Rojava adalah sebuah wilayah otonom di perbatasan Suriah dan Turki. Wilayah yang dihuni oleh bangsa Kurdi ini berada di sebelah barat Sungai Tigris. Mengapa wilayah otonom? Karena secara de facto tidak berada dalam kekuasaan satu pun negara di sekitarnya.

Dalam konteks kebangsaan Kurdi, Rojava merupakan salah satu dari empat wilayah yang membentuk Kurdistan Raya, yakni wilayah yang dominasi pegunungan dan terbentang dari perbatasan Irak, Turki, Iran, Armenia dan Suriah. Tiga wilayah lainnya adalah Turki Tenggara (Kurdistan Tenggara), Irak (Kurdistan Selatan) dan barat laut Iran (Kurdistan Timur). Keseluruhan jazirah Kurdistan (Tanah Kurdi) dihuni oleh 40 juta jiwa.

Revolusi di Rojava adalah hasil dari perjuangan bangsa Kurdi berpuluh-puluh tahun sebelumnya. Sudah sejak lama bangsa Kurdi mengalami penindasan. Mayoritas Kurdi adalah muslim sunni yang memiliki Bahasa dan budaya mereka sendiri. Namun sebagai minoritas di Irak, Turki, dan Suriah, mereka direpresi dan menjadi bulan-bulanan sebagai bangsa yang hendak dihilangkan dari sejarah dunia. Bahasa Kurdi malah dilarang dipergunakan di tiga negara tersebut. Perjanjian Lausanne yang membagi Timur Tengah setelah Perang Dunia I sama sekali tidak menyebut soal Kurdi.

Tahun 1978, Partai Pekerja Kurdistan (PKK) pimpinan Abdullah Öcalan dibentuk di Turki. PKK dulunya berhaluan Leninis dan mengambil jalur bersenjata untuk memperjuangkan negara Kurdi yang sosialis. Namun pandangan Öcalan kelak berubah haluan setelah berkenalan dengan ide-ide komunalisme dan sosialisme libertarian Murray Bookchin. Kemudian ada juga Partai Persatuan Demokratik (PYD) di Suriah yang dibentuk 2013. Sama dengan PKK, PYD juga kelak mengadopsi sosialisme libertarian, dan menolak nasionalisme Kurdi.

Kedua partai ini saling terhubung melalui Persatuan Komunitas Kurdistan (KCK), sebuah organisasi payung yang membawahi beragam kelompok politik dan para revolusioner yang saling berbagi tentang ide perlawanan PKK. Prinsip yang mempersatukan mereka di KCK adalah Konfederalisme Demokratik, yang diilhami dari gagasan munisipalisme libertarian Bookchin. Apa yang dibangun di Rojava mendapat banyak pembelajaran dari Spanyol dan Chiapaz, Meksiko, yakni sebuah gagasan mengenai masyarakat yang non hirakis, ekologis dan berdiri pada semangat demokrasi langsung.

Peristiwa Arab Spring 2011 menjadi salah satu momen yang membawa letupan revolusioner hingga ke Rojava. Pada tahun 2016, Rojava mendeklarasikan Konfederalisme Demokratik, dengan tiga kanton geografis yang tidak bersebelahan. Kanton (canton) adalah pemerintahan lokal otonom, semacam negara bagian dalam konteks normatif. Tiga kanton ini menyatakan prinsip Otonomi Demokratik dan menuangankannya dalam sebuah “Kontrak Sosial” (istilah non-negara yang menggantikan konstitusi). Melalui program bersama, mereka menciptakan sistem pemerintahan mandiri yang popular, berbasis pada majelis rakyat, di mana tiap warga boleh terlibat. Dengan kekuasaan dari bawah, majelis memilih delegasi yang akan dimandatkan ke tingkat kota dan kanton.

Hampir di seluruh wilayah Kurdistan ini mempunyai dewan-dewan distrik, terdiri dari 15 – 30 orang anggota dewan, yang melakukan pertemuan setiap dua bulan. Satu distrik terdiri dari 10-30 komune. 20 komune kurang lebih berjumlah sekira seribu jiwa. Setiap minggu, diselenggarakan majelis-majelis rakyat di tiap wilayah.

Lembaga-lembaga di tingkat lokal terjalin lewat jaringan solidaritas dengan menggunakan Konfederasi Demokratis sebagai struktur kekuasaan. Konfederasi inilah yang menjadi tempat berkoordinasi seluruh lembaga-lembaga lokal. Di konfederasi, segala hal yang menyangkut hajat hidup orang-orang di Rojava dalam skala yang lebih luas dari kanton-kanton, dibahas dan diputuskan.

Di tingkat federal, terdapat dewan umum atau dewan federal yang menanganni urusan ekonomi, pertanian dan sumber daya alam serta urusan luar negeri. Petugas di dewan umum diberi mandat dan dipilih di pemilihan umum yang dapat dihadiri oleh semua orang. Ditetapkan juga kuota 40% untuk partisipasi perempuan dan kuota lainnya untuk pemuda. Mereka juga membentuk sistem keamanan yang tetap memakai prinsip otonom demokratis.

Terdapat beberapa unit militer di Rojava, yakni Unit Perlindungan Rakyat (YPG) dan Unit Perlindungan Perempuan (YPJ). 30% kuota di YPG diisi oleh perempuan, sedangkan YPJ dibuat berdasarkan pada pemahaman bahwa perempuan paling rentan dalam pelecehan dalam situasi perang.

Seluruh lembaga dari tingkat lokal ke tingkat federal hanyalah sebuah lembaga administrasi. Fungsinya tidak lebih dari fungsi administrasi dan bisa sewaktu-waktu ditarik mandatnya dan bertanggung jawab pada majelis rakyat. Karena keputusan tertinggi berada di rapat-rapat majelis rakyat.

Perekonomian Rojava disesuaikan dengan prinsip politik dan sosial yang mereka usung. Mereka berusaha melakukan swasembada karena harus menghadapi embargo ekonomi yang dilakukan Turki. Terdapat koperasi-koperasi di semua sektor. Dari koperasi pertanian hingga kebutuhan sandang. Ada pabrik roti Cezire, salah satu kanton di Rojava. Terdapat sebuah kilang minyak yang memproduksi diesel sebagai bahan bakar generator untuk memasok kebutuhan listrik lokal.

Sistem pendidikan di Rojava menerapkan metode partisipatoris dan bebas. Alih-alih model penghapalan, para pelajar didorong untuk saling belajar dari pengalaman masing-masing dan menjadi subjek hidup mereka sendiri. Seluruh hal yang dipelajari adalah hal-hal yang berguna bagi mereka dalam mengambil keputusan mengenai hidup mereka. Unit Pertahanan sekalipun menerima pendidikan tidak hanya pendidikan militer tapi juga dalam memahami prinsip dasar Otonom Demokratik.

Rojava adalah cahaya dari timur. Masyarakat yang membawa nilai-nilai solidaritas, ekologi dan non diskrimiasi atas jenis kelamin, ras dan agama. Sebuah masyarakat yang telah berhasil menunjukan pada dunia bahwa tatanan lama yang masih saja eksis mengerumuni mereka adalah sebuah kekacauan. Di antara orang-orang yang masih meragu akan sebuah tatanan yang diatur bersama tanpa terjebak lagi dalam metode usang, Rojava adalah sebuah bukti.


Penulis merupakan anggota dari Perhimpunan Merdeka