Selama ini, mendengar kata Anarkisme disebut, banyak orang segera merasa gelisah dan cemas, terbayang suatu kelompok manusia beringas yang siap menebarkan keonaran, kekacauan, kehancuran dan malapetaka. Meskipun pada umumnya orang hanya secara intuitif, tanpa tidak pernah mencoba menggali lebih seksama tentang apa yang disebut sebagai pandangan anarkis tersebut. Namun istilah anarki sendiri sudah terlanjur menimbulkan kemarahan dan terlanjur secara luas disimpulkan bahwa anarkisme adalah sebagai suatu paham yang menakutkan karena jahat. Orang pun tanpa berpikir panjang percaya bahwa anarkisme adalah negatif dan berbahaya, titik. Pendek kata, dalam memandang anarkisme, tidak hanya aparatus negara, bahkan masyarakat akademia, bersepakat bahwa anarkisme adalah musuh umat manusia. Dengan demikian keyakinan yang mendominasi pemikiran masyarakat luas adalah bahwa ‘anarkisme’ tidak lebih dari penyakit sosial yang bertentangan dengan segala norma sosial yang baik, dan pantaslah jika anarkisme dianggap musuh masyarakat. Oleh karena itu dianggap wajar juga untuk menganjurkan memberantas anarkisme sampai ke akar-akarnya. Anjuran untuk senantiasa waspada terhadap segala bentuk anarki saat ini telah hampir menjadi kesepakatan sosial. Pendek kata, anarkisme perlu diamputasi atau dilenyapkan, untuk selamanya.

Lantas mengapa Anarkisme menjadi paham yang sangat ditakuti sehingga perlu diberantas habis? Jangan-jangan letak persoalannya hanya karena kita tidak paham betul apa sebenarnya yang menjadi cita-cita anarkisme. Lebih ironis lagi, jangan-jangan secara diam-diam kita, anda dan saya tanpa menyadari, juga dalam beberapa hal bersimpati, bahkan untuk banyak hal berbagi keyakinan dengan anarkisme. Atas alasan itu semua perlunya untuk memperdebatkan, merenungkan dan mempertimbangkan anarkisme, sehingga akan melahirkan sikap kritis masyarakat sebagai alternatif dari sikap a priori menerima, maupun a priori menolak, atau pun membenci secara membabi buta, atau pun sikap secara taklid buta untuk menerima atau menolak tanpa suatu kesadaran mengapa dan untuk apa. Oleh karena itu, lahirnya sikap dan kesadaran kritis yang didorong oleh suatu keterbukaan, dialog kritis, adalah sesuatu yang yang harus difasilitasi. Oleh tema yang umumnya dianggap tabu untuk dibicarakan, bahkan tidak layak untuk diapresiasi, justru yang seharusnya perlu diapresiasi dan yang pertama-tama perlu diacungkan jempol.

Lantas, apa sebenarnya dan mengapa anarkisme begitu kontroversial? Anarkisme sebagai suatu paham atau pendirian filosofis maupun politik, yang percaya bahwa manusia sebagai anggota masyarakat akan membawa pada manfat yang terbaik bagi semua jika tanpa diperintah maupun otoritas, boleh jadi merupakan suatu keniscayaan. Pandangan dan pemikiran anarkis yang demikian itu pada dasarnya menyuarakan suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang secara alamiah mampu hidup secara harmoni dan bebas tanpa intervensi kekuasaan, juga tidaklah suatu keyakinan yang sangat salah. Lalu dari mana datangnya persepsi bahwa anarkisme berarti mendorong pada kehancuran dan keberantakan? Padahal sangat jelas dari pengertian di atas, sesungguhnya anarkisme tidak identik dengan keyakinan pecinta kehancuran. Bahkan tidak ada indikasi bahwa anarkisme serta merta merupakan cita-cita yang menjurus ke arah kekacauan atau pun kehancuraan dan keberantakan. Namun yang jelas memang anarkisme merupakan suatu pemikiran yang mendambakan suatu ‘orde’ yang bersifat spontan. Mereka umumnya menolak segala prinsip otoritas politik, pada saat yang sama sangat percaya bahwa keteraturan sosial niscaya terwujud justru jikalau tanpa otoritas politik. Secara sepintas dapat dilihat, bahwa musuh gerakan anarki adalah segala bentuk otoritas, maupun segala bentuk simbol otoritas, dan bentuk otoritas yang bagi kaum anarkis sangat jelas adalah otoritas yang dimiliki oleh negara modern. Itulah sebabnya bagi kaum anarkis, negara dipandang memonopoli otoritas kekuasaan yang perlu dibatasi. Misalnya seperti kekuasaan teritorial yang mereka miliki, kekuasaan yurisdiksi atas rakyat termasuk kekuasaan menguasai kekayaan sumber daya di dalam wilayah yang mereka kuasai. Kekuasaan negara juga muncul dalam bentuk pemanfaatan sistem hukum positif yang eksistensinya serta merta menundukkan dan menyingkirkan semua bentuk hukum yang ‘dianggap negatif’, seperti hukum adat dan banyak hukum lainnya. Dan akhirnya gagasan bangsa sebagai suatu bentuk puncak dari politisasi masyarakat juga menghancurkan segala bentuk kelompok kelompok masyarakat. Semua otoritas tersebut dipelihara melalui monopoli penguasaan alat-alat pertahanan dan keamanan, bahkan negara memonopoli cara untuk menundukkan rakyat. Sebaliknya anarkisme memang mengidamkan suatu visi sosial tentang ‘masyarakat alami’, yakni suatu masyarakat swakelola yang mandiri dari para individual yang secara swadaya membentuknya. Anarkisme bahkan menjadi sikap politik bahwa pemerintahan selain tidak perlu, juga destruktif. Ini memang sesuai dengan makna harfiah anarki, yang konon asal katanya memang berakar dari kata Yunani yang artinya kurang lebih ‘tanpa aturan’ atau without a rule’, dan memang dalam perkembangannya telah digunakan.

Apa sebenarnya pandangan, visi dan pendirian filosofis kaum anarkis? Anarkisme mengambil berbagai bentuk dan spektrum, yakni dari anarkisme aliran kiri dan ekstrim kiri, maupun anarkisme aliran kanan, bahkan sampai anarkisme ekstrem kanan yang berwatak individualistik. Meskipun anarkisme kelihatannya berakar pada paham kebebasan individual yang liberal, namun lokasi konflik pahamnya justru pada pada titik yang terletak antara negara dan masyarakat. Meskipun terdapat berbagai aliran pemikiran kaum anarkis dalam berpendirian terhadap lokasi konflik negara-masyarakat tersebut. Namun pendirian-pendirian mereka sesungguhnya secara sederhana dapat dikategorikan ke dalam anarki-individualistik dan anarki-sosialistik. Anarki-individualistik berangkat dari cita-cita kebebasan individual, serta berpangkal juga dari kedaulatan individual atas pemilikan harta dan kekayaan pribadi, serta pemilikan privat. Dengan demikian arah anarki individualis ini adalah suatu bentuk dari anarki kapitalisme. Sementara anarki kiri yang berwatak sosialistik justru berangkat dari penolakan kekayaan pribadi dan negara yang menurut mereka sebagai sumber penyebab dari ketidakadilan sosial. Golongan anarki ini justru berpendirian perlunya pembatasan kekuasaan dan keperkasaan negara atas individu dalam kelompok-kelompok masyarakat. Pendek kata paham ini adalah perkawinan antara paham bercorak liberalistik dan sosialisme. Itulah mereka juga disebut sebagai Sosialisme Libertarian.

Kalau kita telaah perkembangan pemikiran dan gerakannya, anarkisme sudah lama sekali berkembang dan pemikiran tersebut masih berkembang hingga saat ini dengan nama, gaya dan bentuk yang berbeda-beda. Meskipun sudah lama berkembang, misalnya William Godwin (1756-1836) telah melontarkan gagasan yang diduga menjadi inspirasi paham kooperasi sosialis model Owen, namun membincangkan paham anarkisme tidak dapat melupakan bagitu saja tokoh pemikir Pierre-Joseph Proudhon yang pada dasarnya mengadopsi gagasan koperasi sosialis. Dia melihat bahkan kekuasaan negara dan kekuasaan modal adalah sinonim, sehingga mustahil baginya menggunakan negara untuk memperjuangan kaum proletar. Belakangan Mikhail Bakunin melanjutkan gagasan tersebut. Bedanya Bakunin menempuh jalan pengambilalihan secara revolusioner dan kekerasan untuk membangun kolektivisme. Peter Kropotkin, salah seorang pengikutnya Bakunin, melanjutkan gagasan tersebut secara lebih komunistik, yakni dengan menganjurkan gagasan, “segala sesuatu milik setiap orang, dan pembagian didasarkan pada kebutuhan tertentu masing-masing.”

Perkembangan praktek anarkisme, demikian juga penentangnya, di mana-mana dan para buruh pun mulai mengadopsinya yang kemudian melahirkan suatu sempalan baru yang dikenal dengan Anarcho-Syndicalism, atau Revolutionary-Syndicalism. Mulai dari pikiran bahwa fungsi serikat buruh yang secara tradisional memperjuangkan kenaikan upah dan perbaikan kondisi kerja dianggap sudah lagi tidak memadai. Serikat buruh harus menjadi organisasi militan untuk menghancurkan kapitalisme dan negara. Buruh harus ambil alih pabrik-pabrik dan dikuasai. Dengan demikian, serikat buruh juga dituntut mampu untuk menjadi pengelola manajemen pada saat pascarevolusi. Pendek kata, bagi mereka serikat buruh pada dasarnya berfungsi sebagai badan perlawanan. Namun pada era pascarevolusi serikat buruh harus juga berfungsi dalam administrasi manajemen untuk mengelola industri. Untuk menjaga stamina militansi, suasana lingkungan perlu secara terus menerus dikembangkan. Mereka, para anarkis-sindikalis di masa lalu sangat percaya bahwa suatu aksi perlawanan yang masif akan mampu melumpuhkan negara dan bahkan sistem kapitalisme.

Bagaimana gerakan anarki saat ini dan masa mendatang? Saat ini sesungguhnya gerakan anarkisme tengah mengalami kemunduran. Kecuali di Spanyol, gerakan anarki dihancurkan di mana-mana. Meskipun dua tokoh anarki besar seperti Bakunin dan Kropotkin berasal dari Rusia, namun gerakan itu di sana justru dikerdilkan oleh rezim totaliter. Idenya pun dikooptasi oleh Partai Sosialis Revolusioner Narodnik.

Sementara di tempat lain di masa lalu, gerakan anarkisme pernah mengalami kejayaannya. Contohnya, gerakan perlawanan sosio kultural yang dipelopori oleh Mahatma Gandhi dianggap sebagai realitas dari pengaruh anarkisme di Asia. Gandhi berhasil mengembangkan gerakan resistensi dan pembangkangan sosial yang bersifat anti-kekerasan di Afrika Selatan dan India. Orang percaya bahwa Gandhi banyak membaca pikiran anarkis seperti Leo Tolstoy dan Thoreau, maupun Kropotkin. Meskipun impian Gandhi tentang suatu masyarakat komunal berbasis desa swadaya belum pernah terwujud, tetapi pemikirannya dilanjutkan orang-orang sepahamnya dengan mengembangkan gerakan Sarvodaya yang dipimpin oleh Vinoba Bhave Jayaprakash Narayan yang mengembangkan gerakan pemilikan tanah secara kolektif yang dikenal dengan ‘gramdan’, di mana pada tahun 60-an menjadi gerakan yang mendapat sambutan secara luas di India.

Di Barat, anarkisme memang menjadi daya tarik kaum intelektual. Anarkisme dianggap menjadi pendorong gerakan civil rights di Amerika Serikat akhir tahun 1950-an, di mana warga kulit hitam Amerika Serikat melakukan resistensi terhadap ketidakadilan yang dilegalisasi dalam konstitusi dengan menggunakan gerakan moral. Gerakan itulah yang dianggap sebagai picu gerakan sosial selanjutnya, di mana gerakan sosial makin meluas dan meruncing. Tidak hanya terbatas sebagai gerakan civil rights, tetapi telah berkembang menjadi gerakan umum menentang struktur elitisme dan gerakan kritik terhadap gaya hidup materialisme masyarakat industri baik di negara-negara kapitalis maupun negara komunis. Gerakan itu terus berlangsung hingga tahun tahun 1960-an dan 1970-an. Anarkisme dengan demikian telah menjadi identik dengan gerakan counter-culture atau budaya tanding yang sangat popular di kalangan anak muda dan mahasiswa dan kelompok kiri secara umum di Amerika dan Eropa, serta Jepang. Namun watak anarkisme generasi ini memang lebih merupakan pemberontakan budaya ketimbang suatu hal yang berwatak ideologis.

Pendirian akan penolakan kaum anarki terhadap negara, serta desakan untuk desentalisasi dan otonomi lokal, sangat bergaung kuat terhadap mereka yang bercita-cita menegakkan demokrasi partisipasi. Jika gerakan sosial ditahun 60-an memendam semangat ‘buruh menguasai industri’, maka kelihatannya pikiran anarkis-sindikalis masih hidup. Tetapi anarkisme generasi tahun 60-an dan 70-an memprakarsai suatu perlawanan masif dan berskala global melalui aksi langsung dengan membentuk parlemen jalanan dan mempunyai agenda yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Gerakan anarkisme era tersebut menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa mereka menerima warisan pemikiran Bakunin tentang pan-destructionisme di mana mereka percaya bahwa sistem masyarakat yang ada saat itu sudah sangat rusak, korup dan munafik sehingga sudah tidak layak lagi untuk diperbaiki dan harus dibersihkan secara total.

Dari perbincangan ini, kita dapat memahami ternyata paham anarkisme tidak sesederhana yang selama ini dipersepsikan oleh banyak orang. Anarkisme juga memiliki anatomi dan bentuk gerakan yang bermacam-macam. Menganggap tunggal anarkisme yang sebenarnya beragam tersebut dapat memunculkan suatu kesalahpahaman yang tidak perlu. Karena memang paham anarkisme dalam perkembangannya pernah menjadi pendorong terhadap perubahan sosial menuju suatu masyarakat bebas dari otoritarianisme menuju pada suatu masyarakat egaliter, tanpa dominasi dan demokratis. Bahkan paham Anarkisme telah menjadi inspirasi terhadap lahirnya banyak karya sastra tentang kemanusiaan yang sangat berbudaya. Misalnya saja kritik Ivan Illich terhadap sekolah di awal tahun 70-an merupakan salah satu karya seorang anarkis yang memberi inspirasi bagi berbagai upaya pembaharuan pemikiran dan metodologi pendidikan. Pendek kata sudah lama masyarakat luas menjadi semakin manusiawi dan beradab, justru karena inspirasi dari para pemikir anarkis.

Bagaimana masa depan anarkisme? Pada saat ini rakyat secara global menghadapi tantangan besar akibat dari menguatnya paham Neoliberalisme. Indikasi menguatnya paham ini telah mendorong tata ekonomi, politik, sosial dan budaya ke dalam suatu zaman yang dikenal dengan era Globalisasi. Globalisasi yang merupakan suatu formasi sosial untuk pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu sistem ekonomi kapitalisme global, juga telah memincu munculnya gerakan anarkisme baru di awal abad ini. Proses globalisasi yang memaksakan pembentukan sistem dan tata relasi dunia baru ini membawa akibat semakin menguatnya institusi modal dan negara-negara kapitalis melalui WTO (World Trade Organization) dan lembaga keuangan internasional, terdapat indikator telah membangkitkan semangat anarkisme lagi. Berbagai perlawanan rakyat secara global di berbagai tempat menentang WTO dan Bank Dunia menjadi saksi dari kebangkitan gerakan anarkisme yang secara global dikenal, yakni The World Bank dan International Monetary Fund (IMF). IMF inilah organisasi yang paling dianggap berkuasa di abad ke-20.

Justru pada era globalisasi inilah terdapat suatu gejala lahirnya kembali gerakan anarkisme global yang selama ini tidak banyak kedengaran. Globalisasi justru seakan membangunkan kaum anarkis dari tidur, atau paling tidak membangunkan gerakan sosial yang mendapat inspirasi dari kaum anarkis secara global, seperti gerakan anti-WTO, gerakan anti-hutang, seolah meneruskan gerakan hijau, gerakan feminisme, gerakan masyarakat adat atau pun gerakan rakyat kaum miskin kota dan sebagainya. Gerakan rakyat menentang pembangunan dam di beberapa tempat di Asia, seperti gerakan anti-proyek pembangunan dam Narmada di India tahun 1980-an, pada dasarnya merupakan suatu bentuk dari New Social Movement yang mendapat inspirasi dari pikiran anarkisme. Pada tahun 1992, gerakan untuk menyelamatkan Narmada ini berhasil mendesak Bank Dunia untuk mencabut dukungannya terhadap proyek tersebut. Gerakan yang mewarisi sikap kritis dan semangat anarkisme Mahatma Gandhi ini adalah merupakan gerakan sosial yang menantang watak otoritarian kekuasaan negara dan sikap ekstraktif dari proses ekonomi yang dominan. Gerakan anarkisme yang dalam era itu juga disebut sebagai new social movement tumbuh di mana-mana, dalam skala lokal, nasional, bahkan global.

Saat ini, sekali lagi kita menyaksikan suatu gerakan koalisi global menentang WTO dan gerakan anti-hutang, Jubilee 2000, serta berbagai koalisi global menentang Bank Dunia, yang ditunjukkan dengan turunnya kembali kaum muda di jalan-jalan kota-kota besar dunia setiap diselenggarakan pertemuan Globalisasi, adalah fenomena resistensi sosial yang mengingatkan bangkitnya kembali gerakan anarkis atau bahkan terjaganya dari tidur panjang watak anarkis dari gerakan sosial. Gelombang sentimen untuk menentang watak dominasi neoliberalisme dan rezim globalisasi yang mendunia saat ini, bukankah fenomena yang merupakan indikasi lahirnya kembali anarkisme. Masih banyak kasus yang saat ini tidak terungkap, bagaimana gerakan masyarakat di tingkat akar rumput melakukan resistensi terhadap globalisasi yang pada dasarnya memiliki watak sebagai reinkarnasi pemikiran anarkisme. Misalnya saja gerakan para aktivis untuk membela para petani dari invasi budaya modernisasi pertanian revolusi hijau serta gerakan sosial untuk reformasi agraria dan hak-hak petani (peasant rights) di Indonesia saat ini. Apakah tidak dapat secara luas dianggap sebagai bangkitnya kembali falsafah anarkisme?