Aktor Perjuangan

      Tiga Tingkat Organisasi

Artikel ini ditulis pada tahun 2005 oleh anarkis Chili José Antonio Gutiérez Danton. Karya ini merupakan sebuah kontribusi awal bagi diskusi konsep-konsep lapisan “massa”, “menengah”, dan “politis” yang berkembang dalam gerakan sosial dan politik. Di karya ini, Danton menyebutnya dengan istilah “sosial”, “sosial-politik”, dan “politik revolusioner”. Sementara di Amerika Serikat, istilah yang digunakan adalah “massa, menengah, dan politik”. Konsep-konsep ini telah berpengaruh dalam membantu kaum revolusioner untuk berpikir dengan lebih konkrit dan mendalam mengenai organisasi dan gerakan.


Kala kaum anarkis mulai berdiskusi tentang prospek aktivitas anarkis dalam jangka menengah, kaitan antara strategi dan taktik menjadi semakin jelas. Kita akan berbicara tentang apa yang kita pandang sebagai tujuan kita–yaitu masyarakat libertarian–dan cara yang kita pakai untuk menggapainya. Mengingat adanya penolakan kuat anarkisme tradisional terhadap perbedaan antara “cara” dan “tujuan”, maka sangatlah mengejutkan betapa seringnya mereka tercerai berai dalam praktik anarkis. Hal ini disebabkan utamanya karena kurangnya perencanaan strategis, jembatan seperti apa yang harus dibuat untuk menghubungkan “masa depan yang jauh” dengan masalah sehari-hari yang kita hadapi. Baik dalam persoalan harian atau persoalan cita-cita masa depan, selalu ada sedikit kemungkinan ketidaksepakatan dalam salah satunya. (Walau keduanya sama penting dan tidak ada satu yang dapat dilupakan mengingat betapa kacaunya persepsi orang tentang Anarki). Dengan jelas terlihat bahwa dalam prospek aktivitas jangka menengahlah sebagian besar ketidaksepakatan muncul, sebab di titik itu kita mulai berbicara tentang langkah revolusioner untuk mencapai penggulingan masyarakat lama dan pembangunan masyarakat baru. Hanya ketika kita telah memutuskan prospek jangka menengahlah perjuangan kita berubah menjadi “revolusioner”. Ia mulai melayani tujuannya, sebab kita dapat mengambil inisiatif politik, dan hanya pada saat itulah masa depan yang jauh berhenti menjadi mimpi utopis. Ia sekarang menjadi program revolusioner.

Kami mengakui perlunya mencapai sesuatu yang lebih dari sekadar liputan media atau kemunculan sekelompok militan baru di setiap perjuangan. Kami mengakui perlunya menciptakan beberapa mekanisme yang dapat dipakai untuk menguji apakah kita benar-benar sedang bergerak atau tidak. Mekanisme ini akan menjadi penghubung permanen (yang organik), yang dengan berbagai cara akan bertahan hidup melewati percikan-percikan pemberontakan yang dengan cepat berlalu. Pada waktunya, ia akan menghubungkan pemberontakan-pemberontakan itu. Pada saat yang bersamaan juga kita perlu memiliki serangkaian tujuan bersama yang berfungsi sebagai panduan aktivitas dan alat evaluasi yang dapat kita gunakan untuk mengukur efektivitas.

Terkait dengan hubungan organik antar perjuangan, kita perlu melihat sifat aktor-aktor dalam perjuangan agar dapat mengetahui dari sudut pandang libertarian bagaimana mengatasi masalah organisasi dalam masyarakat.

Aktor Perjuangan

Pertama-tama, dan tidak perlu dijelaskan panjang lebar, landasan perjuangan kami adalah kontradiksi mendasar antar dua kelas dalam masyarakat: kelas pekerja dan borjuasi. Seperti yang dikatakan kawan Mac Giollamóir dalam Workers Solidarity (86), “ Kelas pekerja adalah satu sisi dalam relasi sosial yang mendefinisikan kapitalisme. Relasi ini adalah hubungan antara pekerja dan yang mempekerjakan. Antar kapitalis, yang membeli kemampuan bekerja dan waktu luang pekerja yang dapat dipakai untuk hidup bebas, dengan pekerja, yang menyerahkan kemampuan bekerja dan waktu luangnya untuk sekadar dapat hidup saja”. Relasi ini adalah bagian dari hubungan yang dinamis dan dialektis, bukan satu set karakter tetap dan kaku. Karakteristik utama kelas pekerja adalah ketergantungannya pada sistem upah. Kelas ini berada dalam level yang lebih rendah dalam organisasi hirarkis tenaga kerja (sebagai pekerja, Anda selalu memiliki seseorang di atas anda/majikan atau bos). Watak kelas ini adalah pencipta profit, yang kemudian dirampas oleh kapitalis. Demikianlah pekerja hidup dieksploitasi dan tertindas.

Inilah realitas mendasar yang membentuk kehidupan masyarakat modern–masyarakat kapitalis. Ia nyata, namun kita berbicara tentang sebuah hubungan, tentang deskripsi suatu proses, tentang model-model teoritis yang dipakai guna memahami kenyataan yang jauh lebih kompleks dari dua kutub yang saling berlawanan ini (jika sesederhana ini, maka revolusi tidak menimbulkan masalah, seolah-olah hanya dengan jumlah pekerja yang lebih banyak saja dapat membuat kelas penguasa terusir dari kekuasaannya). Di antara dua kutub ini, ada banyak area abu-abu. Dan konflik kelas mengasumsikan perlu adanya sebuah perwujudan konkrit dalam karakter-karakter yang konkrit pula. Siapakah karakter-karakter itu? Ini adalah pertanyaan terpenting bagi setiap revolusioner. Definisi aktor perjuangan akan sangat menentukan taktik yang dipilih.

Kita dapat mengenali aktor-aktor perjuangan ini dalam kelompok-kelompok atau kategori dengan banyak indikator:

  1. Masalah yang mempengaruhi mereka secara mendesak, dan kepentingan mereka yang mendesak

  2. Tradisi perjuangan dan organisasi yang muncul dari serangkaian masalah dan kepentingan ini

  3. Tempat atau aktivitas bersama dalam masyarakat

Bahkan jika pun aktor-aktor tersebut sedang diam-diam saja, ada potensi dalam mereka sedang tertidur. Potensi untuk menjadi sebuah faktor ledakan dari perang kelas.

Perlu disebutkan juga bahwa para aktor perjuangan (atau disebut juga subjek populer) tidak selalu mewakili kelas sosial yang jelas. Ambil contoh tradisional para aktor perjuangan –pelajar, pekerja, orang sepemukiman, dan petani. Hanya pekerjalah yang dianggap sebagai kelas “murni”, sementara yang lainnya terdiri dari kelas yang berbeda-beda dan berbagai area abu-abu (borjuis kecil, borjuis, kelas menengah samar-samar, elemen marjinal, dan kelas pekerja). Secara umum, watak kelas telah memberikan kebutuhan penting bagi kecenderungan kelas pekerja untuk mengekspresikan diri sebagai sebuah kekuatan politik yang mampu memenangkan hati segmen-segmen masyarakat lain ke tujuan dan program revolusioner.

Ini pun bukanlah kategori yang terisolasi satu sama lain. Anak-anak pekerja dapat menjadi pelajar, dan mereka semua bisa jadi adalah anggota komunitas tertentu. Namun identitas mereka sebagai bagian dari aktor perjuangan tertentu menjadi jelas ketika perjuangan itu muncul, dan biasanya perjuangan ini berkisar di seputar tradisi-tradisi organisasi tertentu. Sebagai contoh, pada tahun 1983 di Chili terjadi unjuk rasa besar-besaran yang memprotes kediktatoran Pinochet. Seruan perjuangan datang dari serikat pekerja pertambangan. Kelas pekerja relatif lemah dalam gerakan semi-klandestin dan ini menyebabkan lokasi utama protes berada di daerah kumuh tempat para pekerja tinggal. Lapisan masyarakat lainnya, termasuk pemilik toko kecil, dan seterusnya, turut serta dalam perjuangan bersama-sama para pekerja. Identitas perjuangan ini diciptakan di sekitar organisasi tertentu dan perjuangannya berlokasi di ruang yang konkrit–dalam kasus ini, area kumuh. Juga, banyak dari mereka adalah orang yang sama sepuluh tahun sebelumnya, yang mengartikulasikan identitas mereka di sekitar jaringan industrial selama periode Unidad Popular (1970-1973). Ini mencerminkan sifat dinamis para aktor sosial dan identitas mereka. Namun penciptaan identitas seperti itu, dan penciptaan tuntutan-tuntutan aktual tersebut, adalah dasar di mana perjuangan dapat berkembang, bukan di atas pernyataan teoritis mengenai konflik sosial secara abstrak atau di atas tuntutan-tuntutan perubahan sosial yang terlalu tinggi digapai.

Begitu kita memutuskan yang manakah subjek-subjek populer di tempat dan waktu yang konkrit, kita dapat mulai berpikir dalam jangka menengah tentang tuntutan konkrit perjuangan dalam kerangka program di mana kita bisa mengambil inisiatif politik. Kita juga dapat mulai memikirkan cara mengorganisir sektor-sektor tersebut sesuai dengan pandangan-pandangan politik kita–atau setidaknya mempengaruhi organisasi mereka dengan cara yang sehat dan libertarian. Tetapi di sini–jika kita ingin menciptakan persatuan dan bukan perselisihan–kita perlu sangat berhati-hati untuk tidak bingung membedakan ruang yang berbeda dan tipe-tipe organisasi. Contoh yang sebaiknya tidak diikuti adalah pendekatan Trotskyis klasik yang benar-benar mencampurkan domain suatu partai dengan domain gerakan sosial. Pandangan politik yang rabun seperti ini menyebabkan penyusutan dan perpecahan setiap kelompok di mana mereka bergabung di dalamnya, sampai-sampai mustahil untuk membedakan mereka dengan “front”nya. Sektarianisme adalah satu-satunya hasil logis dari praktik ini, dan melemahnya kekuatan sosial. Secara historis, kaum anarkis menderita masalah yang sama dalam bentuk anarkosindikalisme, yang secara tradisional kebingungan membedakan “partai” (organisasi politik) dengan “serikat” (organisasi massa). Hasilnya bisa dilihat semua orang: mereka tidak berlaku seperti sebuah kekuatan politik yang layak, juga tidak berlaku seperti sebuah serikat yang layak. Kondisi tersebut mengakibatkan penurunan cepat hampir di mana-mana.

Jadi kita mesti tahu apa yang kita bicarakan ketika kita sedang berbicara tentang pengorganisasian orang-orang untuk perjuangan, karena ada banyak jenis organisasi, dan kita perlu memiliki kebijakan yang jelas di semua tingkat organisasi masyarakat yang berbeda-beda.

Tiga Tingkat Organisasi

Dengan mempertimbangkan hal-hal yang disebutkan di atas (watak kelas pekerja dan perwujudan konkritnya), sekarang kita dapat masuk ke persoalan dokumen ini: tiga tingkatan di mana orang-orang berorganisasi dan cara membangun sebuah gerakan yang bersifat revolusioner dan libertarian. Harus dicatat bahwa tidak ada formula ajaib untuk ini, dan bahwa gambaran mengenai tiga tingkatan ini adalah sama teoritis dan umumnya seperti definisi kelas pekerja. Mereka memang eksis secara esensi, namun juga eksis sebagai sebuah perwujudan dalam cara-cara yang konkrit dan spesifik.

Tingkatan organisasi ditentukan oleh gabungan antara program aksi dan watak sosial para aktor yang berjuang bersama kita. Untuk melangkah lebih jauh, mari kita pertama-tama bersepakat tentang dilema yang tak terhindarkan dari gerakan revolusioner: pengakuan bahwa hanya persatuan kelas pekerjalah yang dapat menggulingkan kelas penguasa dan fakta bahwa kelas pekerja bukanlah blok yang homogen–ada berbagai tingkatan kesadaran dan kesadaran kelas, ada berbagai macam gagasan, opini, tendensi. Sebagian condong ke ke kutub libertarian, sebagian lainnya condong ke kutub otoritarian. Oleh karenanya, kebersatuan diperlukan, tetapi persatuan absolut adalah hal yang tidak mungkin. Jadi kita perlu menentukan tingkatan persatuan yang dapat diraih dalam berbagai tingkatan organisasi.[1] Mustahil untuk memisahkan masalah ini dari watak tiap-tiap tingkatan organisasi:

  1. Organisasi sosial, populer, atau massa – Tingkat sosial: Tingkat ini dicirikan oleh organisasi-organisasi yang menyatukan aktor-aktor perjuangan tanpa melihat kecenderungan politik mereka (serikat buruh, serikat pelajar atau mahasiswa, asosiasi komunitas, dll). Kebersatuannya harus seluas mungkin, kita harus berjuang melawan sektarianisme di dalamnya, dan cara untuk mempengaruhi mereka adalah dengan mengagitasi, menuntut, berpraktik dan mengekspos kontradiksi-kontradiksi sistem di dalamnya. Di sinilah kesatuan rakyat sangat dimungkinkan, dan ini harus dianggap sebagai tujuannya. Walaupun pada dasarnya mereka tidak politis, mereka dapat menjadi politis dalam perjalanan perjuangan dan perkembangan alamiah dari kontradiksi kelas. Tidak peduli seberapa politis mereka pada akhirnya, mereka tetap tidak dapat disamakan dengan sebuah kelompok politik atau kelompok dengan tendensi politik. Kita harus tetap jelas dengan tujuan kita untuk memberikan pengaruh pada mayoritas, namun minoritas tidak dapat disingkirkan dan kita juga tidak dapat memaksakan definisi-definisi atau label ideologis pada mereka.

  2. Organisasi Bertendensi Politik, front, jejaring – Tingkat Sosial Politik: Dalam tingkat menengah ini, orang-orang yang berhimpun bersama adalah subjek populer dengan kecenderungan politik tertentu: Inilah yang membedakannya dengan organisasi di poin sebelumnya. Namun kecenderungan ini tidak lantas dapat membuat organisasi didefinisikan sebagai kelompok politik atau partai. Militan atau aktivis tertentu–yang memiliki pandangan atau kebijakan yang sama terkait masalah khusus yang menarik perhatian mereka–berkumpul bersama membentuk kelompok dengan kecenderungan tertentu di dalam sebuah gerakan atau organisasi yang lebih besar. Sebuah contoh bagus adalah organisasi tendensi di dalam sebuah serikat buruh. Orang-orang ini bisa jadi tidak sepakat dalam banyak isu politik dan mereka mungkin datang dari tradisi politik yang berbeda-beda, namun mereka akan setuju misalnya untuk mengembangkan serikat pekerja yang agresif atau setuju untuk bertarung melawan kemitraan sosial dengan penguasa. Itu hanya contoh, dan dalam contoh ini, seorang anggota tidak perlu sepakat dalam hal-hal lain selain isu yang sedang diusung tersebut. Adalah keliru untuk menyamakan persatuan dengan penggabungan. Kebingungan mengenai dua hal ini dapat menimbulkan resiko kegagalan dalam mencapai tujuan yang paling mendesak. Organisasi tendensi akan berbicara lebih spesifik secara politik dibandingkan dengan serikat buruh tempatnya bernaung itu sendiri. Namun mereka tidak akan menjadi kekuatan politik yang homogen dan terdefinisi. Contoh bagus lainnya adalah pengalaman “front libertarian” di Amerika Selatan. Front ini menyatukan pelajar, mahasiswa, pekerja, dan orang-orang sepemukiman yang memiliki pendekatan libertarian yang sama dalam politik–dalam hal organisasi dan cara berjuang. Mereka juga memiliki tawaran konkrit yang sama mengenai masalah mereka. Namun, orang-orang di garis depannya bisa jadi tidak sepakat dalam banyak isu lainnya yang tidak terkait dengan organisasi atau perjuangan khusus di tempat mereka berada.

  3. Organisasi Revolusioner atau Partai – Tingkat Politik Revolusioner: Tingkatan ini adalah yang paling spesifik dari semuanya, dan dicirikan dengan berkumpulnya orang-orang dari berbagai subjek populer (misalnya pelajar, mahasiswa, pekerja, dll) yang memiliki kesamaan pandangan politik dan program politik (yang bersifat revolusioner dan libertarian, dalam kasus kita). Karena mereka berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, jelas bahwa tingkatan ini akan secara alamiah merujuk pada perubahan masyarakat secara keseluruhan. Tingkatan ini juga yang paling dibatasi. Persatuan di sini didasarkan pada persatuan taktis dan ideologis. Tidak ada gunanya mereka bersama–jika tidak dapat keluar dengan sebuah program yang disepakati bersama untuk intervensi dalam masyarakat umum. Tingkatan ini mencerminkan posisi perjuangan kelas dengan sangat amat jelas, dan memperjelas adanya berbagai pilihan kekuatan politik yang berbeda-beda.

Inilah gambaran singkat dan umum mengenai persoalan aktor perjuangan, kelas, dan organisasi. Tulisan ini hanyalah kerangka yang dapat digunakan untuk berdiskusi mengenai apa yang harus dilakukan dalam jangka menengah, dan bagaimana mengatasi masalah besar yang kita hadapi di masa depan, ketika mencoba mendefinisikan langkah revolusioner seperti apa yang akan kita ambil untuk wilayah kita masing-masing di abad ke-21.

[1] Adalah jasa tulisan Bakunin dan karya tulis berjudul Platform yang memberi pandangan menarik mengenai masalah ini.