Title: Polisi, Perpecahan dan Ketimpangan Supremasi
Subtitle: Terciptanya polisi adalah salah satu bentuk terciptanya kesenjangan dan ketimpangan sosial atas nama supremasi, menimbulkan perpecahan di dalam masyarakat sendiri dengan adanya siapa yang berada pada kasta pengawas, kasta yang diawasi, dan kasta yang dihakimi.
Language: Bahasa Indonesia
Date: 06/0/2019

“Caution : Police Line You Better Not Cross”
Is it the cop, or am I the one that’s really dangerous?

Green day – warning


Polisi, penegak hukum, apapun namanya, yang dipercaya oleh pemerintah dan sistem untuk menegakkan apa yang mereka sebut hukum demi ketertiban, keamanan, dan entah alasan apa lagi yang mereka bawa.

Polisi, sejatinya adalah sebuah simbol perpecahan dalam masyarakat. Mengapa? Adalah karena polisi memiliki berbagai kuasa yang justru akan dianggap pelanggaran hukum jika kuasa itu dimiliki oleh masyarakat sipil biasa.

Jika mereka melarang kendaraan melaju melebihi batas kecepatan tertentu, apa kendaraan mereka pun memiliki batas kecepatan maksimal itu? Tidak, mereka bisa melanggar batas atas nama “tugas”.

Jika mereka melarang adanya penembakan oleh masyarakat sipil, apakah mereka tidak bisa menembak? Tidak, mereka bisa menembak atas nama “tugas”.

Kuasa melebihi masyarakat sipil biasa ini lah yang menjadikan polisi sebagai simbol perpecahan. Bagaimana mereka mengawasi sesamanya, bagaimana mereka memukul sesamanya, bagaimana mereka menembak sesamanya. Mereka berasal dari masyarakat sipil, tapi mereka menekan dan menetapkan batasan kepada masyarakat sipil.

Profesi polisi yang tidak mengalami rotasi bersama dengan masyarakat sipil lain juga makin memperparah keadaan ini. Apa kalian pernah melihat hari ini yang menjadi polisi adalah tetangga kalian, lalu besok yang menjadi polisi adalah kalian, besoknya lagi tetangga kalian yang lain? Tidak, polisi tidak mengenal rotasi di dalamnya. Hal ini menyebabkan polisi merasa memiliki supremasi di atas masyarakat sipil pada umumnya, merasa superior, merasa unggul, membuat kasta di antara masyarakat sipil, sehingga tercipta kelas baru atas nama “hukum”.

Ironisnya, para polisi seperti mengaminkan perpecahan ini dengan penuh kebanggaan bahwa derajat mereka ada di atas masyarakat sipil pada umumnya, merasa seakan-akan mereka adalah ras unggul di antara masyarakat tempat mereka berasal, yang membesarkan mereka. Lebih menyedihkan lagi mereka yang bukan polisi namun ikut mengaminkan kondisi ini dengan dalih bahwa tidak semua orang bisa menjadi polisi, tidak semua orang memiliki kelebihan seperti polisi, padahal mereka sadar bahwa polisi yang mereka kenal adalah orang yang dibesarkan bersama, di lingkungan yang sama seperti mereka. Bahkan tak jarang banyak orang yang melakukan cara kotor dan curang untuk bisa bergabung dengan kepolisian, dan ini bukanlah berita baru. Lantas kalian merasa lebih rendah dari polisi darimananya?

Terciptanya polisi adalah salah satu bentuk terciptanya kesenjangan dan ketimpangan sosial atas nama supremasi, menimbulkan perpecahan di dalam masyarakat sendiri dengan adanya siapa yang berada pada kasta pengawas, kasta yang diawasi, dan kasta yang dihakimi.