Hêlîn Asî

Menemukan Cinta Revolusioner di Dunia Keterasingan yang Mendalam

Cinta. Berapa banyak puisi yang telah ditulis, berapa banyak karya seni yang telah diciptakan, berapa banyak tinta yang tumpah tentang cinta? Karena alasan itulah umat manusia sejak itu mencoba mencari tahu rahasia dan keajaiban di balik cinta. Pada saat yang sama, makna dan substansi cinta tetap menjadi misteri. Hari ini, kita menemukan banyak definisi cinta yang berbeda. Terkadang dikatakan bahwa cinta bisa menyelamatkan kita semua, terkadang kita diberitahu bahwa cinta itu buta. Terkadang cinta menyakitkan, terkadang cinta berarti penyembuhan. Tetapi cinta macam apa yang sedang kita bicarakan dan dalam kondisi apa cinta itu bermakna dan bebas?

Ketika berbicara dan memikirkan cinta, kita harus mempertimbangkan kondisi sosial dan politik di zaman kita. Dalam masyarakat yang dibentuk oleh kapitalisme, egoisme, seksisme, dan keterasingan (diri), makna dan substansi cinta menjadi semakin tidak jelas dan tidak dapat dipahami. Kita hampir tidak dapat menangkap dan mengalami cinta lagi. Apa artinya mencintai, dalam kekacauan yang terlalu melelahkan di mana setiap orang menemukan diri mereka terkunci di antara anonimitas, konsumsi berlebihan, eksploitasi, dan perang? Sering kali, dan mungkin bahkan dapat dimengerti, konsep cinta kita dikembangkan untuk menghindari kehidupan sosial dan membangun gelembung cinta yang aman di tengah-tengah masyarakat yang egois dan keras. Tetapi pendekatan cinta semacam ini cepat atau lambat akan mengarah pada frustrasi dan kekecewaan.

Tidak hanya hubungan yang romantis, tetapi juga hubungan antara orang tua dan anak-anak, antara manusia dan alam dan antara individu dan masyarakat harus dianalisis dan direvolusi untuk membebaskan diri dari belenggu sistem kapitalis dan membuat cinta sejati menjadi sesuatu yang tidak mustahil. Ketika masyarakat umum berbicara tentang cinta, mereka biasanya mengartikannya sebagai hubungan monogami, heteroseksual antara seorang wanita dan seorang pria. Namun, seringkali tidak demikian, itu adalah yang lebih jauh dari cinta. Seksisme dan kekerasan yang halus, berpakaian seperti cinta, adalah bagian dari realitas yang sering disebut sebagai 'hubungan romantis'. Media arus utama dan sastra sering meromantisasi dan mengidealkan penguntit, pelecehan, serangan seksual dan peran gender. Karena itu cinta harus dianalisis dengan mempertimbangkan mekanisme seksisme, yang mengambil cinta dari kita semua.

Persaingan dan isolasi kepada perempuan* adalah salah satu alat patriarki tertua dan terkuat. Pertarungan melawan seksisme juga melibatkan perjuangan melawan budaya wanita yang mempermalukan, yang menghalangi gerakan feminis yang dibangun di atas solidaritas di antara wanita. Dalam konteks ini, media sosial telah memainkan peran penting dalam beberapa tahun terakhir. Banyak penulis, jurnalis, blogger, dan aktivis feminis telah mampu memengaruhi perkembangan kesadaran feminis yang sedang berkembang. Berbagai isu yang dibahas, juga termasuk perspektif queer, anti-kolonial, anti-rasis dan anti-kapitalis dalam feminisme, telah dibuat lebih tersedia melalui media sosial dan telah memberi kami peluang besar untuk terhubung dan berorganisasi secara global. Alih-alih mengintensifkan fokus yang berlebihan pada kecantikan fisik dan konsumsi, potensi media sosial dapat diarahkan pada pemberdayaan dan solidaritas, agar cinta yang revolusioner muncul dan tumbuh.

Tetapi hal penting dari semua itu adalah tentang lelaki patriarki yang harus belajar kembali tentang cinta dan pengalaman revolusi batin. Norma-norma sosial yang telah dikenakan pada laki-laki harus ditolak dan diperangi. Untuk benar-benar mencintai dan menghormati seseorang, tidak peduli dengan cara apa, pria patriarki harus dihancurkan. Tentu saja, ini tidak berarti bahwa laki-laki harus mati, tetapi itu berarti bahwa jenis kelamin, maskulinitas dan kepribadian hegemonik harus diperangi. Untuk mencintai dengan cara yang bermakna, keinginan untuk mengendalikan dan berkuasa harus ditinggalkan selamanya. Tradisi dan mentalitas patriarkal yang dominan harus dihancurkan. 'Hubungan romantis', yang seringkali jauh dari cinta, dalam banyak kasus didasarkan pada peran gender, pertarungan kekuasaan dan kekerasan dalam segala jenis. Pernikahan sering dipandang sebagai peristiwa dalam kehidupan yang membawa keselamatan dan cinta. Namun pernikahan adalah salah satu cara penindasan yang paling penting terhadap perempuan, masyarakat dan kaum muda. Karena romantisasi pernikahan, banyak orang tidak tahu tentang akar dan sifat institusi patriarki ini. Banyak dari kita tidak cukup sadar akan fakta bahwa perkawinan adalah alat patriarki dan kapitalisme yang memaksa perempuan untuk memainkan peran mereka sebagai alat reproduksi rumah tangga, suatu bentuk kerja tanpa bayaran. Tidak peduli seberapa alternatif dan demokratisnya perkawinan ini diorganisasikan, pernikahan itu masih tetap menjadi sebuah sistem patriarki, namun cinta tidak pernah dapat dilembagakan, terutama di negara-negara modernitas kapitalis. Tetapi dengan mengesampingkan hal ini, kita bisa melihat kekerasan dalam banyak hubungan dan pernikahan. Sosialisasi seksis terhadap orang-orang seringkali membuat laki-laki percaya bahwa kekerasan dan penganiayaan adalah hal yang normal, dan di sisi lain hal itu mengarah pada perempuan yang berpikir bahwa mereka harus menanggung kekerasan dan pelecehan seksual, fisik dan verbal. Dan itu hanyalah satu dari banyaknya permasalahan.

Realitas lain yang telah membentuk masyarakat industri selama lebih dari seabad sampai sekatang adalah meningkatnya anonimitas dan keterasingan antar manusia. Puisi dan karya seni yang menarik dari periode ekspresionisme di Jerman pada awal abad ke-20 menunjukkan kepada kita bagaimana seluruh generasi seniman dan penyair merasa terancam oleh kehidupan di kota-kota besar, yang dibentuk oleh disintegrasi diri, isolasi, ketakutan dan merasakan bahwa dunia akan berakhir. Saat ini, kehidupan anonim di kota-kota besar adalah kenyataan bagi banyak dari kita. Baru-baru ini seorang kawan berkata kepada saya: "Di dunia kapitalis kamu bisa mati di rumahmu dan tidak ada yang mengetahuinya selama berbulan-bulan". Ada banyak kebenaran dalam kata-kata ini. Seringkali kita merasa nyaman dengan pengalaman isolasi dan kesepian, karena tidak ada yang akan campur tangan dalam hidupmu atau menghalangimu, tidak ada yang akan menuntut apa pun darimu. Kau bahkan bisa mati di rumahmu dan tidak ada yang peduli. Tetapi kekosongan dan ketidakberartian akan cepat atau lambat mengambil alih. Seseorang kehilangan pandangan akan arti keberadaan dan kehidupan mereka sendiri. Dan semakin seseorang menjauh dari masyarakat dan kehidupan sosial, orang mendapati kehidupan yang semakin tidak bahagia dan semakin tidak berarti serta kehadiran atas semuanya akan muncul.

Cinta, dipahami sebagai energi kehangatan dan solidaritas yang bebas dan berani, memberi makna. Orang-orang yang mengenal cinta, orang-orang yang berhubungan dengan keajaiban cinta, tidak akan lagi mencari perasaan yang lebih tinggi dalam hidupnya. Bukan dalam uang, kekayaan dan keuntungan, tetapi dalam cinta kita menemukan hidup dan kebebasan. Itu mungkin menjadi alasan mengapa begitu banyak orang menetapkan harapan mereka untuk menyeret orang lain ke dalam isolasi mereka. Tetapi tidak menjadi masalah ketika tidak ada satu atau dua orang yang terlibat, isolasi akan tetap menjadi isolasi. Cinta tidak bisa berkembang dalam isolasi. Tidak terhubung dengan kehidupan kolektif dan komunitas akan menyebabkan frustrasi dan ketidakpuasan. Ini bisa diamati ketika melihat hubungan antara orang tua dan anak-anak. Ketika orang tua terus berusaha mengambil kepemilikan anak mereka dan menjauhkannya dari masyarakat, kemungkinan besar anak tersebut akan memiliki ketakutan dan menjaga jarak dengan masyarakat sementara itu anak tidak akan dapat mengembangkan otonomi mereka. Namun, seorang anak yang tumbuh dalam komunitas yang penuh kasih dan perhatian akan belajar tentang nilai cinta, kehidupan kolektif, dan solidaritas.

Ketika orang-orang saling mencintai, mereka tidak boleh saling memandang itu sebagai pelarian dari kesepian mereka. Mereka tidak boleh saling mengkonsumsi, karena cinta bukan konsumsi. Kita terbiasa mengkonsumsi, baik kita mengakuinya atau tidak. Kapitalisme melatih kita untuk menghitung semuanya, itu sebabnya kita juga mulai menagih dan menghitung ketika menyangkut persahabatan dan cinta. Ketika seseorang mengecewakan atau menyakiti kita, atau tidak 'memenuhi harapan kita', kita cenderung memperlakukan orang ini sebagai pemborosan; sia-sia. Kami marah pada diri sendiri karena 'menginvestasikan' waktu, kepercayaan dan cinta, seolah-olah cinta yang kami memiliki semacam nilai pasar atau seolah-olah cinta kami terbatas. Tetapi cinta tidak berarti sama dengan pabila kita menemukan barang untuk dimiliki, dandan dan berpakaian sesuka hati dan kita membuangnya begitu itu tidak lagi menyenangkan bagi kita. Cinta berarti berjuang, yang tidak hanya berjuang melawan tetapi juga berjuang untuk sesuatu. Cinta harus berjuang untuk memenuhi dirinya sendiri. Dan itu tidak hanya berlaku untuk hubungan romantis tetapi untuk semua jenis hubungan. Kita cenderung melarikan diri ketika sesuatu tidak berjalan seperti yang kita inginkan. Anonimitas dan pilihan untuk mengisolasi diri kita sendiri memberi kita kenyamanan untuk mundur dan keluar dari masalah. Dengan melakukan ini, kita cenderung berpikir tinggi tentang diri kita sendiri, itulah sebabnya kita menjauhkan diri dari 'bahaya sosial' dikritik. Karena bagaimanapun, ada satu-satunya gelembung yang aman dan dapat kita jelajahi kembali. Ketakutan semacam ini sering menjauhkan kita dari cinta sejati yang dalam.

Tetapi meskipun itu adalah tugas yang sangat sulit untuk mengatasi keterasingan diri dan keterasingan di bawah kapitalisme serta mentalitas patriarki yang berumur 5000 tahun, adalah mungkin untuk meninggalkan kebiasaan lama, perilaku dan kepercayaan, untuk memperbarui diri sendiri dan untuk sepenuhnya merevolusi hati kita. Pemuda itu, seperti yang ditulis oleh aktivis Gerakan Panther Hitam Mumia Abu-Jamal yang dipenjara, sebagai pembawa energi revolusioner yang alami, mereka mampu mengubah diri mereka sendiri dalam menghadapi kekuatan yang luar biasa, menggunakan tubuh mereka –bergejolak dengan transformasi revolusioner –untuk mengubah lingkungan mereka, dan melakukan perubahan sosial. Jika kaum muda memenuhi perubahan radikal ini, ia akan membawa seluruh dunia dan melahirkan masyarakat baru yang dibangun di atas cinta yang benar-benar revolusioner. Untuk mewujudkan cinta antara dua orang, tidak hanya penting bahwa masing-masing dari mereka mengalami perubahan. Pemberontakan kolektif harus muncul juga. Terkadang ini juga bisa berarti bertarung dengan satu sama lain. Berperang melawan satu sama lain tidak berarti saling membenci tetapi berjuang melawan seksisme yang diinternalisasi melalui (self) kritik. Kondisi yang membuat cinta hampir tidak mungkin itu harus ditolak. Kawan kami Mehmet Aksoy (Fraz Dag) meninggalkan beberapa kata-kata yang kuat: "Jangan menyerah pada kapitalisme, jangan menyerah pada materialisme, hubungan buruk, tanpa cinta, tidak menghargai, kemunduran, dan ketidaksetaraan. Jangan menyerah." Seseorang yang benar-benar mencintai harus berjuang melawan semua mekanisme yang berdiri di jalan cinta. Membuka kunci mekanisme ini dan memberontak terhadapnya adalah salah satu tanggung jawab kita sebagai anak muda revolusioner. Cita-cita masyarakat bebas harus dicari dan diwujudkan secara kolektif. Segala sesuatu yang lain tidak dapat diterima jika kita ingin memberi arti pada cinta.

Cinta itu mirip dengan revolusi. Keduanya sering mengalami kesalahpahaman. Sama seperti revolusi yang tidak boleh berakhir pada titik tertentu, cinta juga tidak boleh berakhir pada waktu tertentu. Banyak orang berpikir bahwa revolusi adalah insiden, hanya satu momen di mana semuanya berubah. Tetapi sejarah dan juga gerakan revolusioner saat ini mengajarkan kita bahwa revolusi lebih merupakan proses daripada insiden. Sebuah revolusi, seperti yang dapat kita lihat di Rojava (Suriah Utara), harus menjadi proses permanen yang mencakup semua bagian kehidupan dan masyarakat, sehingga cita-cita yang telah diperjuangkan terus menjadi jelas dan bermakna. Hal yang sama berlaku untuk cinta. Cinta bukan insiden, bukan peristiwa. Ketika berbicara tentang cinta yang romantis misalnya, cinta tidak berarti jatuh cinta sekali dan kemudian bertumpu pada 'acara' ini. Cinta itu tidak statis. Cinta melibatkan aktivitas, cinta adalah energi yang mengalir. Cinta berarti mampu menghadapi situasi dan tantangan baru, karena cinta memberikan kekuatan yang dibutuhkan. Mencintai dengan sungguh-sungguh berarti saling mendukung dan menghormati, itu berarti menjadi berani dan jujur, itu berarti melaksanakan cinta ke dunia dan juga memelihara dan mencintai komunitas pada saat yang sama. Seperti yang dikatakan oleh filsuf dan psikoanalis Erich Fromm: “Jika saya benar-benar mencintai satu orang, saya mencintai semua orang, saya mencintai dunia, saya mencintai kehidupan. Jika saya bisa mengatakan kepada orang lain, "Aku mencintaimu," aku harus bisa mengatakan, "Aku cinta padamu semua orang, aku mencintaimu melalui dunia, aku juga mencintaimu."

Kami tidak dapat mengatakan semua yang bisa dikatakan tentang cinta. Meskipun untuk memulainya, kita harus memahami bahwa mencintai membutuhkan kesadaran, moral dan keinginan untuk mengubah diri sendiri dan masyarakat. Dalam masyarakat yang ditandai oleh egoisme, persaingan dan ketakutan, cinta tidak bisa berkembang. Orang yang berjuang untuk cinta tidak mengenal rasa takut lagi dan mendapatkan kekuatan yang dibutuhkan untuk membuka jalan bagi masyarakat sosialis yang bebas. Cinta adalah kekuatan yang lebih kuat daripada kemarahan, ketakutan, atau kebencian. Membangun sesuatu mungkin lebih sulit, tetapi jauh lebih kuat daripada menghancurkan sesuatu. Dan ini mungkin salah satu hal terindah yang dapat kita pelajari dari gerakan Kurdi. Satu slogan gerakan Kurdi mengatakan: Jika kau ingin hidup, hiduplah dalam kebebasan! –Dengan cara yang sama kita sebagai pemuda, feminis, filsuf, seniman, dan revolusioner dapat mengatakan: Jika kau ingin mencintai, mencintalilah dalam kebebasan!


Cinta di Lemari Keinginan Terakhir (Unknown People, 2020)
Diterjemahkan oleh Rifki Syarani Fachry