kita luput dari kita & akhirnya dijual sebagai “seni” ke beberapa kapitalis atau museum, kita harus menganggapnya sebagai bencana. Selimut harus tetap berada di tangan kita atau diberikan kepada mereka yang akan menghargainya & menyimpannya. Adapun agitprop kita, ia harus menolak komodifikasi dengan bentuknya sendiri;—kita tidak ingin poster kita dijual dua puluh tahun kemudian sebagai “seni,” seperti Myakovsky (atau Brecht, dalam hal ini). Agitprop terbaik Immediatis tidak akan meninggalkan jejak sama sekali, kecuali dalam jiwa mereka yang diubah olehnya.

Mari kita ulangi di sini bahwa partisipasi dalam Immediatisme tidak menghalangi produksi/konsumsi seni dengan cara lain oleh individu-individu yang membentuk kelompok. Kita bukan ideolog, & ini bukanlah Jonestown[50]. Ia adalah permainan, bukan gerakan; memiliki aturan main, tapi tidak ada hukum. Immediatisme akan senang jika semua orang adalah seorang seniman, tetapi tujuan kita bukanlah konversi massal. Hasil permainan terletak pada kemampuannya untuk melarikan diri dari paradoks & kontradiksi dunia seni komersial (termasuk sastra, dll.), Di mana semua gerakan pembebasan tampaknya berakhir sebagai representasi belaka & karenanya, pengkhianatan terhadap diri mereka sendiri. Kita menawarkan kesempatan untuk seni yang segera hadir berdasarkan fakta bahwa, hal itu hanya dapat eksis di hadapan kita. Beberapa dari kita mungkin masih menulis novel atau melukis gambar, baik untuk “penghidupan” atau mencari cara untuk menebus bentuk-bentuk ini dari rekuperasi. Tetapi, Immediatisme menghindari kedua masalah ini. Jadi, immediatisme adalah “privilese,” seperti semua game.

Tapi, kita tidak bisa karena alasan ini saja menyebutnya terlibat, berbalik pada dirinya sendiri, tertutup, hermetis, elitis, seni untuk seni. Dalam Immediatisme, seni diproduksi & dikonsumsi dengan cara tertentu, & modus operandi ini sudah “politis” dalam arti yang sangat spesifik. Namun, untuk memahami pengertian ini, pertama-tama kita harus menjelajahi “involusi” lebih dekat.

Sudah menjadi kebenaran untuk mengatakan bahwa: masyarakat tidak lagi mengekspresikan konsensus (apakah reaksioner atau liberater), tetapi konsensus palsu diungkapkan untuk masyarakat; sebut saja konsensus palsu ini “Totalitas.” Totalitas dihasilkan melalui mediasi & keterasingan, yang berusaha untuk memasukkan atau menyerap semua energi kreatif untuk Totalitas. Myakovsky bunuh diri ketika dia menyadari hal ini; mungkin kita terbuat dari barang-barang yang lebih keras, mungkin tidak. Tapi demi argumen, mari kita asumsikan bahwa bunuh diri bukanlah “solusi”.

Totalitas mengisolasi individu & membuat mereka tidak berdaya dengan hanya menawarkan mode ekspresi sosial ilusif, mode yang tampaknya menjanjikan pembebasan atau pemenuhan diri tetapi pada kenyataannya berakhir dengan menghasilkan lebih banyak mediasi & keterasingan. Kompleks ini dapat dilihat dengan jelas pada tingkat “fetisisme komoditas”, di mana bentuk-bentuk seni yang paling memberontak atau avant-garde dapat diubah menjadi makanan ternak untuk PBS atau MTV atau iklan jeans dan parfum.

Namun, pada tingkat yang lebih halus, Totalitas dapat menyerap & mengarahkan kembali kekuatan apapun hanya dengan mengkontekstualisasikan & menampilkannya kembali. Misalnya, kekuatan liberatorik sebuah lukisan dapat dinetralisir atau bahkan diserap hanya dengan menempatkannya dalam konteks galeri atau museum, di mana secara otomatis akan menjadi representasi kekuatan liberatorik belaka. Gerakan insureksioner orang gila atau penjahat tidak dinegasikan hanya ‘dengan’ mengunci pelaku, tetapi bahkan lebih ‘dengan’ membiarkan gerakan itu direpresentasi—oleh seorang psikiater atau oleh Kopshow yang tak-berotak di saluran 5 atau bahkan oleh buku meja-kopi[51] di Art Brut. Hal ini disebut “Rekuperasi Spektakuler”; namun, Totalitas dapat melangkah lebih jauh dari ini hanya dengan mensimulasikan apa yang sebelumnya ingin direkuperasi. Artinya, artis & orang gila tidak lagi diperlukan bahkan sebagai sumber apropriasi atau “reproduksi mekanis”, seperti yang disebut Benjamin. Simulasi tidak dapat mereproduksi refleksi samar “aura” yang diizinkan Benjamin, bahkan pada sampah komoditas, “jejak utopisnya”. Simulasi sebenarnya tidak dapat mereproduksi atau menghasilkan apapun kecuali kehancuran & kesengsaraan. Tetapi, karena Totalitas tumbuh subur di atas kesengsaraan kita, simulasi sangat sesuai dengan tujuannya.

Semua efek ini dapat dilacak dengan paling jelas & kasar di area yang umumnya disebut “Media” (walaupun kita berpendapat bahwa mediasi memiliki jangkauan yang jauh lebih luas daripada yang dapat dijelaskan atau ditunjukkan oleh istilah penyiaran). Peran Media dalam Perang Nintendo baru-baru ini—bahkan identifikasi satu-per-satu Media dengan perang itu—memberikan skenario yang sempurna & patut dicontoh. Di seluruh Amerika, jutaan orang memiliki setidaknya cukup “pencerahan” untuk mengutuk parodi moralitas yang mengerikan ini, yang dipaksakan oleh mata-mata pembunuh-kejam di Gedung Putih. Media, bagaimanapun, menghasilkan (yaitu simulasi) kesan bahwa: hampir tidak ada oposisi terhadap perang Bush yang telah eksis atau dapat eksis; bahwa (mengutip Bush): “tidak ada Gerakan Perdamaian.” Dan nyatanya tidak ada Gerakan Perdamaian—hanya jutaan orang yang khasratnya untuk perdamaian telah dinegasikan oleh Totalitas, dimusnahkan, “menghilang” seperti korban regu kematian Peru; orang-orang dipisahkan satu sama lain oleh keterasingan brutal dari TV, manajemen berita, infotainmen & dis-informasi belaka; manusia dibuat merasa terasing-terisolasi, aneh, queer, salah, dan akhirnya tidak-eksisten; manusia tanpa suara; tanpa daya.

Proses fragmentasi ini telah mencapai penyelesaian yang hampir universal dalam masyarakat kita, setidaknya di bidang wacana sosial. Setiap orang terlibat dalam “hubungan involusi” dengan simulasi Media yang spektakuler. Artinya, “hubungan” kita dengan Media pada dasarnya kosong & ilusif; bahkan sehingga, ketika kita tampaknya menjangkau & memahami realitas di Media, kita sebenarnya hanya didorong kembali pada diri kita sendiri, terasing, terisolasi, & impoten. Amerika penuh dengan orang-orang yang merasa bahwa: apapun yang mereka katakan atau lakukan, tidak akan ada bedanya; bahwa tidak ada yang mendengarkan; bahwa tidak ada yang memperhatikan. Perasaan ini adalah kemenangan Media. “Mereka” berbicara, Anda mendengarkan—& karena itu, serahkan diri Anda dalam spiral kesepian, gangguan, depresi, & kematian rohani.

Proses ini tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi juga kelompok-kelompok seperti yang masih eksis di luar Matriks Konsensus keluarga-inti, sekolah, gereja, pekerjaan, tentara, partai politik, dll. Setiap kelompok seniman atau aktivis perdamaian atau apapun, juga dibuat untuk merasa bahwa tidak ada kontak dengan kelompok lain yang mungkin. Setiap kelompok “gaya-hidup” membeli simulasi persaingan & permusuhan dengan kelompok konsumen lainnya. Setiap kelas & ras dijamin akan alienasi eksistensialnya yang tak tergoyahkan dari semua kelas & ras lain (seperti dalam Gaya Hidup Orang Kaya & Terkenal).

Konsep “jaringan (networking)” dimulai sebagai strategi revolusioner untuk memotong & mengatasi Totalitas dengan menyiapkan koneksi horizontal (tidak dimediasi oleh otoritas) di antara individu & kelompok. Pada 1980-an kita menemukan bahwa: jaringan juga dapat dimediasi & bahkan pasti dimediasi—melalui telepon, komputer, kantor pos, dll.—& dengan demikian, pasti akan mengecewakan kita dalam perjuangan melawan keterasingan. Teknologi komunikasi mungkin masih terbukti menawarkan alat yang berguna dalam perjuangan ini, tetapi sekarang menjadi jelas bahwa Tek-Kom[52] bukanlah tujuan jaringan itu sendiri. Dan faktanya, ketidakpercayaan kita terhadap teknologi yang tampaknya “demokratis” seperti PC & telepon meningkat dengan setiap kegagalan revolusioner untuk memegang kendali atas alat-alat produksi. Terus terang, kita tidak ingin dipaksa untuk memutuskan apakah teknologi baru akan atau harus bersifat liberatory atau kontra-liberatory. “Setelah revolusi”, pertanyaan-pertanyaan semacam itu akan menjawab dirinya sendiri dalam konteks “politik hasrat.” Untuk saat ini, bagaimanapun, kita telah menemukan (bukan menciptakan) Immediatisme sebagai sarana produksi langsung & presentasi energi kreatif, pembebasan & ludis[53], dilakukan tanpa bantuan mediasi struktur mekanistik atau struktur alienasi apapun ... atau setidaknya begitulah yang kita harapan.

Dengan kata lain, apakah teknologi atau bentuk mediasi tertentu dapat digunakan untuk mengatasi Totalitas atau tidak, kita telah memutuskan untuk memainkan game yang tidak menggunakan teknologi tersebut & karenanya tidak perlu mempertanyakannya—setidaknya, tidak dalam batas dari permainan. Kita mencadangkan tantangan kita, pertanyaan kita, untuk Totalitas total, bukan untuk “masalah” siapapun yang berusaha mengalihkan perhatian kita.

Dan ini membawa kita kembali ke “bentuk politik” dari Immediatisme. Tatap-muka, tubuh-ke-tubuh, napas-ke-napas (secara harfiah konspirasi)—permainan Immediatisme tidak dapat dimainkan pada tingkat manapun yang dapat diakses oleh Konsensus palsu. ia tidak merepresentasikan “kehidupan sehari-hari”—ia tidak bisa ‘lain’ dari kehidupan sehari-hari, meskipun ia memposisikan dirinya untuk penetrasi yang luar biasa, untuk iluminasi yang nyata oleh yang indah. Seperti masyarakat rahasia, jaringan yang dilakukannya harus lambat (jauh lebih lambat daripada “kecepatan murni” Tek-Kom, media & perang), & harus bersifat jasmaniah daripada abstrak, tanpa daging, dimediasi oleh mesin atau oleh otoritas atau oleh simulasi.

Dalam pengertian ini, kita mengatakan bahwa Immediatisme adalah piknik (konvivialitas) namun tidak mudah—bahwa immediatisme adalah yang paling alami untuk roh bebas namun berbahaya. Konten tidak ada hubungannya dengan immediatisme. Eksistensi Immediatisme semata saja, sudah merupakan insureksi.

IMAJINASI

Ada waktunya untuk teater.—Jika imajinasi orang menjadi lemah, muncul di dalamnya inklinasi untuk menampilkan legendanya di atas panggung: ia sekarang dapat menanggung pengganti imajinasi yang mentah ini. Tetapi, usia di mana rhapsodis epik berasal, teater dan aktor yang menyamar sebagai pahlawan adalah penghalang dari imajinasibukan sarana untuk memberinya sayap: terlalu dekat, terlalu pasti, terlalu berat, terlalu sedikit di dalamnya mimpi dan penerbangan-burung.
— Nietzsche

Tapi tentu saja rhapsodis[54], yang di sini muncul hanya satu langkah menjauh dari dukun/shaman (“...mimpi dan penerbangan-burung”) juga harus disebut semacam medium atau jembatan yang berdiri antara “seseorang” dan imajinasinya. (Catatan: kita akan menggunakan kata “imajinasi” kadang-kadang dalam pengertian Wm. Blake & kadang-kadang dalam pengertian Gaston Bachelard tanpa memilih untuk determinasi “spiritual” atau “estetika”, & tanpa bantuan metafisika.) Sebuah jembatan membawa melintasi (“translasi,” “metafora”) tetapi bukan yang ‘asli’. Dan menerjemahkan berarti mengkhianati. Bahkan rhapsodis memberikan sedikit racun untuk imajinasi.

Etnografi, bagaimanapun, memungkinkan kita untuk menegaskan kemungkinan masyarakat di mana dukun bukan spesialis imajinasi, tetapi di mana setiap orang adalah jenis dukun spesial. Dalam masyarakat ini, semua anggotanya (kecuali yang cacat fisik) bertindak sebagai shaman & penyair untuk diri mereka sendiri serta untuk orang-orang mereka. Misalnya: suku-suku Amerindian[55] tertentu di Great Plains mengembangkan masyarakat pemburu/peramu yang paling kompleks di akhir sejarah mereka (mungkin sebagian berkat teknologi senjata & kuda yang diadopsi dari budaya Eropa). Setiap orang memperoleh identitas lengkap & keanggotaan penuh dalam “Rakyat” hanya melalui Vision Quest[56], & pengesahan artistiknya untuk suku. Dengan demikian, setiap orang menjadi “epic rhapsodist” dalam berbagi individualitas ini dengan kolektivitas.

Orang Pigmi, di antara budaya yang paling “primitif”, tidak memproduksi atau mengonsumsi musik mereka, melainkan menjadi “Suara Hutan” secara massal. Di ujung skala yang lain, di antara masyarakat agrikultural yang kompleks, seperti Bali di ambang abad ke-20, “setiap orang adalah seniman” (& pada tahun 1980 seorang mistikus Jawa mengatakan kepada saya, “Setiap orang harus menjadi seniman!”).

Tujuan Immediatisme terletak di suatu tempat di sepanjang lintasan yang digambarkan secara kasar oleh tiga titik ini (Pigmi, Plains Indians, Bali), yang semuanya telah dikaitkan dengan konsep antropologis “shamanisme demokratis.” Tindakan kreatif itu sendiri merupakan hasil luar dari imajinasi batiniah, tidak dimediasi & dialienasi (dalam artian yang istilahnya telah kita gunakan) ketika tindakan-tindakan kreatif itu dilakukan OLEH semua orang UNTUK semua orang—ketika diproduksi tetapi tidak direproduksi—ketika mereka dibagikan tetapi tidak difetisisasi. Tentu saja, tindakan-tindakan ini dicapai melalui semacam mediasi & sampai batas tertentu, seperti halnya semua tindakan—tetapi, tindakan-tindakan ini belum menjadi kekuatan keterasingan yang ekstrem antara beberapa Pakar/Imam/Produser di satu sisi & beberapa “orang awam” atau konsumen yang malang di sisi lain.

Oleh karena itu, media yang berbeda menunjukkan kadar mediasi yang berbeda—& mungkin bahkan kadar-kadar tersebut dapat diberi peringkat berdasarkannya. Di sini semuanya tergantung pada timbal balik, pada pertukaran yang kurang lebih setara dari apa yang disebut “kuanta imajinasi.” Dalam kasus rhapsodis epik yang memediasi vision quest suku, banyak pekerjaan—atau lamunan aktif—masih harus dilakukan oleh para pendengar. Mereka harus berpartisipasi secara imajinatif dalam tindakan menceritakan/mendengar, & harus memanggil gambar dari gudang kekuatan kreatif mereka sendiri untuk menyelesaikan tindakan rhapsodis.

Dalam “teater ritual” Voodoo & Santeria, setiap orang yang hadir harus berpartisipasi dengan memvisualisasikan loas[57] atau orisha[58] (arketipe imajiner), & dengan memanggil mereka (dengan nyanyian & ritme “signature[59]”) untuk bermanifestasi. Siapapun yang hadir dapat menjadi “kuda” atau medium untuk salah satu santo ini, yang kata-kata & tindakannya kemudian mengasumsikan aspek kehadiran roh (yaitu, orang yang kerasukan tidak mewakili tetapi menyajikan). Struktur ini, yang juga mendasari teater ritual Indonesia, dapat dijadikan contoh bagi produksi kreatif “shamanisme demokratis”. Guna membangun skala imajinasi kita untuk semua media, kita dapat mulai dengan membandingkan “teater voodoo” ini dengan teater Eropa abad ke-18 yang dijelaskan oleh Nietzsche.

Dalam yang terakhir, tidak ada visi asli (atau “roh”) yang benar-benar hadir. Para aktor hanya hadir kembali—mereka “menyamar”. Bukan hal yang diharapkan, bahwa setiap anggota rombongan atau penonton akan tiba-tiba dirasuki (atau bahkan “terinspirasi” sampai batas tertentu) oleh gambar-gambar penulis naskah. Para aktor adalah spesialis atau ahli representasi, sedangkan penonton adalah “orang awam” yang kepadanya berbagai citra ditransfer. Penonton pasif, terlalu banyak yang telah dilakukan untuk penonton, yang memang terkunci di tempat dalam kegelapan & kesunyian, diimmobilisasi oleh uang yang telah mereka bayarkan untuk pengalaman perwakilan ini.

Artaud, yang menyadari hal ini, berusaha untuk menghidupkan kembali teater ritual voodoo (dibuang dari Kebudayaan Barat oleh Aristoteles)—tetapi, ia melakukan upaya itu di dalam struktur (aktor/penonton) teater aristotelian; dia mencoba untuk menghancurkan atau mengubahnya dari dalam ke luar. Dia gagal & menjadi gila, memicu serangkaian eksperimen yang memuncak dalam serangan Teater Hidup terhadap penghalang aktor/penonton, serangan literal yang mencoba memaksa penonton untuk “berpartisipasi” dalam ritual. Eksperimen ini menghasilkan beberapa teater yang hebat, tetapi semuanya gagal dalam tujuan terdalamnya. Tidak ada yang berhasil mengatasi keterasingan yang dikritik Nietzsche & Artaud.

Meski begitu, Teater menempati tempat yang jauh lebih tinggi dalam Skala imajiner daripada media lain & kemudian seperti film. Setidaknya di teater, aktor & penonton secara fisik hadir di ruang yang sama bersama-sama, memungkinkan terciptanya apa yang disebut Peter Brook sebagai “rantai emas tak terlihat” atensi & afeksi antara aktor & penonton — “keajaiban” yang terkenal atau teater. Namun, dengan film, rantai ini terputus. Sekarang penonton duduk sendirian dalam kegelapan tanpa melakukan apa-apa, sementara aktor yang absen diwakili oleh ikon raksasa. Selalu sama, tidak peduli berapa kali “ditampilkan”; dibuat untuk direproduksi secara mekanis, tanpa semua “aura”; film sebenarnya melarang penontonnya untuk “berpartisipasi”—film tidak membutuhkan imajinasi penonton. Tentu saja, film memang membutuhkan uang penonton, dan uang adalah semacam residu imajiner yang dikonkretkan.

Einstein akan menunjukkan bahwa: montase membentuk ketegangan dialektika dalam film yang melibatkan pikiran pemirsa—intelek & imajinasi—& Disney mungkin menambahkan (jika ia mampu berideologi) bahwa animasi meningkatkan efek ini karena animasi, pada dasarnya, sepenuhnya terdiri dari montase. Film juga memiliki “keajaiban”. Diberikan. Tetapi dari sudut pandang struktur, kita telah jauh dari teater voodoo & shamanisme demokratis—kita sangat dekat dengan komodifikasi imajinasi, & pada keterasingan hubungan komoditas. Kita hampir melepaskan kekuatan penerbangan kita, bahkan penerbangan-impian.

Buku? Sebagai media, buku hanya menyampaikan kata-kata—tidak ada suara, pemandangan, bau, atau rasa, semuanya diserahkan kepada imajinasi pembaca. Baik … Tapi tidak ada yang “demokratis” tentang buku. Penulis/penerbit memproduksi, Anda konsumsi. Buku menarik bagi orang-orang “imajinatif”, mungkin, tetapi semua aktivitas imajiner mereka benar-benar menjadi pasif, duduk sendirian dengan sebuah buku, membiarkan orang lain menceritakan kisahnya. Keajaiban buku memiliki sesuatu yang menyeramkan, seperti di Perpustakaan Borges. Gagasan Gereja tentang daftar buku terkutuk mungkin tidak cukup jauh—karena dalam arti tertentu, semua buku terkutuk. Eros teks adalah penyimpangan—walaupun, bagaimanapun, eros itu adalah salah satu yang membuat kita kecanduan, & tidak terburu-buru untuk menendangnya.

Adapun radio, jelas merupakan media ketidakhadiran—seperti buku, hanya sedikit lebih, karena buku meninggalkan Anda sendirian dalam terang, sedangkan radio meninggalkan Anda sendirian dalam kegelapan. Kepasifan yang lebih parah dari “pendengar” terungkap oleh fakta bahwa pengiklan membayar tempat di radio, bukan di buku (atau tidak banyak yang memasang iklan di buku). Kendati demikian, radio meninggalkan lebih banyak “pekerjaan” imajinatif bagi pendengar daripada, katakanlah, televisi. Keajaiban radio: seseorang dapat menggunakannya untuk mendengarkan radiasi bintik matahari, badai di Jupiter, desing komet. Radio kuno; disitulah letak daya tariknya. Pengkhotbah radio berkata, “Put your haaaands on the ‘Radio’, brothers & sisters, & rasakan kekuatan heeeeeaaaaaling dari ‘Kata-Kata’!” Radio Voodoo?

(Catatan: Analisis serupa terhadap musik rekaman dapat dilakukan: yaitu, bahwa musik itu mengasingkan tetapi belum terasing. Rekaman menggantikan music-making amatir keluarga. Musik rekaman ada di mana-mana, terlalu mudah—yang tidak ada bukanlah hal yang langka. Namun, ada banyak hal yang bisa dikatakan untuk musik 78-an tua yang serak dan diputar di stasiun radio saat larut malam—kilatan iluminasi yang tampaknya muncul di semua tingkat mediasi & mencapai kehadiran paradoks.)

Dalam pengertian inilah kita mungkin dapat mempercayai proposisi yang sebaliknya meragukan, bahwa “radio itu baik—televisi jahat!” Karena televisi menempati anak tangga terbawah dari skala imajinasi di media. Tidak, itu tidak benar. “Virtual Reality” bahkan lebih rendah. Tetapi, TV adalah media yang dimaksudkan oleh para Situasionis ketika mereka merujuk pada “Spektakel”. Televisi adalah media yang paling ingin diatasi oleh Immediatisme. Buku, teater, film & radio semuanya mempertahankan apa yang disebut Benjamin sebagai “jejak utopis” (setidaknya dalam potensi)—sisa terakhir dari dorongan melawan keterasingan, wewangian terakhir dari imajinasi. Namun, TV dimulai dengan menghapus bahkan jejak itu. Tidak heran penyiar video pertama adalah Nazi. TV adalah imajinasi seperti apa yang disebut virus bagi DNA. Tamat. Di luar TV hanya ada ranah infra-media tanpa ruang/tanpa waktu, instanitas & ekstasi Tek-Kom, kecepatan murni, pengunduhan kesadaran ke dalam mesin, ke dalam program—dengan kata lain, neraka.

Apakah ini berarti bahwa, Immediatisme ingin “menghapus televisi”? Tidak, tentu tidak—karena Immediatisme ingin menjadi permainan, bukan gerakan politik, & tentu saja bukan revolusi dengan kekuatan untuk menghapus media apapun. Tujuan Immediatisme harus positif, bukan negatif. Kita merasa tidak ada panggilan untuk menghilangkan “alat produksi” (atau bahkan reproduksi) apapun yang mungkin suatu hari nanti jatuh ke tangan “seseorang.”

Kita telah menganalisis media dengan menanyakan berapa banyak imajinasi yang terlibat di masing-masingnya, & berapa banyak timbal baliknya, semata-mata untuk menerapkan bagi diri kita sendiri cara paling efektif untuk memecahkan masalah yang digariskan oleh Nietzsche & yang dirasakan begitu menyakitkan oleh Artaud: masalah keterasingan. Untuk tugas ini, kita memerlukan hierarki media yang kasar, sarana untuk mengukur potensinya untuk penggunaannya oleh kita. Kira-kira, semakin banyak imajinasi yang dibebaskan & dibagikan, semakin bermanfaat mediumnya.

Mungkin kita tidak bisa lagi memanggil arwah untuk merasuki kita, atau mengunjungi alam mereka seperti yang dilakukan para shaman. Mungkin tidak ada roh seperti itu, atau mungkin kita terlalu “beradab” untuk mengenali mereka. Atau mungkin tidak. Imajinasi kreatif, bagaimanapun, tetap menjadi kenyataan bagi kita—& sesuatu yang harus kita jelajahi, bahkan dengan harapan sia-sia akan keselamatan kita.

LASCAUX[60]

Setiap budaya (atau juga setiap budaya urban/agrikultur utama) memiliki dua mitos yang tampaknya saling bertentangan: mitos Degenerasi & mitos Kemajuan. Réné Guénon & kaum neo-tradisionalis suka berpura-pura bahwa tidak ada budaya kuno yang pernah percaya pada Kemajuan, tetapi tentu saja mereka semua percaya.

Salah satu versi mitos Degenerasi dalam budaya Indo-Eropa berpusat pada citra logam: emas, perak, perunggu, besi. Tapi, bagaimana dengan mitos di mana Kronos & para Titan dihancurkan untuk memberi jalan bagi Zeus & para Olympian?—sebuah kisah yang sejajar dengan Tiamat & Marduk, atau Leviathan & Jah. Dalam mitos-mitos “Kemajuan” ini, panteon[61] “feminin” yang chthonic[62], kacau, membumi (atau terikat dengan air) … digantikan oleh panteon “laki-laki” yang surgawi, tertib, dan kemudian dirohanikan. Apakah ini bukan langkah maju dalam Waktu? Dan bukankah agama Buddha, Kristen, & Islam semuanya diklaim lebih baik dari paganisme?

Sebenarnya, tentu saja, kedua mitos—Degenerasi dan Kemajuan—melayani tujuan Kontrol & Masyarakat Kontrol. Keduanya mengakui bahwa, ‘sebelum keadaan sekarang ada sesuatu yang lain, suatu bentuk Sosial yang berbeda.’ Dalam kedua kasus, kita tampaknya melihat visi “ingatan-ras” dari Paleolitik, prasejarah manusia yang sangat lama dan tidak berubah. Dalam satu kasus, era itu dilihat sebagai kekacauan besar yang kejam; abad ke-18 tidak menemukan sudut pandang ini, tetapi menemukannya sudah diungkapkan dalam budaya Klasik & Kristen. Dalam kasus lain, primordial dipandang sebagai berharga, polos, lebih bahagia, & lebih mudah daripada saat ini, lebih numinus[63] daripada saat ini—tetapi lenyap tanpa dapat dipulihkan kembali, tidak mungkin bisa dipulihkan kecuali melalui kematian.

Jadi, bagi semua penyembah Ketertiban yang setia & antusias, Ketertiban menampilkan dirinya jauh lebih sempurna daripada Kekacauan orisinil manapun; sedangkan untuk calon musuh Ketertiban yang tidak terpengaruh, Ketertiban menampilkan dirinya sebagai kejam & opresif (“besi”) namun fatalnya benar-benar tidak dapat dihindari—bahkan, omipoten.

Dalam kedua kasus tersebut, para mitos Ketertiban tidak akan mengakui bahwa “Kekacauan” atau “Zaman Keemasan” masih bisa eksis di masa sekarang, atau bahwa mereka memang eksis di masa sekarang, di sini & sekarang, nyata—namun ditekan oleh totalitas ilusi dari Serikat Ketertiban. Bagaimanapun kita percaya bahwa “paleolitik” (yang tak lebih dan tak kurang mitos daripada “kekacauan” atau “zaman keemasan”) memang eksis, bahkan sekarang sebagai semacam ketidaksadaran dalam sosial. Kita juga percaya bahwa seiring berakhirnya Era Industri, & dengannya “revolusi agrikultur” Neolitikum yang terakhir, & dengan itu juga pembusukan agama-agama Ketertiban terakhir, bahwa “materi tertindas” ini akan sekali lagi terungkap. Apa lagi yang bisa kita tunjukkan ketika kita berbicara tentang “nomadisme psikis” atau “hilangnya Sosial”?

Berakhirnya Zaman Modern bukan berarti kembali KE zaman Paleolitikum, melainkan kembaliNYA zaman Paleolitikum.

Antropologi pasca-klasik (atau pasca-akademik) telah mempersiapkan kita untuk kembalinya zaman yang direpresi ini, karena baru-baru belakangan ini kita memahami & bersimpati dengan masyarakat pemburu/peramu. Gua-gua Lascaux ditemukan kembali tepat ketika mereka perlu ditemukan kembali, karena tidak ada orang Romawi kuno atau orang Kristen abad pertengahan atau kaum rasionalis abad ke-18 yang pernah menganggapnya indah atau penting. Di gua-gua ini (simbol arkeologi kesadaran) kita menemukan seniman yang menciptakannya; kita menemukan mereka sebagai nenek moyang, & juga sebagai diri kita sendiri, hidup & hadir.

Paul Goodman pernah mendefinisikan anarkisme sebagai “konservatisme neolitik.” Cerdas, tetapi tidak akurat. Anarkisme (atau setidaknya Anarkisme Ontologis) tidak lagi bersimpati dengan petani agrikultur, melainkan bersimpati dengan struktur sosial non-otoriter & ekonomi pra-nilai-surplus dari pemburu/peramu. Selain itu, kita tidak dapat menggambarkan simpati ini sebagai “konservatif.” Istilah yang lebih baik adalah “radikal”, karena kita telah menemukan akar kita di Zaman Batu Tua, semacam hadiah abadi. Kita tidak ingin kembali ke teknologi material masa lalu (kita tidak memiliki hasrat untuk mengebom diri kita kembali ke Zaman Batu), melainkan untuk kembalinya teknologi psikis yang kita lupa kita rasuki.

Fakta bahwa kita menemukan Lascaux yang indah, berarti Babel akhirnya mulai jatuh. Anarkisme mungkin lebih merupakan gejala daripada penyebab pencairan ini. Terlepas dari imajinasi utopis kita, kita tidak tahu apa yang diharapkan. Tapi kita, setidaknya, siap untuk hanyut ke dalam ‘yang tidak diketahui’. Bagi kita, ini adalah petualangan, bukan Akhir Dunia. Kita telah menyambut kembalinya Kekacauan, karena bersama dengan bahaya, akhirnya datang kesempatan untuk menciptakan.

VERNISSAGE[64]

Apa yang lucu dari Seni?

Apakah Seni ditertawakan sampai mati oleh kaum Dadais? Atau mungkin sardonisida[65] ini terjadi lebih awal, dengan penampilan pertama Ubu Roi[66]? Atau dengan tawa sarkastik Baudelaire[67] dalam opera, yang begitu mengganggu teman-teman borjuisnya yang baik?

Yang lucu dari Seni (meskipun lebih ke lucu-aneh daripada lucu-hahaha) adalah pemandangan mayat yang menolak untuk berbaring, jambore zombie ini, pertunjukan boneka charnel dengan semua tali yang melekat pada Kapital (buncit ala plutokrat Diego Rivera), simulakrum[68] yang sekarat ini menyentak dengan hingar-bingar, berpura-pura menjadi satu-satunya makhluk paling hidup di alam semesta.

Dalam menghadapi ironi seperti ini, kegandaan yang begitu ekstrem hingga menjadi jurang yang tak bisa dilewati, kekuatan penyembuh tawa-dalam-seni apapun hanya bisa dicurigai, properti ilusif dari elit yang ditunjuk-sendiri atau pseudo-avant-garde . Untuk memperoleh avant-garde sejati, Seni harus pergi ke suatu tempat, & ini sudah lama tidak terjadi lagi. Kita menyinggung Rivera[69]; pasti tidak ada lagi seniman politik yang benar-benar lucu telah melukis di abad kita—tapi buat apa? Trotskisme! Jalan buntu paling mematikan dari politik abad kedua puluh! Tidak ada kekuatan penyembuhan di sini—hanya suara hampa ejekan tanpa daya, bergema di atas jurang.

Untuk menyembuhkan, petama, menghancurkan—& seni politik yang jatuh untuk menghancurkan target tawanya berakhir dengan memperkuat kekuatan yang ingin diserangnya. “Apa yang tidak membunuhku membuatku lebih kuat,” ejek sosok babi di topinya yang mengilap (mengejek Nietzsche, tentu saja, Nietzsche yang malang, yang mencoba tertawa sepanjang abad kesembilan belas sampai mati, tetapi berakhir dengan menjadi mayat hidup; yang mana saudara perempuannya mengikatkan tali ke anggota tubuhnya untuk membuatnya menari kepada fasis).

Tidak ada yang sangat misterius atau metafisik tentang prosesnya. Keadaan, kemiskinan, pernah memaksa Rivera untuk menerima komisi agar datang ke AS & melukis mural—untuk Rockfeller[70]!—sang babi Wall Street yang sangat tipikal! Rivera menjadikan karyanya sebagai bagian dari agitprop untuk Komite—& kemudian Rockfeller menghapusnya. Seolah-olah ini tidak cukup lucu, lelucon sebenarnya adalah bahwa Rockfeller bisa menikmati kemenangan lebih manis dengan tidak menghancurkan Seni, parasit ompong dari dekorator interior, lelucon itu.

Impian Romantisisme: bahwa dunia-realitas nilai-nilai borjuis entah bagaimana dapat dibujuk untuk mengkonsumsi, mengambil ke dalam dirinya sendiri, sebuah seni yang pada awalnya tampak seperti semua seni lainnya (buku untuk dibaca, lukisan untuk digantung di dinding, dll.), tetapi yang secara diam-diam akan menginfeksi realitas itu dengan sesuatu yang lain, yang akan mengubah cara ia melihat dirinya sendiri, menjungkirbalikkannya, menggantinya dengan nilai-nilai seni yang revolusioner.

Ini juga merupakan mimpi yang diimpikan oleh Surealisme. Bahkan Dada, meskipun terlihat sinisisme, masih berani berharap. Dari Romantisisme hingga Situasionisme, dari Blake hingga 1968, mimpi kesuksesan setiap hari kemarin menjadi dekorasi ruang tamu setiap hari esok—dibeli, dikunyah, direproduksi, dijual, dikirim ke museum, perpustakaan, universitas, & makam lainnya, terlupakan, hilang, dibangkitkan, berubah menjadi nostalgia-gila, direproduksi, dijual, dst, dst, sampai memualkan.

Untuk memahami seberapa menyeluruh Cruikshank atau Daumier atau Grandville atau Rivera atau Tzara atau Duchamp menghancurkan pandangan dunia borjuis pada masanya, seseorang harus mengubur diri dalam badai referensi sejarah & berhalusinasi—karena sebenarnya penghancuran-demi-tawa adalah kesuksesan teoretis tetapi kegagalan nyata—bobot mati dari ilusi gagal mengalah bahkan satu inci pun dalam badai tawa, serangan tawa. Bukan masyarakat borjuis yang runtuh, melainkan seni.

Dilihat dari trik yang telah dimainkan pada kita, tampak bagi kita seolah-olah seniman kontemporer dihadapkan pada dua pilihan (karena bunuh diri bukanlah solusi): satu, terus, terus melancarkan serangan demi serangan, gerakan demi gerakan, dengan harapan bahwa suatu hari (segera) “sesuatu” itu akan menjadi sangat lemah, begitu kosong, sehingga akan menguap & tiba-tiba meninggalkan kita sendirian di lapangan; atau, dua, untuk memulai sekarang juga, hiduplah seolah-olah pertempuran telah dimenangkan, seolah-olah hari ini sang seniman bukan lagi orang yang istimewa, tetapi setiap orang adalah seniman yang istimewa. (Inilah yang oleh kaum Situasionis disebut “supresi & realisasi seni”).

Kedua opsi ini sangatlah “mustahil”, sehingga bertindak atas salah satu dari keduanya hanya akan menjadi lelucon. Kita tidak perlu membuat karya seni yang “lucu” karena membuat karya seni saja sudah cukup lucu untuk membuat kita gusar. Tapi setidaknya, itu akan menjadi lelucon kita. Siapa yang dapat mengatakan dengan pasti bahwa, kita akan gagal? (“Saya suka tidak mengetahui masa depan”—Nietzsche). Namun, untuk mulai memainkan permainan ini, kita mungkin harus menetapkan aturan tertentu untuk diri kita sendiri:

  1. Tidak ada masalah. Tidak ada hal seperti seksisme, fasisme, spesiesisme, lookisme[71], atau “isu waralaba” lainnya yang dapat dipisahkan dari kompleks sosial & diperlakukan dengan “wacana” sebagai “masalah”. Yang eksis hanyalah totalitas yang memasukkan semua “masalah” ilusif ini ke dalam kepalsuan total dari wacananya, sehingga menjadikan semua opini, pro & kontra, menjadi sekadar komoditas pemikiran untuk dibeli & dijual. Dan totalitas ini sendiri adalah ilusi, mimpi buruk jahat yang darinya kita mencoba (melalui seni, atau humor, atau dengan cara lain) untuk bangkit.

  2. Sebisa mungkin, apapun yang kita lakukan harus dilakukan di luar struktur psikis/ekonomi yang dibentuk oleh totalitas sebagai ruang yang diperbolehkan untuk permainan seni. Anda bertanya, bagaimana kita mencari nafkah tanpa galeri, agen, museum, penerbitan komersial, NEA, & lembaga kesejahteraan seni lainnya? Oh, baiklah, seseorang tidak perlu meminta yang tidak mungkin. Tetapi, seseorang memang harus menuntut yang “tidak mungkin”—atau mengapa seseorang menjadi seniman?! Tidaklah cukup untuk menduduki kursi khusus burung-kucing suci yang disebut Seni untuk mengejek kebodohan & ketidakadilan dunia “persegi”. Seni adalah bagian dari masalah. Dunia Seni memiliki kepalanya di atas pantatnya, & menjadi perlu untuk melepaskan diri—atau hidup di lanskap yang penuh dengan kotoran.

  3. Tentu saja seseorang harus terus “mencari penghidupan” entah bagaimana—tetapi yang terpenting adalah mencari hidup. Apapun yang kita lakukan, pilihan manapun yang kita pilih (mungkin semuanya), atau betapapun buruknya kita berkompromi, kita harus berdoa untuk tidak pernah salah mengira seni sebagai kehidupan: Seni itu singkat, Hidup itu panjang. Kita harus berusaha dan bersiap untuk hanyut, berpindah-pindah, menyelinap keluar dari semua jaring, tidak pernah menetap, hidup melalui banyak seni, membuat hidup kita lebih baik daripada seni kita, menjadikan seni sebagai kebanggaan kita daripada alasan kita.

  4. Tawa penyembuhan (berlawanan dengan tawa beracun & korosif) hanya dapat muncul dari seni yang serius—serius—tetapi tidak sadar. Morbiditas tanpa ujung, nihilisme sinis, kesembronoan pasca-modern yang trendi, merengek/mengejek/merintih (kultus liberal “korban”), kelelahan, hiperkonformitas ironis Baudrillardian—tidak satupun dari pilihan ini yang cukup serius, & pada saat yang sama, tidak ada yang cukup memabukkan untuk sesuai dengan tujuan kita, apalagi mengundang tawa kita.

RAW VISION

Kategori seni naif, seni brutal, & seni gila atau eksentrik, yang menaungi berbagai & lebih lanjut kategori seni neo-primitif atau urban-primitif—semua cara kategorisasi & labelisasi seni ini tetap tidak masuk akal:—yaitu, tidak hanya pada akhirnya tidak berguna, tetapi juga pada dasarnya tidak sensual, tidak berhubungan dengan tubuh & hasrat. Apa yang sebenarnya mencirikan semua bentuk seni ini? Bukan marjinalitas mereka dalam hubungannya dengan seni/wacana mainstream?! Jika kita mengatakan bahwa ada wacana “pasca-modernis” yang sedang berlangsung, maka konsep “marjin” tidak lagi memiliki arti apapun. Pasca-pasca-modernisme, bagaimanapun, bahkan tidak akan mengakui eksistensi wacana apapun. Seni tersungkur diam. Tidak ada lagi kategori, apalagi peta “pusat” & “marjin.” Kita bebas dari semua omong kosong itu, betul kan?

Salah. Karena ada satu kategori yang bertahan: Modal. Kapitalisme paling-Akhir. Spektakel, Simulasi, Babel, apapun yang ingin Anda sebut.. Semua seni dapat diposisikan atau diberi label dalam kaitannya dengan “wacana” ini. Malah justru & hanya dalam kaitannya dengan spektakel-komoditas “metafisik” inilah seni “luar[72]” harus dipanggil segera. Ia tidak melewati para-medium spektakel. Ia dimaksudkan hanya untuk artis & “rombongan langsung” artis (teman, keluarga, tetangga, suku); & ia hanya berpartisipasi dalam ekonomi “hadiah” timbal balik positif. Oleh karena itu, hanya non-kategori “Immediatisme” ini yang dapat mendekati pemahaman & pertahanan yang memadai tentang aspek tubuh seni “orang luar”, hubungannya dengan indra & hasrat, & penghindarannya atau bahkan ketidaktahuan terhadap mediasi/alienasi yang melekat dalam rekuperasi spektakuler & reproduksi. Ingatlah, hal ini tidak ada hubungannya dengan konten genre “luar”, juga tidak menyangkut bentuk atau intensi karya, atau kenaifan dan pengetahuan seniman atau penerima seni. “Immediatisme”-nya semata-mata terletak pada sarana produksi imajinernya. Ia mengkomunikasikan atau “diberikan” dari orang ke orang, “dada ke dada” seperti yang dikatakan para sufi, tanpa melewati mekanisme distorsi dari para-medium yang spektakuler.

Ketika seni grafiti Yugoslavia atau Haiti atau NYC “ditemukan” & dikomodifikasi, hasilnya gagal memenuhi beberapa poin:—(1) dalam hal pseudo-wacana “Dunia Seni”, semua yang disebut “naif” ditakdirkan untuk tetap kuno, bahkan campy[73], & jelas marjinal—bahkan ketika itu menuntut harga yang tinggi (untuk satu atau dua tahun). Masuknya seni luar secara paksa ke dalam spektakel komoditas adalah suatu penghinaan. (2) Rekuperasi sebagai komoditas melibatkan seniman dalam “timbal balik negatif”—yaitu, di mana pertama-tama seniman “menerima inspirasi” sebagai hadiah gratis, & kemudian “memberikan sumbangan” langsung kepada orang lain, yang mungkin atau mungkin tidak “memberi kembali” pemahaman mereka, atau mistifikasi, atau kalkun & sebotol bir (timbal balik positif), seniman sekarang pertama-tama menciptakan uang & menerima uang, sementara aspek pertukaran “hadiah” surut ke tingkat makna sekunder & akhirnya mulai memudar (timbal balik negatif). Akhirnya kita memiliki seni wisata, & hiburan yang merendahkan, & kemudian kebosanan yang merendahkan, dari mereka yang tidak akan lagi membayar untuk yang “tidak autentik.” (3) Atau, Dunia Seni memvampirkan energi orang luar, menyedot semuanya & kemudian menyerahkan mayatnya ke dunia periklanan atau dunia hiburan “populer”. Dengan reproduksi ini, seni akhirnya kehilangan “aura” & mengerut & mati. Benar, “jejak utopis” mungkin tetap ada, tetapi pada dasarnya seni telah dikhianati.

Ketidakadilan istilah-istilah seperti seni “gila” atau “neo-primitif” terletak pada kenyataan bahwa: seni ini tidak hanya diproduksi oleh orang gila atau polos, tetapi oleh semua orang yang menghindari keterasingan para-medium. Daya tariknya yang sebenarnya terletak pada aura intens yang diperolehnya melalui kehadiran imajiner langsung, tidak hanya dalam gaya atau konten “visioner”, tetapi yang paling penting hanya dengan kehadirannya (yaitu, “di sini” & itu adalah “hadiah”). Dalam pengertian ini, ia lebih, tidak kurang, lebih mulia daripada seni “arus utama” era pasca-modern—yang justru seni keabsenan ketimbang kehadiran.

Satu-satunya cara yang adil (atau “cara yang indah,” seperti yang dikatakan Hopi) untuk memperlakukan seni “luar” tampaknya adalah dengan merahasiakannya—menolak untuk mendefinisikannya—untuk menyebarkannya secara rahasia, orang-ke-orang, dada-ke-dada—daripada menyebarkannya melalui para-medium (jurnal berkilap, kuartal, galeri, museum, buku meja-kopi, MTV, dll.). Atau bahkan lebih baik:—menjadi diri kita sendiri yang “gila” & “polos”—karena Babel akan melabeli kita, ketika kita tidak menyembah atau mengkritiknya lagi—ketika kita telah melupakannya (tetapi tidak “mengampuninya!); & ingat, diri kenabian kita sendiri, tubuh kita, “kehendak sejati” kita.

POTLATCH[74] IMMEDIATIS

i

Nomor apapun bisa dimainkan, tetapi nomornya harus ditentukan sebelumnya. Enam sampai 25 tampaknya benar.

ii

Struktur dasarnya adalah perjamuan atau piknik. Setiap pemain harus membawa piring atau botol, dll., dalam jumlah yang cukup sehingga setiap orang mendapat setidaknya satu porsi. Hidangan dapat disiapkan atau diselesaikan di tempat, tetapi tidak ada yang harus dibeli dalam keadaan sudah jadi (kecuali anggur & bir, meskipun idealnya hidangan ini dibuat di rumah). Semakin rumit hidangannya, semakin baik. Mencoba menjadikannya memorable. Menu tidak perlu diatur agar mengejutkan (walaupun ini adalah pilihan)—beberapa kelompok mungkin ingin mengkoordinasikan jamuan makan mereka untuk menghindari duplikasi atau bentrokan [bentrok menu: dalam artian menu dobel]. Perjamuan juga mungkin bisa memiliki tema & setiap pemain bisa bertanggung jawab atas hidangan yang diberikan (makanan pembuka, sup, ikan, sayuran, daging, salad, makanan penutup, es, keju, dll.). Tema yang disarankan: Gastrosofi[75] Fourier—Surrealisme—Suku Native Amerika—Hitam & Merah (semua makanan berwarna hitam atau merah untuk menghormati anarki)—dll.

iii

Perjamuan harus dilakukan dengan tingkat formalitas tertentu: bersulang, misalnya. Mungkin “berpakaian untuk makan malam” dalam beberapa cara? (Bayangkan misalnya bahwa: tema perjamuan adalah “Surrealisme”; konsep “berpakaian untuk makan malam” memiliki arti tertentu). Musik live di perjamuan akan baik-baik saja, asalkan beberapa pemain puas tampil untuk yang lain sebagai “hadiah” mereka, & makan nanti. (Musik yang direkam tidak tepat.)

iv

Tujuan utama dari potlatch tentu saja adalah pemberian-hadiah. Setiap pemain harus datang dengan satu atau lebih hadiah & pergi dengan satu atau lebih hadiah yang berbeda. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa cara: (a) Setiap pemain membawa satu hadiah & memberikannya kepada orang yang duduk di sebelah mereka di meja (atau susunan yang serupa); (b) Setiap orang membawa hadiah untuk setiap tamu lainnya. Pilihannya mungkin tergantung pada jumlah pemain, dengan (a) lebih baik untuk kelompok yang lebih besar & (b) untuk pertemuan yang lebih kecil. Jika pilihannya adalah (b), Anda mungkin ingin memutuskan terlebih dahulu apakah hadiahnya harus sama atau berbeda. Misalnya, jika saya bermain dengan lima orang, apakah saya membawa (katakanlah) lima dasi yang dilukis dengan tangan, atau lima hadiah yang sama sekali berbeda? Dan apakah hadiah akan diberikan secara khusus kepada orang-orang tertentu (dalam hal ini, hadiah tersebut mungkin dibuat sesuai dengan kepribadian penerima), atau akan dibagikan dengan undian?

v

Hadiah harus dibuat oleh para pemain, bukan barang-jadi. Ini sangat penting. Elemen pra-manufaktur dapat digunakan untuk membuat hadiah, tetapi setiap hadiah harus merupakan karya seni sendiri. Jika misalnya, saya membawa lima dasi yang dilukis dengan tangan, saya harus melukis masing-masingnya sendiri, baik dengan desain yang sama atau dengan desain yang berbeda, meskipun saya mungkin diperbolehkan membeli dasi yang sudah jadi untuk dikerjakan.

vi

Hadiah tidak harus berupa benda fisik. Hadiah satu pemain mungkin berupa musik live saat makan malam, hadiah lainnya mungkin berupa pertunjukan. Namun, harus diingat bahwa, dalam potlatches Amerika-indian, hadiah seharusnya luar biasa & bahkan merusak bagi si pemberi. Menurut pendapat saya, objek fisik adalah yang terbaik, & harus sebaik mungkin—tidak harus mahal, tetapi sangat mengesankan. Potlatch tradisional melibatkan prestise-pemenang. Pemain harus merasakan semangat kompetitif untuk memberi, determinasi untuk membuat hadiah yang benar-benar mewah atau bernilai. Kelompok mungkin ingin menetapkan aturan sebelumnya tentang hal ini—beberapa mungkin ingin bersikeras pada objek fisik, dalam hal ini, musik atau pertunjukan hanya akan menjadi tindakan kemurahan hati ekstra, tetapi bisa dikatakan hors de potlatch[76].

vii

Bagaimanapun, potlatch kita adalah non-tradisional: secara teoritis, semua pemain adalah pemenang—semua orang memberi & menerima secara setara. Namun, tidak dapat disangkal bahwa: pemain yang membosankan atau pelit akan kehilangan prestige, sementara pemain yang imajinatif dan/atau dermawan akan mendapatkan “wajah”. Dalam potlatch yang benar-benar sukses, setiap pemain akan sama-sama bermurah hati, sehingga semua pemain akan sama-sama senang. Ketidakpastian hasil menambah semangat keacakan untuk acara tersebut.

viii

Tuan rumah, yang menyediakan tempat, tentu saja akan mendapat kesulitan & biaya ekstra, sehingga potlatch yang ideal akan menjadi bagian dari seri di mana setiap pemain mengambil giliran sebagai tuan rumah [di-rolling]. Dalam hal ini, kompetisi lain untuk prestise akan terjadi selama series:—siapa yang akan memberikan hospitality yang paling memorable? Beberapa kelompok mungkin ingin menetapkan aturan yang membatasi tugas tuan rumah, sementara yang lain mungkin ingin membiarkan tuan rumah bebas untuk membuat orang lain takjub; namun, dalam kasus terakhir, harus benar-benar ada rangkaian acara yang lengkap, sehingga tidak ada yang perlu merasa dicurangi, atau superior, dalam kaitannya dengan pemain lain. Tetapi, di beberapa area & untuk beberapa grup, seluruh rangkaian mungkin tidak layak. Di New York misalnya, tidak semua orang memiliki cukup ruang untuk menjadi tuan rumah, bahkan pesta kecil sekalipun. Dalam hal ini, tuan rumah pasti akan memenangkan beberapa prestise ekstra. Kenapa tidak?

ix

Hadiah tidak boleh “berguna[77]”. Ia harus menarik perasaan. Beberapa kelompok mungkin lebih menyukai karya seni, yang lain mungkin lebih menyukai manisan & makanan rumahan, atau kemenyan & dupa emas, atau bahkan tindakan seksual[78]. Beberapa aturan dasar harus disepakati. Tidak ada mediasi yang boleh terlibat dalam pemberian—tidak ada kaset video, rekaman, bahan cetak, dll. Semua hadiah harus ada pada “seremoni” potlatch—yaitu, tidak ada tiket ke acara lain, tidak ada janji, tidak ada penundaan. Ingatlah bahwa tujuan permainan, serta aturan dasarnya, adalah untuk menghindari semua mediasi & bahkan representasi—untuk “hadir”, untuk memberikan “hadiah”.

KESUNYIAN

Masalahnya bukanlah terlalu banyak yang terungkap, melainkan bahwa setiap wahyu menemukan sponsornya, CEO-nya, kilau bulanannya, klon-tiruannya Judases & orang-orang penggantinya.

Anda tidak bisa sakit karena terlalu banyak pengetahuan—tetapi kita bisa menderita dari virtualisasi pengetahuan, keterasingannya dari kita & penggantiannya dengan perubahan atau simulakrum yang aneh—“data” yang sama, ya, tapi sekarang mati—seperti supermarket Sayuran; tidak ada “aura”.

Malaise[79] kita (1 Januari 1992) muncul dari ini: kita tidak mendengar bahasa, tetapi gema; atau lebih tepatnya, reproduksi ad infinitum[80] bahasa, refleksinya pada serangkaian refleksi itu sendiri, bahkan lebih referensial & korup. Perspektif vertijinus dari datascape VR ini membuat kita muak, karena tidak mengandung ruang tersembunyi, tidak ada opasitas istimewa.

Akses tanpa batas ke pengetahuan yang gagal berinteraksi dengan tubuh atau dengan imajinasi—sebenarnya cita-cita manichean dari pemikiran fleshless (tanpa-daging)—media/politik modern sebagai pemikiran gnostik murni, perenungan anestesi Archons & Aeons, bunuh diri orang-orang Terpilih …

Organik berarti: bersifat rahasia—mengeluarkan kerahasiaan seperti getah. Yang anorganik adalah demokrasi demonik—semuanya sama, tetapi sama-sama tidak berharga. Tidak ada hadiah, hanya komoditas. Manichaean menemukan riba. Pengetahuan dapat bertindak sebagai semacam racun, seperti yang ditunjukkan Nietzsche.

Di dalam yang organik (“Alam,” “kehidupan sehari-hari”) tertanam semacam kesunyian yang bukan hanya kebodohan, keburaman yang bukan sekadar ketidaktahuan—kerahasiaan yang juga merupakan afirmasi—kebijaksanaan yang tahu bagaimana bertindak, bagaimana untuk mengubah berbagai hal, dan bagaimana bernapas ke dalamnya.

Bukan “awan ketidaktahuan”—bukan “mistisisme”—kita tidak memiliki hasrat untuk menyerahkan diri kita lagi pada alasan menyedihkan yang kabur untuk fasisme—namun, kita mungkin menggunakan semacam sensenya kaum taois[81] tentang “hal-hal seperti itu”—“sebuah bunga tidak berbicara,” & tentu bukan alat kelamin yang menghadiahkan kita logos[82]. (Setelah dipikir-pikir, mungkin ini tidak sepenuhnya benar; bagaimanapun, mitos menawarkan kepada kita pola dasar Priapus, penis yang berbicara.) Seorang okultis akan bertanya bagaimana “mengerjakan” kesunyian ini—tetapi, kita lebih suka bertanya bagaimana cara memainkannya, seperti musisi, atau seperti anak laki-laki Heraclitus yang lucu.

Suasana hati yang buruk di mana setiap hari adalah sama. Kapan beberapa benjolan akan muncul dalam waktu yang mulus ini? Sulit dipercaya kembalinya Karnaval, dari Saturnalia[83]. Mungkin waktu telah berhenti di sini di Pleroma[84], di sini di dunia mimpi Gnostik di mana tubuh kita membusuk, tetapi “pikiran” kita diunduh ke dalam keabadian. Kita tahu begitu banyak—bagaimana mungkin kita tidak tahu jawaban atas pertanyaan yang paling menjengkelkan ini?

Karena jawabannya (seperti dalam “Harpocrates” Odilon Redon[85]) tidak dijawab dalam bahasa reproduksi tetapi dalam bahasa isyarat, sentuhan, bau, perburuan. Akhirnya, virtu[86] tidak dapat dilewati—makan & minum adalah makan & minum—orang udik pemalas yang membajak alur yang bengkok. Dunia Pengetahuan yang Luar Biasa telah berubah menjadi semacam PBS[87] Spesial dari Neraka. Saya menuntut lumpur asli di sungaiku, selada air asli. Mengapa, penduduk asli tidak hanya cemberut, mereka pendiam—benar-benar tidak komunikatif. Benar, gringo[88], kita bosan dengan survei, tes & kuesioner Anda yang busuk. Ada beberapa hal yang tidak boleh diketahui oleh birokrat—& jadi, ada beberapa hal yang bahkan harus dirahasiakan oleh para seniman. Ini bukanlah penyensoran-diri atau ketidaktahuan-diri. Ini adalah kebijaksanaan kosmik. Ini adalah penghormatan kita pada yang organik, alirannya yang tidak rata, arus balik & pusarannya, rawa & tempat persembunyiannya. Jika seni adalah “karya”, maka ia akan menjadi pengetahuan & akhirnya kehilangan kekuatan penebusannya & bahkan rasanya. Tetapi, jika seni adalah “permainan”, maka ia akan menyimpan rahasia & menceritakan rahasia yang akan tetap menjadi rahasia. Rahasia adalah untuk dibagikan, seperti semua rahasia Alam. Apakah pengetahuan itu jahat? Kita bukan bayangan-cermin Manichee[89] di sini—kita mengandalkan dialektika untuk memecahkan beberapa batu bata. Beberapa pengetahuan adalah dadata, beberapa adalah komodata. Beberapa pengetahuan adalah kebijaksanaan—beberapa hanya alasan untuk tidak melakukan apa-apa, tidak menginginkan apa-apa. Pengetahuan akademis belaka, misalnya, atau pengetahuan tentang posca-mod nihilis, menaungi alam UnDead—& UnBorn. Beberapa pengetahuan bernafas—beberapa pengetahuan tercekik. Apa yang kita ketahui & bagaimana kita mengetahuinya harus memiliki dasar dalam daging—seluruh daging, bukan hanya otak dalam toples formaldehida[90]. Pengetahuan yang kita inginkan bukanlah utilitarian atau “murni”, tetapi selebratis. Yang lainnya adalah sekumpulan hantu-data, “yang memberi isyarat adil” dari media, Kultus Kargo epistemologi Kapitalis paling-Akhir.

Jika saya bisa lepas dari suasana hati yang buruk ini, tentu saja saya akan melakukannya, & akan membawa Anda bersama saya. Yang kita butuhkan adalah sebuah rencana. Pembobolan penjara? terowongan? pistol yang diukir dari sabun, sendok yang diasah, file dalam kue? agama baru?

Biarkan aku menjadi uskup pengembaramu. Kita akan bermain dengan kesunyian & menjadikannya milik kita. Segera setelah Musim Semi datang. Sebuah batu di sungai, membagi turbulensinya. Visualisasikan: berlumut, basah, berwarna-cerah seperti tembaga giok yang memudar disambar petir saat hujan. Kodok besar seperti zamrud hidup, seperti Mayday. Kekuatan bios, seperti kekuatan busur atau kecapi, terletak pada punggung yang membungkuk.

KRITIK PENDENGAR

Untuk berbicara terlalu banyak & tidak didengar—itu sudah cukup memuakkan. Tetapi untuk mendapatkan pendengar—itu bisa lebih buruk. Pendengar berpikir bahwa mendengarkan saja sudah cukup—seolah-olah hasrat mereka yang sebenarnya adalah untuk mendengar dengan telinga orang lain, melihat dengan mata orang lain, merasakan dengan kulit orang lain …

Teks (atau siaran) yang akan mengubah realitas:—Rimbaud[91] memimpikan itu & kemudian menyerah dengan jijik. Tapi, dia menghibur terlalu halus sebuah ide tentang sihir. Kebenaran kasarnya mungkin adalah: bahwa teks hanya dapat mengubah realitas ketika mereka menginspirasi pembaca untuk melihat & bertindak, bukan hanya melihat. Kitab Suci pernah melakukan ini—tetapi Kitab Suci telah menjadi berhala. Melihat melalui matanya berarti memiliki (dalam pengertian Voodoo) patung—atau mayat.

Melihat, & literatur melihat, terlalu mudah. Pencerahan itu mudah. “Menjadi sufi itu mudah,” kata seorang syekh Persia kepada saya. Yang sulit adalah menjadi manusia. Pencerahan politik bahkan lebih mudah daripada pencerahan spiritual—tidak ada yang mengubah dunia atau bahkan diri sendiri. Sufisme & Situasionisme—atau shamanisme & anarki—teori yang pernah saya mainkan—hanya itu: teori, visi, cara melihat. Secara signifikan, praktik sufisme terdiri dari pengulangan kata-kata (dzikir). Tindakan ini sendiri adalah teks, & tidak lain adalah teks. Dan “praksis” anarko-situasionisme pun sama: teks, slogan di dinding. Sebuah momen pencerahan. Ya, itu tidak sepenuhnya tak berharga—tetapi setelah itu, apa yang akan berbeda?

Kita mungkin ingin membersihkan radio kita dari apapun yang tidak memiliki setidaknya kesempatan untuk memicu perbedaan itu. Seperti halnya buku-buku yang eksis dan telah mengilhami kejahatan yang mengguncang bumi, kita ingin menyiarkan teks-teks yang menyebabkan para pendengar merampas (atau setidaknya mengambil) kebahagiaan yang Tuhan sangkal dari kita. Desakan untuk membajak realitas. Tetapi, lebih dari itu, kita ingin membersihkan hidup kita dari segala sesuatu yang menghalangi atau menunda kita untuk berangkat—bukan untuk menjual senjata & budak di Abyssinia—bukan untuk menjadi perampok atau polisi—bukan untuk melarikan diri dari dunia atau untuk menguasainya—tetapi untuk membuka diri terhadap perbedaan.

Saya berbagi dengan seorang moralis yang paling reaksioner anggapan bahwa: seni benar-benar dapat mempengaruhi realitas dengan cara ini, & saya membenci kaum liberal yang mengatakan: semua seni harus diizinkan karena—bagaimanapun juga—itu kan cuma seni. Jadi saya telah mempraktikkan kategori penulisan & radio yang paling dibenci oleh kaum konservatif—pornografi & agitprop—dengan harapan menimbulkan masalah bagi pembaca/pendengar & bagi saya sendiri. Tetapi, saya menuduh diri saya tidak efektif, bahkan sia-sia. Tidak cukup berubah. Mungkin tidak ada yang berubah.

Pencerahan adalah semua yang kita miliki, & bahkan kita harus melepaskan diri dari cengkeraman para guru korup & intelektual kikuk yang ingin bunuh diri. Adapun seni kita—apa yang telah kita capai, selain menumpahkan darah kita untuk dunia hantu ide & gambar modis?

Menulis telah membawa kita ke batas di mana menulis mungkin mustahil. Teks apapun yang dapat bertahan dari terjun ke tepi ini—ke dalam jurang atau Abyssinia apapun yang terbentang di baliknya—harus dibuat dengan sendirinya, seperti gulungan-Dakini harta-tersembunyi yang ajaib di Tibet atau teks-spirit skrip-kecebong Taoisme— & benar-benar berpijar, seperti pesan teriakan terakhir dari seorang penyihir atau bidat yang dibakar di tiang pancang (mengutip Artaud).

"Saya bisa merasakan teks-teks ini bergetar tepat di balik tabir."

Bagaimana jika suasana hati harus menyerang kita untuk meninggalkan objektivitas seni & subjektivitas teori belaka? Untuk mengambil resiko abyss? Bagaimana jika tidak ada yang mengikuti? Jauh lebih baik, mungkin—kita mungkin menemukan persamaan kita di antara orang-orang Hyperborean[92]. Bagaimana jika kita menjadi gila? Ya—itulah risikonya. Bagaimana jika kita bosan? Ah …

Sudah beberapa waktu yang lalu kita menempatkan semua taruhan kita pada gangguan yang luar biasa ke dalam kehidupan sehari-hari—memenangkan beberapa, lalu kalah besar. Sufisme memang jauh lebih mudah. Menggadaikan semuanya, hingga coretan menyedihkan terakhir? Menggandakan taruhan kita? Mencurangi?

Seolah-olah ada malaikat di kamar sebelah di balik dinding tebal—berdebat? Sialan? Seseorang tidak dapat melihat satu kata pun.

Bisakah kita mempertahankan diri pada tanggal akhir ini untuk menjadi Penemu harta terpendam? Dan dengan teknik apa, melihat bahwa, justru teknik yang telah mengkhianati kita? Kekacauan indra, insureksi, kesalehan, puisi? Mengetahui bagaimana adalah trik mountebank[93] murahan. Tetapi, mengetahui apa mungkin seperti pengetahuan-diri ilahi—hal itu mungkin menciptakan ex nihilo[94].

Akhirnya, bagaimanapun, akan menjadi perlu untuk meninggalkan kota ini yang melayang-layang di tepi senja yang steril, seperti Hamelin[95] setelah semua anak-anak dibujuk pergi. Mungkin ada kota-kota lain, menempati ruang & waktu yang sama, tapi … berbeda. Dan mungkin ada hutan di mana pencerahan belaka dibayangi oleh cahaya hitam jaguar. Saya tidak tahu—& saya takut.


[1] Invensi (invention) secara harfiah berarti penemuan. Mengacu pada: kemampuan kreatif (creative ability). [Penerj.]

[2] Penyair Yunani separuh abad ke-8 SM. [Penerj.]

[3] Realisasi potensi. [Penerj.]

[4] Ressentiment sering juga disebut resentment, secara harfiah dapat berarti dendam, kebencian, atau kemarahan. Secara istilah, ressentiment berarti keinginan untuk hidup saleh; dan dengan demikian, memposisikan diri untuk menghakimi orang lain, membagi kesalahan, dan menentukan tanggung jawab. [Penerj.]

[5] Virtual Reality.

[6] Nobodaddy (Nama yang tidak sopan untuk) Tuhan, terutama jika dilihat secara antropomorfik. Istilah ini juga dapat berarti: seseorang yang tidak lagi dijunjung tinggi. [Penerj.]

[7] Gaya tari yang populer di tahun 1940-an dan 1950-an, dilakukan untuk mengayunkan musik atau rock and roll. Jive dapat juga berarti: suatu bentuk bahasa gaul yang diasosiasikan dengan musisi jazz kulit hitam Amerika. [Penerj.]

[8] Resistensi yang eksesif (berlebihan) terhadap perubahan. [Penerj.]

[9] Mentasi (mentation): pemikiran atau ide.

[10] Pembacaan puisi epic atau heroic dengan iringan kecapi, harpa, atau sejenisnya. [Penerj.]

[11] Simulasi komputer yang realistis dan mendalam dari dunia tiga dimensi, dibuat menggunakan perangkat lunak dan perangkat keras yang interaktif, dan dirasakan atau dikendalikan oleh gerakan tubuh. [Penerj.]

[12] Nama panggung musik di Bury, Inggris.

[13] Public Broadcasting Service.

[14] Music Television.

[15] Masyarakat Pembersihan. Purge bermakna: pemindahan posisi atau eksekusi orang-orang yang dianggap tidak diinginkan oleh mereka yang berkuasa dari suatu pemerintahan. [Penerj.]

[16] Masyarakat Pesta. Binge berarti: pesta minum-minum (mabuk). [Penerj.]

[17] Aktivitas spontan yang dilakukan oleh kolektif kreatif non-hierarkis untuk menghasilkan objek yang unik dan berguna serta indah, biasanya sebagai hadiah untuk seseorang yang terhubung dengan lingkaran.

[18] Dalam bahasa Inggris, diterjemahkan living picture. Adalah sekelompok orang yang diam dan tidak bergerak yang diatur untuk menirukan sebuah adegan atau insiden. [Penerj.]

[19] Sebuah permainan di mana setiap peserta bergiliran menulis atau menggambar pada selembar kertas, kemudian melipatnya untuk menyembunyikan gambaran/tulisannya, lalu memberikannya kepada pemain berikutnya untuk dilanjutkan. [Penerj.]

[20] Asosiasi atau organisasi rahasia bawah tanah Cina di AS. [Penerj.]

[21] Tradisi artistik Cina, terutama dalam seni dekoratif, desain taman, arsitektur, sastra, teater, dan musik. [Penerj.]

[22] Jouissance, kadang-kadang diterjemahkan sebagai “kenikmatan (enjoyment)”: sebuah gerakan di luar prinsip kesenangan (pleasure), di luar perbedaan kesenangan dan rasa sakit, sebuah perjalanan kekerasan di luar batas identitas, makna dan hukum. [Penerj.]

[23] Seseorang yang merokok ganja, terutama yang sudah menjadi kebiasaan. [Penerj.]

[24] Salah satu suku dari lima suku terbesar Cina; dalam hal ini konteksnya adalah penggulingan Dinasti Manchu. [Penerj.]

[25] Scylla (Skilla), dalam mitologi Yunani adalah monster laut yang dipinggangnya terdapat beberapa kepala anjing. [Penerj.]

[26] Charybdis (Kharibdis), dalam mitologi Yunani adalah monster laut anak dari Poseidon dan Gaia. Seluruh wajahnya berbentuk mulut. [Penerj.]

[27] Nama samaran dari Hans Widmer, seorang penulis dan anarkis Swiss. [Penerj.]

[28] Spesifiknya adalah, waktu luang yang digunakan untuk aktivitas kesenangan dan peningkatan kualitas diri. [Penerj.]

[29] Daun ganja asli Maroko yang menjadi selai atau kue. [Penerj.]

[30] Kue manis Prancis bertekstur kenyal yang dicelup pada sirup yang terbuat dari buah dan rum. [Penerj.]

[31] Kasar, berisik, bengis.

[32] Diksi asli yang digunakan penulis adalah spoiler, seseorang yang suka membocorkan sesuatu. [Penerj.]

[33] The Holy Vehm (atau Fehm): masyarakat main hakim sendiri yang bersifat rahasia (dibentuk pada pertengahan abad ketiga belas) yang terdiri dari orang-orang bebas dan rakyat jelata dengan tujuan untuk melindungi diri dari perampokan kelompok penjahat dan tentara bayaran yang berkeliaran di wilayah tanpa hukum antara Rhine dan Sungai Weser di Westphalia , Jerman. [Penerj.]

[34] Justice of Wanderer. Bersama Ascaco, Durruti dengan apik menghindari kejaran pihak berwenang (mengembara). Bahkan ada momen ketika melarikan diri dari penjara. [Penerj.]

[35] Nyanyian pendek tentang cinta.

[36] Hal ini muncul ketika … saat Positivisme dan sains (yang dianggap sebagai metode kebenran) sedang marak-maraknya, sampai disebut sebagai agama baru, Humanisme. Ketika pemikir seperti Popper dan Khun mengkritik positivisme dengan membangun teori baru, Paul Feyerabend mengkritiknya tanpa metode/teori yang dapat digeneralkan untuk menemukan kebenaran. Karena inilah, padangannya disebut sebagai anarkisme epistimologis. Pandangan kritisnya terhadap sains dan masyarakat modern (yang lahir dari sains) sangat lekat dengan anarkistik dan dadaistik. Ia mengungkapkan bahwa gagasan kebebasan adalah kerabat dekatnya dadaisme. [Penerj.]

[37] Club Med (Klub Med) merupakan singkatan dari Club Mediterranée. Sejarahnya klub ini adalah organisasi non-profit tempat uang tak ada nilainya, tempat di mana gelembung utopis: berbagai negara dapat bersatu dan melupakan perpecahan perang. Tidur di tenda-tenda pantai, berbagi makanan di bawah ponon pinus, berolahraga dan menghirup udara segar, serta menyanyikan lagu di depan api unggun di bawah sinar bulan. Tempat di mana tidak ada jam, tidak ada mobil, tidak ada kunci di puntu, tidak ada televisi. 3S (sea, sex, dan sun). Filosofi klub ini sederhana: “Tujuan dalam hidup adalah untuk menjadi bahagia. Tempat untuk menjadi bahagia yaitu disini. Dan waktu untuk bahagia adalah sekarang.” Itulah buah dari mimpi Gérard Blitz tahun 1950 bersama Gilbert Trigano, muncul Klub Med. Namun, saat ini Club Med telah di-rebranding dengan mewah dan menjadi bisnis yang tak lagi non-profit. Namanya ada di mana-mana, tak hanya di Prancis. [Penerj.]

[38] Kata dalam bahasa Jerman yang digunakan untuk menyampaikan gagasan tentang keadaan atau perasaan hangat, ramah, dan ceria. Dapat juga berarti kenyamanan, ketenangan pikiran, dan rasa akan kepemilikan dan kesejahteraan yang muncul dari penerimaan sosial. [Penerj.]

[39] Praktek berpikir atau membuat keputusan sebagai kelompok dengan cara yang menghambat kreativitas atau tanggung jawab individu. [Penerj.]

[40] Tubuh buatan.

[41] Nama dewa sembahan bangsa Amon.

[42] Akronim dari Agitasi dan Propaganda. [Penerj.]

[43] Tidak penting/berharga.

[44] Secara harfiah artinya: Akhir Abad.

[45] Seni untuk seni.

[46] Warhol di sini adalah Andy Warhol. Ia pernah terlibat kasus dengan seorang feminis radikal, Valerie Solanas, penulis SCUM Manifesto (Society of Cutting Up Men). Bagaimana cerita pertikaian mereka? Dapat dibaca dalam buku berjudul Manifesto Perlawanan Perempuan (Penerbit Odyssee) [Penerj.]

[47] Seorang pejuang revolusi, dokter, penulis, pemimpin gerilyawan, diplomat, dan pakar teori militer asal Argentina yang berhaluan Marxis. [Penerj.]

[48] Didaktikisme merupakan filosofi yang menekankan kualitas instruksional dan informatif dalam kesusastraan dan seni yang lain. Brechtian mengacu pada nama Bertolt Brecht yang merupakan seorang penulis, penyair, dan praktisi teater yang berasal dari Jerman. Pada saat Nazi berkuasa di Jerman, Brecht melakukan perlawanan dalam hal pemikiran untuk mendukung ideologi Nazi. [Penerj.]

[49] Proyek Pertanian Kenisah Rakyat (dikenal dengan “Jonestown”) adalah sebuah kampanye khusus yang didirikan oleh Kenisah Rakyat, kultus Amerika di bawah kepemimpinan pendeta Jim Jones, di utara Guyana. Kenisah Rakyat adalah Sayap Kebebasan pada 1954: sebuah organisasi keagamaan yang didirikan pada 1955 oleh Pendeta James Warren Jones (Jim Jones). Pada tahun 1960 organisasi ini berafiliasi dengan denominasi Protestan, Murid-murid Kristus. [Penerj.]

[50] Coffee-table book adalah istilah yang digunakan untuk: jenis buku yang mampu memanjakan mata pembacanya dengan foto-foto dan gambar-gambar yang menarik. [Penerj.]

[51] Teknologi-Komputer.

[52] Keceriaan spontan dan tak terarah. [Penerj.]

[53] Rhapsode atau rhapsodis, merujuk pada pemain atau artis profesional puisi epikYunani klasik di abad kelima dan keempat SM. [Penerj.]

[54] Amerika-Indian.

[55] Agama native (asli) orang Amerika. Vision Quest (Pencarian Visi) adalah pengalaman supernatural di mana seorang individu berusaha berinteraksi dengan roh penjaga, biasanya hewan yang diantropomorfisasi, untuk mendapatkan nasihat atau perlindungan. Agama ini paling sering ditemukan di antara penduduk asli Amerika Utara dan Selatan. [Penerj.]

[56] Dewa dalam agama voodoo Haiti. [Penerj.]

[57] Salah satu dari beberapa dewa kecil (di Nigeria selatan). Istilah ini juga digunakan di berbagai kultus agama di Amerika Selatan dan Karibia (seperti kepercayaan Santeria). [Penerj.]

[58] Key Signature dan Time Signature. Time signature: indikasi ritme yang mengikuti clef, umumnya dinyatakan sebagai pecahan dengan denominator mendefinisikan ketukan sebagai pembagian seluruh nada dan numerator memberikan jumlah ketukan di setiap bar. Key signature: salah satu dari beberapa kombinasi sharp atau flat setelah clef di awal setiap stave, menunjukkan kunci komposisi. [Penerj.]

[59] Gua Lascaux adalah gua yang di dalamnya terdapat beberapa peninggalan prasejarah tertua dan terbaik di dunia. Gua ini oleh Marcel Ravidat pada tahun 1940. Di dalam gua ini terdapat lukisan yang sebagian besar menggambarkan binatang. Lascaux adalah gua yang berada di Prancis ini sekitar 17.000 tahun. [Penerj.]

[60] Sekelompok orang yang sangat dihormati, terkenal, atau penting; atau semua dewa dari suatu bangsa atau agama secara kolektif. [Penerj.]

[61] Berkaitan dengan underworld (dunia bawah).

[62] Memiliki kualitas agama dan spiritual yang kuat.

[63] Vernissage (pratinjau): Penampilan privat lukisan sebelum pameran publik. [Penerj.]

[64] Diambil dari sardonicism: kritik atau ejekan yang tajam, menunjukkan kecerdassan, dan bersifat humoris atau sinis. Tambahan akhiran –sida pada kata sardon menambahkannya makna “pemusnahan”, seperti geno-sida, eko-sida, dll. [Penerj.]

[65] Ubu Roi adalah pertunjukan drama penulis Prancis Alfred Jarry, yang saat itu berusia 23 tahun. Pertunjukan ini pertama kali dilakukan di Paris pada 10 Desember 1896. [Penerj.]

[66] Charles Pierre Baudelaire adalah seorang penyair Prancis, pengkritik dan penerjemah berpengaruh pada abad kesembilan belas. [Penerj.]

[67] Simulakrum merujuk pada sebuah hal (baik nyata maupun khayal) yang tampak mengamati dan kemudian menjadi salinan dari realitas atau entitas yang telah hilang atau bahkan tidak memiliki dasar realitas asal apapun. [Penerj.]

[68] Pelukis bernama Diego Rivera.

[69] John Davidson Rockfeller: seorang pebisnis pemilik perusahaan minyak Standard Oil di AS akhir ada ke-19 sampai awal abad ke-20. [Penerj.]

[70] Prasangka atau diskriminasi berdasarkan penampilan fisik dan terutama penampilan fisik yang diyakini tidak sesuai dengan definisi masyarakat tentang kecantikan. [Penerj.]

[71] Outsider art (seni luar) adalah seni otodidak atau pembuat seni yang naif. Biasanya, mereka yang dilabeli sebagai seniman luar memiliki sedikit atau tidak ada kontak dengan dunia seni atau lembaga seni arus utama. Dalam banyak kasus, pekerjaan mereka ditemukan dan dikenal banyak orang hanya setelah kematian mereka. [Penerj.]

[72] Sengaja dibesar-besarkan dan bergaya teatrikal, biasanya untuk efek humor. [Penerj.]

[73] Potlatch adalah pesta seremonial suku Amerika-Indian (biasanya diadakan padamomen-momen seperti kelahiran, kematian, adopsi, pernikahan, dan acara besar lainnya) yang ditandai dengan pembagian hadiah terutama dengan harapan hadiah sebagai balasannya. [Penerj.]

[74] Ilmu atau seni good eating (makan yang baik). [Penerj.]

[75] Keluar dari potlatch.

[76] Dalam artian, pemberian hadiah berdasarkan kegunaan. [Penerj.]

[77] Untuk masyarakat rahasia dan bebas, hal ini adalah sesuatu yang wajar/lumrah. Selama dalam konteks hadiah, jouissance, dan tidak ada paksaan. Intinya consent. [Penerj.]

[78] Keresahan, kegelisahan, ketidakbahagiaan, rasa tidak enak.

[79] Tak terhingga.

[80] Taoisme adalah sebuah filosofi Cina berdasarkan tulisan Lao-tzu (abad ke-6 SM), menganjurkan kerendahan hati dan kesalehan agama. [Penerj.]

[81] Firman Tuhan, atau prinsip akal sehat dan tatanan kreatif. [Penerj.]

[82] Festival Romawi kuno dari Saturnus pada bulan Desember, yang merupakan periode umum kegembiraan dan merupakan pendahulu Natal. [Penerj.]

[83] Alam semesta spiritual sebagai tempat tinggal Tuhan dan sebagau totalitas kekuatan dan emanasi ilahi. [Penerj.]

[84] Ia adalah seorang pelukis simbolis, pegrafis, juru gambar dan pastelis asal Prancis. Pada Lukisan yang diambil tahun 1911, yang berjudul Silence, ia menunjukkan Harpocrates, dewa keheningan dan kerahasiaan Yunani kuno, mengekspresikan gerakan jiwa yang menggambarkan kebutuhan untuk menahan energi kita untuk mendengar suara hati kita. Tangan yang lain menyentuh daun telinga dengan gerakan yang menunjukkan mendengarkan secara mendalam.

[85] Kebajikan.

[86] Public Broadcasting Service.

[87] Orang asing. Stranger.

[88] Sebutan lain Manichaean, penganut Manichaeism.

[89] Gas tajam tak berwarna dalam larutan yang dibuat dengan mengoksidasi metanol. [Penerj.]

[90] Jean Nicolas Arthur Rimbaud adalah seorang penyair Prancis yang lahir di Charleville. Ia cukup memiliki pengaruh dalam bidang sastra, musik, dan seni modern. [Penerj.]

[91] Hyperborean atau Hyperborei merupakan nama sebuah ras raksasa dalam sejarah kuno yang hidup melalui udara dingin Boreas. [Penerj.]

[92] Seseorang yang menipu orang lain, terutama untuk mengelabui mereka dari uang mereka; seorang penipu. [Penerj.]

[93] Mantan nihilo: dari ketiadaan.

[94] Peniup Seruling dari Hamelin adalah tokoh dalam sebuah legenda menghilangnya anak-anak dari kota Hamelin (Hameln), Niedsachsen, Jerman, pada Abad Pertengahan. Kisah terawal mendeskripsikan tentang seorang peniup seruling, dengan pakaian berwarna-warni, memikat anak-anak untuk meninggalkan kota dan tidak pernah kembali lagi. [Penerj.]

[95] Alvin Born to Burn. (2021). Insomnia Nomor Sekian. Kumpulan Puisi