Tim Katalis

Totalitas Bagi Kaum Muda

Sebuah sejarah singkat Situationist International

28/10/2010

      Introduksi

      BAB I

        PRA-SITU DAN AKAR-AKARNYA
(PERANG DUNIA II — 1957)

        Copenhagen Brussel Amsterdam (COBRA)

        Gerakan Lettrist dan Lettrist International (LI)

        The International Movement for an Imaginist Bauhaus (IMIB)

      BAB II

        Situasionist International
(1957 — 1972)

        Dari Perpisahan Hingga Kebangkitan (1962—1968)

        Dari Kebangkitan Hingga Pembubaran (1968—1972)

      BAB III

        PASCA SITUATIONIST INTERNATIONAL DAN WARISANNYA
(1972 — ...)

      Bibliografi

Introduksi

“Sesuai dengan apa yang engkau cari, pilih sebuah negara, kota yang kurang lebih banyak populasinya, jalan yang kurang lebih ramai. Bangun sebuah rumah. Beri perabotan. Gunakan berbagai dekorasi dan menghias sekelilingnya sebagus mungkin. Pilih musim, hari dan waktunya. Kumpulkan bersama orang-orang yang paling cocok, dengan musik dan minuman yang juga tepat. Pencahayaan dan obrolan juga harus tepat dengan suasananya, sebagaimana musim atau memorimu.”

Saat pertama kali membaca kutipan di atas, mungkin sangat tidak mengesankan, apalagi saat berbicara mengenai sejarah sebuah organisasi yang revolusioner—yang biasanya dipenuhi oleh kutipan-kutipan pernyataan dari organisasi tersebut yang sangat berapi-api dan membakar. Tetapi hal sederhana tersebut akan berbeda apabila kalian para pembaca sebelumnya telah memahami soal ide-ide yang dikembangkan oleh Situationist International, yang mungkin ide sederhana yang tak lain adalah terjemahan dari artikel Permainan Psykogeografi Minggu Ini di atas akan menjadi sangat menarik. Para pemain didorong untuk ‘membangun’ sebuah situasi, yang jelas sangat simpel, bukan sebuah event politis yang tampak sangat radikal, melainkan sebuah momen dari kehidupan nyata, sebuah momen yang lebih tinggi dalam kehidupan nyata. Hasratlah yang dijadikan racikan paling mendasar bagi terciptanya sebuah revolusi. Sebuah dorongan untuk hidup secara langsung, sebagai lawan dari bentuk hidup yang teralienasi yang disodorkan oleh masyarakat kapitalis dewasa ini.

Psikogeografi, sebuah kritik politis atas masyarakat melewati pemetaan mental (melalui kritik atas arsitektur), adalah alasan-alasan dasar yang paling menarik dari hasil-hasil kerja para Situationist. Hal ini jugalah yang tak akan pernah ditemui sebelumnya dari karya-karya revolusioner sebelumnya, yang biasanya hanya melihat ketertindasan ekonomi sebagai faktor utama yang perlu diperhatikan dalam ‘mengorganisir’ sebuah momen insureksional.

Tetapi toh berbicara mengenai Situationist International (SI) jelas berbicara mengenai organisasi revolusioner, tentang politik, tentang Debord, tentang Situationist International Kedua, tentang seluruh aktifitas harian para anggotanya. Hal tersebut dapat diterangkan melalui fakta bahwa seluruh anggotanya aktif secara politis, tetapi biografi-biografi yang ditulis oleh para sejarawan tak pernah menggambarkan mereka dengan baik.

Sepintas tulisan-tulisan SI memang memusingkan dan kabur apabila dibaca tanpa beberapa pamahaman dasar tentang konteks yang ingin mereka kembangkan. Dengan demikian, sebelum sejarah mengenai mereka mulai dibaca di halaman-halaman berikutnya, kami lampirkan juga terlebih dahulu sebuah catatan singkat.

Catatan:

Seluruh teks dari Situationist International dan teks-teks yang berhubungan dengannya bebas dari hak cipta. Tak ada terjemahan teks-teks mereka dalam bahasa Indonesia, jadi apabila para pembaca ada yang lantas tertarik untuk mempelajarinya lebih mendalam, di akhir artikel ini akan kami bubuhkan beberapa buku yang paling signifikan untuk dipelajari lebih lanjut.


BAB I

PRA-SITU DAN AKAR-AKARNYA
(PERANG DUNIA II — 1957)


Situationist International (SI) dibentuk pertama kali pada tahun 1957 di pedesaan Italia bernama Cosio d’Arroscia yang merupakan sebuah peleburan dari grup avant-garde ‘International Movement for an Imaginit Bauhaus’ (IMIB), Lettrist International (LI) dan London Psychogeographical Association. Organisasi tersebut hidup dan berjalan selama 15 tahun hingga berakhir di Paris pada tahun 1972; bergerak dari bidang seni radikal yang merupakan bidang tempat mereka bermula, hingga pada politik revolusioner yang sama sekali tidak mengalienasi.

Dalam pembentukan awalnya, SI memiliki akar yang kuat baik secara literer ataupun artistik, pada tradisi avant-garde yang apabila ditarik ke belakang merunut pada ideologi yang dianut Dada dan Surrealisme. Tradisi ini dibawa ke dalam organisasi tersebut melalui Asger Jorn dan Constant. Dua orang anggota terkemuka dari The International of Experimental Artist, yang kemudian dikenal sebagai COBRA dan juga merupakan anggota IMIB—salah satu grup yang membentuk SI.


Copenhagen Brussel Amsterdam (COBRA)


COBRA, atau lebih dikenal dengan The International of Experimental Artist, adalah sebuah grup avant-garde yang berisi penulis, arsitek dan pelukis dari Belgia, Belanda dan Denmark. Grup ini dibentuk tahun 1949, saat anggota-anggota Revolutionary Surrealist Group, Host dan Die Experimentele Groep dari Belanda bertemu dalam sebuah kongres seni di Paris. Grup-grup yang disebutkan terakhir tadi dibentuk begitu Perang Dunia II berakhir, yang mengalami masa stagnansinya setelah Surrealisme meraih sukses komersil dan mendapatkan pukulan telaknya dalam masa perang.

Belgian Surrealist Group (Grup Surrealis Belgia), yang dipimpin oleh Christian Dotremont, adalah sebuah faksi pecahan dari kelompok tandingannya di Perancis. Perpecahan ini muncul setelah tahun 1945 saat Andre Breton, tokoh kunci Surrealist Group, kembali dari pengungsiannya selama perang di Amerika Serikat. Breton yang memulai perpecahan itu, berkeinginan untuk memfokuskan aktifitas grup seniman tersebut lebih pada mistikisme, dan melupakan militansi politis yang selama ini melekat pada setiap aktifitas grup. Ia memutuskan untuk keluar dari Partai Komunis dan berharap semua orang mengikuti langkahnya (Surrealist dan Partai Komunis semenjak dari awal telah memiliki ikatan yang kuat). Sementara Breton mengungsi ke Amerika Serikat selama perang berlangsung, Dotremont dan anggota-anggota Surrealist Group tetap tinggal di Eropa dan mengambil bagian aktif dalam semua aktifitas melawan Nazi. Mereka bahkan juga membentuk Revolutionary Surrealist Group yang bermarkas di Brussel.

Sementara grup Host adalah kelompok pelukis, penulis dan arsitek yang terbentuk di seputar majalah Helhesten yang aktif antara tahun 1941 dan 1944.

Die Experimentele Groep di Belanda juga merupakan kelompok yang serupa, anggotanya adalah para pelukis, penulis dan arsitek. Mereka mempublikasikan majalah bertitel ‘Reflex’ yang penuh berisi teks-teks dan puisi.

Tahun 1948, beberapa delegasi dari ketiga grup tersebut bertemu saat berpartisipasi dalam sebuah konferensi bertajuk International Centre For The Documentation Of Avant-Garde Art di Paris. Para delegasi ketiga grup tersebut adalah mereka yang kecewa dalam tingkat diskusi yang berlangsung di sana, yang dengan segera mempublikasikan pernyataan oposisional mereka:

Satu-satunya alasan yang ada dalam aktifitas internasional kami adalah kolaborasi yang organik dan eksperimental, yang jelas menghindari kesakralan teori dan dogmatisme.

Dalam pernyataan tersebut mereka telah mulai membuat dasar bagi platform atas kolaborasi ketiga grup. Sebagian platform tersebut didefinisikan lebih lanjut dalam sebuah manifesto yang hadir beberapa saat kemudian di salah satu edisi majalah ‘Reflex’ sebagai berikut:

Keterputusan kultur klasik Barat adalah sebuah fenomena yang hanya dapat dipahami dengan cara mengkontraskannya pada sebuah evolusi sosial yang dapat berakhir dengan keruntuhan total sebuah prinsip masyarakat yang telah bertahun-tahun dikenal, untuk digantikan dengan sebuah sistem yang mana hukum-hukumnya didasarkan pada tuntutan langsung dari vitalitas manusia [...].

Kolaborasi dari ketiga grup tersebut menghasilkan sebuah majalah yang berbentuk sebuah forum di mana praktek dan ide-ide mereka dipertukarkan sekaligus diperdebatkan. Majalah tersebut dinamai COBRA (dari inisial kota-kota Copenhagen, Brussel, Amsterdam). Berbagai eksibisi dan event mulai direncakan serta dihadirkan. Sang Belgia Dotremont, Constant dari Belanda dan Asger Jorn dari Denmark adalah tiga tokoh kunci dari grup tersebut yang muncul secara alamiah dari aktifitas-aktifitas para pelukis, arsitek, penulis, penyair dan teoris-teoris di seputaran grup tersebut.

Mereka semua menolak baik seni realisme maupun seni abstrak, dan memilih sebuah bentuk ekspresi langsung yang cenderung primitif, yang dikembangkan melalui berbagai eksperimentasi. Secara politis, dalam melakukan semua aktifitas tersebut jelas mulai beroposisi dengan Partai Komunis yang hanya mendukung satu jenis seni: realisme sosial. Mengambil jarak semakin jauh dari Surrealisme dengan mengkritisi fokus gerakan tersebut yang hanya berputar di sekitar alam ketidaksadaran dan psikis. Di saat yang sama, mereka juga membawa ke muka sebuah ide tentang pembentukan lingkungan urban yang baru, sesuatu yang lebih ‘irasional’, yang jelas membawa mereka bertentangan dengan rasionalisme LeCorbusier. Constant kemudian mengambil dan mengembangkan konsep ini ke dalam Situationist International, yang mana teori tersebut semakin berkembang di bawah nama Urbanisme Unitarian.

COBRA membubarkan diri pada tahun 1951 setelah selama terbentuknya selalu ditolak oleh ideologi seni yang telah mapan—walaupun toh tujuh tahun kemudian para anggota COBRA (Jorn, Constant dan Appel) meraih sukses komersial sehingga mendadak seluruh ide-ide mereka ‘diketemukan’ dan ‘dicanangkan’ sebagai sebuah gerakan avant-garde yang paling penting.

Jorn dan Constant, yang kemudian menjadi anggota SI yang saat itu baru terbentuk, menulis tentang rekuperasi atas COBRA sebagai berikut:

Di tahun 1958, beberapa konspirasi berusaha untuk meluncurkan sebuah gerakan avant-garde ‘baru’, hal yang sama telah ditolak 7 tahun sebelumnya. [...] Grup-grup dalam gerakan COBRA telah setuju untuk memproklamirkan sebuah riset eksperimental tentang kultur. Tetapi intensi positif ini, yang diguncang oleh kebingungan ideologis, dijaga agar tetap hidup oleh sebuah komponen yang kuat dari neo-Surrealist. Maka satu-satunya yang berhasil dicapai oleh COBRA adalah kreasi sebuah gaya melukis yang baru.


Gerakan Lettrist dan Lettrist International (LI)


Selama berlangsungnya Perang Dunia II, Isidore Isou, seorang penyair muda Romania, mengelaborasikan teori yang ia kembangkan ke dalam bentuk puisi. Merunut pada puisi ini, seperti juga semua seni melalui dua fase dialektis, fase ekspansi dan fase pemahatan. Setelah para Dadais ‘menghancurkan’ kata-kata, puisi kini telah mencapai fase pemahatan akhirnya. Peran Isou dalam hal ini adalah melengkapi fase tersebut dengan menghancurkan huruf, dan menginisiasikan sebuah periode ekspansi yang baru.


Saat waktunya dirasa tepat, ia pergi ke Paris, ibukota kultur Barat, untuk memproklamirkan penemuan besarnya pada dunia. Hasilnya sangat mengecewakan, karena nyaris tak seorangpun peduli pada penemuannya tersebut. Tetapi bukannya mundur, Isou yang egosentris malahan mempersenjatai dirinya dengan dua cara yang dapat membuat suaranya didengar: melalui skandal dan mengumpulkan pengikut.

Gerakan Lettris dengan demikian mulai lahir. Nama mereka meroket melalui berbagai skandal seperti publikasi dan distribusi masif sebuah pamflet berjudul ‘Kediktatoran Lettrist’ (mungkin tidak terdengar menarik saat ini, tetapi bayangkan saat ini terjadi adalah Paris tahun 1946, hanya setahun setelah Jerman menduduki kota tersebut), juga melalui sebuah interupsi mendadak di tengah pembacaan puisi Tristan Tzara dan yang paling berhasil adalah pembacaan pamflet ‘Tuhan Telah Mati’ di sebuah misa di Notre Dame (para perusuh tersebut berpakaian seperti pendeta, dan mereka tidak selesai saat melakukan pembacaan karena seorang penjaga berusaha membunuh mereka).

Atas skandal-skandal yang ditimbulkannya, sekelompok pemuda usia 20-an banyak berkumpul di sekitar Isou dan kafe-kafe di Left Bank tempat para Lettrist biasa berkumpul. Guy-Ernest Debord bergabung dengan kelompok ini pada tahun 1950 bertepatan setelah upaya yang dilancarkan para Lettrist untuk mengacaukan Festival Film Cannes. Mereka memproduksi puisi bunyi Lettrist, lukisan Lettrist yang menjadikan huruf sebagai subyeknya, beserta beberapa film Lettrist.

Tahun 1951, film Isou yang bertajuk The Drivel dan Eternity Treatise justru memenangkan penghargaan Avant-Garde Award dalam Festival Film Cannes. Padahal film tersebut bertujuan untuk menyiratkan sebuah akhir dari fase pemahatan dalam dunia perfilman, yang mana sebagian film tersebut digores, dicabik sementara sebagian isinya benar-benar kosong. Debord juga mengambil tema yang sama beberapa tahun ke depan dengan film kosongnya yang bertajuk Howling in favor of the Sade.

Berkaitan dengan perkembangan para situasionis selanjutnya, sebuah poin menarik dari teori-teori Isou adalah analisanya atas anak muda sebagai sebuah kelas sosial. Ia melihat bahwa kelas ini tereksploitasi dan tak terepresentasikan, tetapi karena kelas tersebut tidak terikat oleh hal-hal semacam keluarga dan kerja, anak muda disituasikan untuk berada di luar pasar dan relatif bebas dari kekuatan-kekuatan kapitalis yang mengontrol baik pasar maupun orang-orang yang berada di dalamnya. Isou sangat berjasa sebagai orang yang pertama kali melihat potensi revolusioner dari ‘kelas’ ini. Tahun 1950-an memperlihatkan tanda-tanda pertama dari kemarahan yang datang dari kaum muda, dengan beberapa gerakan seperti ‘the Angry Young Men’ di Inggris dan ‘Les Blouson Noir’ di Perancis.

Tahun 1952 Debord dan beberapa lainnya memisahkan diri dari gerakan Isou dan membentuk Lettriste International (LI). Perbedaan yang ada sebenarnya telah terjadi beberapa saat sebelumnya. Momen yang menandai pemisahan diri tersebut adalah demonstrasi yang diinisiasikan oleh Debord dan beberapa lainnya untuk melawan konferensi pers Charlie Chaplin di Paris, sebuah aksi yang dikutuk oleh Isou.

Selama 5 tahun eksistensinya, LI tetap menjadi sebuah grup yang relatif kecil dan tidak dikenal. Majalahnya yang bertitel ‘Potlach’ didistribusikan cuma-cuma. Nomor perdananya dicetak sebanyak 50 eksemplar sementara nomor terakhirnya mencapai 500 eksemplar. Mereka mendedikasikan diri mereka untuk secara serius mempelajari permasalahan waktu luang, kebanyakan melalui eksperimentasi praktik tentu saja.

Pengorganisiran waktu luang—pengorganisiran kebebasan keberagaman yang tidak terlalu dikendalikan oleh kesinambungan kerja—adalah sebuah kebutuhan bagi negara-negara kapitalis sebagaimana juga bagi para penerus Marxis. Di manapun juga seseorang dibatasi oleh degradasi berbagai stadium program televisi. [...] kami berusaha secara serius untuk mendedikasikan diri kami hanya pada waktu luang [...] Konstruksi berbagai situasi akan menjadi realisasi yang berkesinambungan dari sebuah permainan besar, sebuah permainan di mana para pemainnya telah dipilih untuk memainkannya.

LI menerapkan arsitektural dan teori-teori perilaku dalam ‘praktik eksperimental’ mereka, sesuatu yang juga telah digarisbawahi oleh gerakan Lettrist. Hal-hal tersebut membawa mereka untuk mengembangkan konsep Unitary Urbanism (Urbanisme Uniter) dan bidang studi mereka adalah Psikogeografi. Poin awal mereka adalah ide bahwa arsitektur mempengaruhi kehidupan orang-orang yang hidup di dalamnya jauh lebih besar daripada yang biasa diperkirakan. Sebuah kritik terhadap arsitektur dengan demikian membuka sebuah jalan untuk mengkritisi hidup secara keseluruhannya.

Tahun 1953, seorang pemuda berusia 19 tahun bernama Ivan Chtcheglov menulis sebuah esai bertitel ‘Formulasi bagi Urbanisme Baru’ (pertama kali dipublikasikan 5 tahun kemudian dalam nomor perdana Internationale Situationiste) yang merupakan sebuah tulisan pendek penuh gairah untuk segera ‘mempersenjatai’ konsep baru tentang urbanisme, yang diawali dengan tulisan berikut:

Tuan yang terhormat, aku datang dari negeri lain. Kami bosan di kota, (karena) tak ada lagi Kuil Matahari.

Kalimat tersebut menjadi pembuka jalan bagi psikogeografi. Chtchelglov mengkritik kota-kota modern yangvtak memiliki musik dan geografi. Imajinasi-imajinasi kami tetap berada jauh dari mesin-mesin duniawi. (Maka) hacienda, dan kota baru harus dibangun.

Ia terus mendeskripsikan visinya, yang merupakan hasil atas gambaran masa depan arsitektur baru yang mana seseorang akan harus mempelajari berbagai eksperimentasi pola perilaku, desainernya secara bersamaan juga harus mengkonstruksi berbagai situasi. Idealnya, kota tersebut akan menjadi kota yang dapat dimodifikasi.

Yang mana bangunan-bangunannya dinyalakan oleh kekuatan yang mampu membawa kembali kenangan dan imajinasi, struktur-struktur simbolisnya merepresentasikan berbagai hasrat, setiap orang akan hidup dalam katedral personalnya, begitu juga saat mereka berbicara. Distrik-distrik kota ini akan saling berkorespondensi dengan seluruh spektrum atas berbagai perasaan yang berbeda-beda yang bisa seseorang dapatkan melalui adanya berbagai kesempatan dalam hidup keseharian.

LI mencanangkan formulasi dari Chtcheglov, khususnya dalam tikungan-tikungan eksperimentasi yang disebut psikogeografi. Tahun 1955 Debord menulis sebuah esai bertitel ‘Introduksi pada sebuah Kritik atas Geografi Urban’ yang dalam berbagai sisi merupakan sebuah pengembangan dari ide Chtcheglov.

Psikogeografi dapat membangun dirinya sendiri dalam studi mengenai hukum-hukum dan efek-efek yang spesifik atas lingkungan geografis, baik yang terorganisir secara sadar atau tidak, tentang emosi-emosi dan perilaku seorang individu.

Peta psikogeografis mengekspresikan insubordinat yang lengkap yang mempengaruhi kebiasaan diujicobakan. Kota dan berbagai pengaruhnya atas mood para penghuninya dieksplorasi melalui derive, atau berjalan kaki dalam rute-rute memutar yang sistematis, dan permainan psikogeografis diujicobakan dengan menjelajahi sebuah kota tetapi dengan cara mengikuti alur peta kota lain. Riset ini akan diakhiri dengan penciptaan sebuah suasana baru yang mengarah pada cara hidup yang baru dan lebih menyenangkan.

Teori lain yang juga dikembangkan dalam tahun-tahun tersebut adalah teori Detournement, yang pertama kali digarisbawahi dalam esai karya Debord dan Gil J. Wolman bertitel Metoda-Metoda Detournement. Mereka berangkat dari poin bahwa:

Fase perang sipil yang kami canangkan melalui seni dan kreasi harus melayani kepentingan-kepentingan para partisannya dan dengan demikian maka sangat penting untuk mengakhirinya dengan penciptaan nilai-nilai baru atas kepemilikan personal di area-area tersebut. Detournement adalah sebuah penjarahan cuma-cuma dan adaptasi bagi kreasi-kreasi lain. Detournement adalah penggantian konteks.

Hal tersebut dilakukan tanpa menjelaskan bahwa tak ada batas dalam mengkoreksi sebuah hasil kerja atau untuk mengintegrasikan berbagai fragmen yang terpisah dari hasil-hasil kerja yang kuno ke dalam sebuah hasil kerja baru; seseorang juga dapat mentransformasikan makna berbagai fragmen tersebut dalam cara yang dianggap perlu, meninggalkan para imbesil yang terus memelihara “kutipan-kutipan” yang memperbudak.

Tahun 1957 LI menggabungkan diri bersama International Movement for an Imaginist Bauhaus (IMIB) ke dalam bentuk Situationist International (SI).


The International Movement for an Imaginist Bauhaus (IMIB)


Pasca bubarnya COBRA, Asgern Jorn meneruskan aktifitasnya sebagai seorang ‘seniman eksperimental’, organisator gila dan pembangun kontak. Dalam perioda tersebut ia bertemu dengan seorang pelukis sekaligus pelopor Nuclear Art Movement bernama Enrico Baj. Mirip dengan COBRA, para seniman nuklir tersebut melawan seni abstrak maupun realis serta yakin bahwa eksperimentasi adalah satu-satunya cara untuk membawa pembaharuan-pembaharuan di bidang seni lukis.

Jorn juga membangun kontak dengan Max Bill, seorang arsitek Swiss yang sedang bekerja untuk proyek New Bauhaus. Berdua, mereka mengeksplorasi lahan-lahan yang mungkin dibangun untuk kolaborasi, tetapi dengan segera Jorn kecewa dengan rasionalisme Bill. Ia menuduhnya sebagai seorang yang hanya menginginkan sebuah akademi tanpa lukisan, tanpa riset imajinatif, fantasi, tanda dan simbol. Dalam sebuah suratnya kepada Enrico Baj, Jorn menegaskan intensinya untuk membentuk International Movement for an Imaginist Bauhaus (IMIB). Baj bergabung dengan grup yang baru terbentuk tersebut, juga mantan seniman COBRA seperti Christian Dotremont dan Appel. Dalam tahun ini juga, Jorn pindah ke kota pinggir laut di Italia, Albisola.

Selama pelaksanaan festival lokal di tahun 1954, Jorn bertemu dengan pelukis politis, Giuseppe Pinot-Gallizio dan seorang mahasiswa filsafat, Piero Simondo. Kedua orang tersebut sangat tertarik dengan intensi dan ide-ide IMIB. Setahun kemudian, studio Gallizio yang terletak di kota lembah yang penuh kebun anggur, Alba, menjadi Laboratorium Eksperimental IMIB. Semua orang bekerja dan bereksperimentasi dengan sesamanya dalam disiplin pelukisan, arsitektur dan musik. Sementara itu, Jorn terus secara aktif membangun kontak dengan gerakan-gerakan avant-garde Eropa Barat, yang antara lain juga grup LI di Perancis.

Bulan September 1956, Jorn dan Gallizio mengorganisir even “Kongres Dunia Pertama dari Seniman-Seniman yang Terbebaskan”. Gil J. Wolman hadir untuk merepresentasikan LI. Atas pengaruh dan argumen-argumen yang diajukannya, Baj diusir di hari pertama pertemuan.

Kongres tersebut menghasilkan sebuah resolusi yang ditandatangani oleh semua peserta, mendeklarasikan sebuah, “kebutuhan untuk sebuah konstruksi integral dalam lingkungan melalui sebuah urbanisme uniter yang harus menggunakan seluruh seni dan teknik modern,” serta “memahami saling ketergantungan esensial antara urbanisme uniter dan gaya hidup masa depan.”

Sebuah eksibisi dari hasil-hasil kerja dalam Laboratorium Eksperimental IMIB yang juga memamerkan “Keramik-Keramik Futuris 1925—1933” diorganisir bersamaan dengan diselenggarakannya kongres.

Constant tinggal di Alba pasca kongres untuk meneruskan studinya tentang urbanisme dan ruang. Ia merencanakan sebuah konstruksi bergerak bagi beberapa kamp gypsi yang berada di tanah milik Gallizio. Menggunakan tembok-tembok terpisah yang dapat dibongkar-pasang, eksperimentasi ini juga lantas digunakan untuk model kota baru yang berdasarkan pada prinsip kepemilikan umum, dinamis dan kemungkinan-kemungkinan modifikasi berkesinambungan dari lingkungan hidup urban.

Sementara itu, Gallizio mengerjakan ‘Lukisan Industrial’. Nama yang digunakan tersebut tidak dipilih atas teknik produksi lukisan-lukisan tersebut. Semua lukisan tersebut dibuat dengan menggunakan tangan, untuk kemudian dieksperimentasikan oleh Gallizio dengan menggunakan berbagai material seperti lem, cat, wax, assiline, pasir, karbon dan apapun yang dianggap mungkin olehnya. Terminologi ‘Industrial’ tersebut dipilih atas kuantitas produksi kerjanya. Gallizio, atas subsidi dari anak lelakinya, Jors Melanotte, ‘mengecat’ gulungan kanvas sepanjang 70 hingga 90 meter dan menjualnya per meter, menggunakannya untuk membuat pakaian, layar pemisah dan arsitektur bergerak. Ide tersebut diajukan untuk menghajar dogma produksi massal yang dianggap sebagai kemajuan.

Di sekitar tahun yang sama, sebuah eksibisi psikogeografis diselenggarakan di Brussel oleh Walter Korun dan Guy Debord.

Bulan Mei 1957, Debord menulis apa yang selanjutnya menjadi sebuah dokumen persiapan bagi konferensi yang diselenggarakan dua bulan kemudian. Pamflet tersebut berjudul Laporan tentang Konstruksi Situasi-Situasi dan tentang Kecenderungan Internasional Situasionis dalam Organisasi dan Aksi yang dimulai dengan kalimat, “Pertama-tama kita semua harus berpikir bahwa dunia ini mesti diubah,” lantas disambung dengan sebuah analisa sejarah avant-garde, Futurisme, Dada dan Surrealisme, menentukan latar belakang yang dapat didiskusikan dalam tradisi tersebut.

Program surrealis, menegaskan keragaman hasrat dan kejutan, mengajukan sebuah kegunaan baru atas hidup, yang jauh lebih kaya dalam mengkonstruksi berbagai kemungkinan daripada yang dikira oleh umum [...] tetapi errornya adalah [...] keyakinannya bahwa ketidaksadaran pada akhirnya akan ditemukan oleh kekuatan kehidupan [...].

Menurut Debord, para avant-garde telah terhisap kembali ke dalam sistem dominan dan kehilangan potensi mereka sebagai kekuatan revolusioner. Debord mengingatkan kembali tentang penciptaan berbagai situasi, yang dideskripsikan sebagai:

[...] konstruksi lengkap atas alunan-alunan hidup momenter dan transformasinya menuju sebuah kualitas superior yang penuh hasrat. Situasi-situasi yang menjadi kebalikan dari spectacle, bentuk hidup teralienasi yang merupakan hasil dari kapitalisme-lanjut. Makna spectacle akan dikembangkan dalam perioda-perioda SI selanjutnya.

Pamflet tersebut adalah sebuah panggilan untuk melakukan aksi kolektif.

Kita telah mengeliminasi sektarianisme di antara kita yang beroposisi dengan aksi kesatuan dalam aliansi-aliansi yang mungkin bagi tercapainya tujuan-tujuan khusus dan menghalangi infiltrasi organisasi-organisasi paralel.

Dalam konferensi, Gallizio, Jorn, Olmo, Simondo dan Verrone merepresentasikan IMIB, sementara Debord dan Michelle Bernstein merepresentasikan LI. Ralph Rumney dari Inggris hadir dan diberi tahu bahwa ia harus merepresentasikan sebuah grup apabila ia ingin berpartisipasi dalam ‘unifikasi’ tersebut. London Psychogeographic Association yang saat itu sama sekali belum terbentuk, dibentuk mendadak di sana dan lantas juga semakin menegaskan terminologi ‘Internasional’ yang dicantumkan dalam grup unifikasi yang baru terbentuk tersebut, yang bernama Situationist International.


BAB II

Situasionist International
(1957 — 1972)

Hari-Hari Avant-Garde (1957—1962)

Selama tahun pertama eksistensi mereka, para situasionis menghasilkan beberapa terbitan dan memecat beberapa anggotanya. Di bawah ini akan dibeberkan perjalanan awal yang sangat menentukan tersebut dalam poin-poin pentingnya:



Dari Perpisahan Hingga Kebangkitan (1962—1968)


Konferensi SI ke-6 diselenggarakan di Anvers pada tanggal 12—16 November 1962. Konferensi tersebut berusaha meredefinisikan dan mereorganisasikan mereka yang tersisa pasca perpisahan. Konferensi dimulai dengan secara resmi ‘memecat’ para Nashis (terminologi yang ironis mengingat bahwa grup-grup Skandinavia di bawah Nash tidak dipecat, melainkan memisahkan diri dan membentuk SI ke-2). Konferensi juga berusaha mendefinisikan secara tepat relasi yang terjadi dengan organisasi-organisasi eksternal yang selama ini berkolaborasi dengan mereka. Lebih jauhnya lagi, konferensi memutuskan untuk menghapus seluruh struktur grup-grup nasional dan memutuskan bahwa jurnal Internationale Situationiste yang dipublikasikan oleh grup Perancis menjadi publikasi utama SI. Konferensi juga memproklamirkan bahwa teori-teori mereka adalah teori praktik terbaik untuk dapat meninggalkan abad ke-20 serta menghargai diri mereka sendiri karena tak pernah tersedot sukses komersial yang didapat oleh beberapa anggota sebelumnya.

Sementara itu, Jorn tetap mendukung baik SI dan SI ke-2. Kedua grup SI tersebut memang bergantung pada Jorn dalam segi finansial dan keduanya cukup bijak untuk tidak mengungkit-ungkit seputar hal tersebut. Patut dicatat, bahwa Jorn adalah satu-satunya mantan situasionis yang tidak diserang sekali pun atau dipecat oleh Debord.

Grup Spur dengan segera bergabung dengan SI ke-2, menggelar berbagai eksibisi dan aksi, termasuk pemenggalan kepala patung putri duyung yang menjadi simbol nasional di teluk Kopenhagen. Grup SI ke-2 ini juga mempublikasikan majalah berjudul ‘Drakabygget’ dan ‘Situationist Times’, tetapi aktivitas mereka sedikit demi sedikit menghilang dalam tahun yang sama.

Tanpa kontribusi dari sisi artistik, grup SI (ke-1) tampak mulai menghentikan segala bentuk eksperimentasi dan penelitian praksis, serta mulai berkonsentrasi pada berbagai aspek langsung kehidupan, pada garis politis yang semakin tegas. SI dengan segera mulai berusaha untuk mengkonstruksi teori revolusioner modern serta semakin serius menggarap, mendistribusikan jurnal dan berbagai terbitan lainnya.

Konferensi SI ke-7 diselenggarakan di Paris pada bulan Juli 1966, nyaris 4 tahun pasca penyelenggaraan konferensi sebelumnya (penanda signifikan atas perpindahan kekuasaan dari konferensi ke dalam Komite Pusat). Poin-poin perdebatan berkisar di seputaran struktur organisasi revolusioner, pengembangan relasi antara SI dan kekuatan-kekuatan revolusioner kontemporer, revolusi yang terjadi di berbagai negara dunia ketiga, sistem ekonomi yang berkembang dan semacamnya.

SI juga mengorkestrasikan beberapa skandal. Martin memang cakap dalam hal seperti ini sehingga ia mendapat masalah dengan hukum di Denmark atas penerbitan dan pendistribusian beberapa komik erotis yang politis. Beberapa aksi skandal tersebut jelas menuai sejumlah ‘penggemar’ di seputaran SI. Tahun 1966, sebuah grup yang berhasil menginfiltrasi badan organisasi mahasiswa resmi serta terpilih sebagai ketua dewan pengurus di Serikat Mahasiswa universitas Strasbourg, mengubungi SI. Grup ini meminta bantuan SI untuk “melakukan sesuatu”. SI menyarankan agar mereka menulis sebuah kritik atas universitas pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Maka tak lama kemudian terbit pamflet On the Poverty of Student Life--Considered in its Economic, Political, Psychological, Sexual, and Particularly Intellectual Aspects, and a Modest Proposal for Its Remedy yang disusun berdasarkan draft yang ditulis oleh seorang anggota SI, Mustafa Khayati. Pamflet tersebut berangkat dari kritik atas kehidupan harian mahasiswa dan bergerak menuju kritik atas masyarakat secara keseluruhan. Dicetak dengan menggunakan seluruh dana milik Serikat Mahasiswa, 10.000 eksemplar pamflet tersebut didistribusikan saat inisiasi mahasiswa baru sedang diselenggarakan di kampus. Skandal yang muncul jelas meroketkan nama SI, sementara para mahasiswa yang dianggap sebagai salah satu dalang skandal tersebut diajukan oleh birokrasi kampus ke pengadilan. Kritik yang dilontarkan dalam pamflet tersebutlah yang juga dapat dianggap hadir di saat yang tepat, yang memungkinkan SI untuk menjadi popular di kalangan mahasiswa selama even kebangkitan yang terjadi kemudian di bulan Mei 1968.

Tahun 1967, 4 orang anggota Alsatian dalam SI dipecat karena kedapatan merencanakan plot rahasia yang akan mengkontraskan kepemimpinan Debord dan kelompok Paris-nya. 4 orang yang dipecat tersebut lantas bergabung dengan para mahasiswa dari kasus skandal Strasbourg, yang kecewa karena SI tidak menyertakan mereka sama sekali dalam publikasi mereka pasca skandal.

Di tahun yang sama, buku karya Debord berjudul La Société du Spectacle dipublikasikan bersamaan dengan karya Vaneigem yang berjudul Traité de Savoir Vivre á l'Usage des Jeunes Générations. Kedua karya tersebut merupakan karya final dalam mengelaborasi konsep-konsep tentang spectacle, yang sesungguhnya telah dimulai semenjak nyaris 10 tahun ke belakang dan dibawa serta sepanjang keberadaan SI. Buku karya Debord tersebut penuh dengan kutipan-kutipan yang disubvert dari karya-karya penulis lain, terutama Hegel. Alur tulisannya tampak sangat berubah-ubah dan tak jelas, khususnya apabila dibaca terpisah dari proses pembacaan teks-teks situasionis secara keseluruhan. Tetapi walaupun demikian, apabila karya tersebut ditempatkan sebagai sebuah konteks dalam keseluruhan pengalaman perjalanan SI dan perkembangan teori mereka, maka karya itu adalah sebuah karya yang sangat jelas dan menjadi sebuah analisa yang sangat valid atas kehidupan harian masyarakat kapitalisme-lanjut. Garis besarnya, dalam buku tersebut kapitalisme dilihat telah berhasil mentransformasikan fase produksi dan dominasinya atas kelas yang tereksploitasinya melalui kekerasan dan kelaparan kepada fase yang lebih mapan. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan dominasi kapitalisme-lanjut di negara-negara di mana dominasi dilakukan melalui komodifikasi dan alienasi yang dikembangkan berdasarkan waktu kerja dan waktu luang. Dengan demikian, masyarakat secara keseluruhan telah bergerak dari sebuah fase produksi ke dalam fase spektakular, yang mana nyaris seluruh ‘kehidupan nyata’ kini teralienasikan ke dalam bentuk-bentuk spektakular.

Segala sesuatu yang sebelumnya secara langsung dihidupi, kini telah bergerak menjadi sebuah representasi

Spectacle, ditegaskan juga, harus dibedakan dari pembawa bibit-bibitnya: media massa. Bagi Debord, seluruh kehidupan modern kita kini telah didominasi oleh spectacle.

Spectacle bukanlah sekumpulan citra, melainkan sebuah relasi sosial antar manusia yang dimediasikan melalui citra-citra.

Konsep tersebut dalam berbagai sisi juga merupakan hasil elaborasinya dengan karya-karya awal Karl Marx tentang alienasi pekerja, yang disusun ulang sesuai dengan bentuk baru kapitalisme yang mendasarkan dirinya pada bidang konsumsi, tidak lagi sekedar bidang produksi. Saat teknologi modern telah mengakhiri perjuangan alamiah melawan kekuatan alam, alienasi sosial dalam bentuk sebuah hirarki antara majikan dan budak, terus berlanjut. Mayoritas manusia tetap diperlakukan sebagai obyek pasif oleh minoritas yang berkuasa. Setelah sebelumnya kapitalisme mendegradasikan ‘menjadi’ ke dalam ‘memiliki’, masyarakat spectacle berhasil mendegradasikan lebih jauh dari ‘memiliki’ ke dalam ‘tampilan’. Hasilnya adalah sebuah perbedaan kontras antara kemiskinan spiritual dan psikologis dengan kemiskinan ekonomis.

Siapa yang menginginkan sebuah dunia yang menjamin bahwa kita tak akan mati karena kelaparan, justru berbuntut pada resiko mati karena bosan?


Dari Kebangkitan Hingga Pembubaran (1968—1972)


Even kebangkitan Mei 1968 adalah sebuah titik kedua terpenting dalam perjalanan sejarah SI. Karena saat mereka melihat bahwa teori-teori mereka terbukti benar, mereka juga justru mengalami kekagetan saat menyadari bahwa organisasi mereka tidak siap menghadapi hal tersebut.

Ledakan ekonomi pasca-perang telah meroketkan ekonomi Perancis di akhir dekade 1960-an, beriringan dengan meledaknya juga angka pengangguran dan kemiskinan yang semakin gencar. Berbagai ketidakpuasan tersebut telah tampak pada beberapa pemogokan besar di tahun 1967. Para mahasiswa di kampus-kampus juga gencar melancarkan protes atas fasilitas yang tak memadai. ‘Masalah’ yang dimulai oleh hal-hal remeh di Universitas Nanterre di luar kota Paris dengan segera bergerak menginvasi Universitas Sorbonne yang terkemuka, yang juga dengan segera menjalar ke kampus-kampus lain. Para mahasiswa mulai melakukan pemogokan dan pendudukan kampus, bertempur di jalanan melawan polisi dan menyerukan agar para pekerja bergabung dalam pemberontakan. Berbagai barikade mulai didirikan dan—mengesampingkan pendapat para elit serikat pekerja resmi, ribuan pekerja bergabung dalam aksi-aksi pemogokan di pabrik-pabrik—secara harfiah berhasil mengguncang negeri tersebut beberapa minggu. Pemberontakan mencapai puncaknya saat perdana menteri Perancis, Charles de Gaulle meninggalkan Paris, untuk kembali keesokan harinya bersama kekuatan militer yang bersiap menyapu bersih pemberontakan. Sebuah pemilihan umum diadakan beberapa minggu setelahnya, yang memperlihatkan dukungan besar bagi de Gaulle dari kalangan reformis yang menuntut agar pemberontakan pekerja-mahasiswa segera disapu bersih.

Para anggota SI yang bergabung dengan para revolusioner menjadi bagian dari Komite Pendudukan Sorbonne di mana mereka menyerukan agar sesegera mungkin dibentuk Dewan-Dewan Pekerja. Peran langsung SI di tengah pemberontakan memang masih terbuka untuk diperdebatkan, tetapi pengaruh mereka jelas terlihat dan jelas juga mereka bisa dianggap bertanggung jawab atas maraknya grafiti di seluruh Paris yang berisi slogan-slogan yang diambil dari pemikiran-pemikiran mereka.

Pasca-pemberontakan Mei 1968, popularitas SI semakin menanjak daripada sebelumnya. Ratusan orang menyebut diri mereka sebagai situasionis. Orang-orang tersebut, yang kemudian disebut sebagai ‘pro-situ’ seringkali memiliki pemahaman yang samar tentang SI tetapi sangat gencar dalam mengajukan diri untuk menjadi anggota SI. Debord meninggalkan posisinya sebagai editor jurnal Internationale Situationiste. Dalam Konferensi ke-8 di Venice tahun 1969, antusiasme para pro-situ semakin meningkat.

Setengah dari para partisipan yang berjumlah sepertiga dari jumlah anggota yang pernah ada, jelas menegaskan kesamaran yang ditegaskan oleh pembicara sebelumnya [...] yang mana tiap kamerad hanya berusaha untuk mendemonstrasikan dirinya sebagai seorang situasionis, sebagaimana yang lainnya juga.

Konferensi menghasilkan aturan-aturan dasar lain, yang mana SI dideskripsikan sebagai

sebuah asosiasi internasional atas individu-individu yang setara dalam segala aspek manajemen demokratisnya [...] yang mana keputusan-keputusan mayoritas diambil oleh semua, maka minoritas harus mundur apabila dianggap bahwa oposisi terhadapnya berkaitan dengan masalah fundamental.

Pasca-Konferensi ke-5, debat panjang muncul di tengah SI. Tujuannya adalah untuk meredefinisikan arah pasca-Mei 1968, yang mana menurut para situasionis tersebut teori-teori mereka telah terbukti benar, tetapi metoda mereka sama sekali tidak siap untuk hadirnya even semacam itu. Selama proses ini juga terjadi beberapa pemecatan dan pengunduran diri, sehingga penerbitan jurnal kembali terhambat. Tetapi bagaimanapun, SI mulai tampak semakin dalam terpuruk.

Tanggal 11 November 1970, Debord dan sisanya mengumumkan kehendak mereka untuk “mengakhiri SI”. Vaneigem mengundurkan diri 3 hari kemudian setelah menyatakan bahwa 10 tahun terakhir eksistensi SI sebagai sebuah error fatal.

Tahun 1972 sebuah serangan pahit terhadap Vaneigem berjudul A Propos de Vaneigem yang merupakan jawaban atas pernyataan Vaneigem dipublikasikan dalam La veritable scission dans l'Internationale yang ditulis oleh Debord dan Sanguinetti. Buku tersebut adalah publikasi terakhir SI. Buku tersebut juga menyertakan sebuah pandangan optimis akan hadirnya sebuah era baru.

Sebuah (era baru) yang sadar secara revolusioner, yang mana bahasa kekuasaan menjadi jelas-jelas reformistis.

Buku tersebut juga menyertakan sebuah serangan yang membinasakan para pro-situ, yang mana situasionis sejak awal telah menyerang ide apapun yang akan menjadikan teori-teori SI sebagai dogma, -isme lain, dan anggapan bahwa situasionis dapat disebut sebagai ‘gerakan’.

Hal ini jelas sebuah demonstrasi yang tidak menyenangkan [...] menuduh SI mencanangkan sebuah organisasi yang mendominasi saat kami telah melangkah jauh agar membuat perekrutan anggota SI menjadi sesuatu yang tak mungkin dilakukan [...] kami tak akan pernah mempertukarkan ‘prestise intelektual’ kami dengan lingkar-lingkar apapun dari intelektual dan borjuis [...] atau dengan beradu pengaruh bersama para sekte Kiri demi kontrol dan dukungan publik mahasiswa yang menyedihkan. [...] dalam kenyataannya hal tersebut karena kami mengejutkan orang-orang tertentu dengan cara menolak membangun kontak dengan mereka, atau bahkan menolak permintaan mereka untuk bergabung dengan SI, yang mana kami dituduh sebagai ‘elit’ dan memiliki aspirasi untuk mendominasi mereka yang bahkan kami pun tak ingin tahu!

Buku tersebut secara tegas juga menyatakan bahwa tak ada lagi perlunya Internasional karena semenjak hari itu, “situasionis telah berada di mana-mana dan tujuan-tujuan mereka juga telah ada di mana-mana.”


BAB III

PASCA SITUATIONIST INTERNATIONAL DAN WARISANNYA
(1972 — ...)

Langit belum runtuh saat hanya tersisa dua orang anggota SI, yaitu Debord dan Sanguinetti, memutuskan untuk mengakhiri SI. Secara politis, SI mungkin adalah kolektif terpenting yang berusaha untuk mengajukan sebuah kritik atas bentuk dominasi modern yang terlihat jelas di Perancis pada masa tersebut (dan juga tersebar ke seluruh penjuru dunia setelahnya) pasca Perang Dunia II yang menggaris bawahi pada proses konsumerisme. SI jelas telah membuat kritik revolusioner atas kondisi-kondisi kapitalisme terkini.

Kritik-kritik yang dilancarkan oleh para pro-situ sebenarnya juga patut diperhatikan. SI juga berusaha untuk menghindari kematian normal sebuah organisasi vanguard: mati karena usia tua. Walaupun masih dapat diperdebatkan, bahwa pembubaran SI pada tahun 1972 sebagaimana juga pemecatan-pemecatan yang dilakukan sebelumnya, adalah sebuah upaya untuk menghindari akhir yang memalukan. Debat dan diskusi seputar ide-ide SI masih terus bergulir hingga hari ini di berbagai negeri, yang kadang juga cenderung menggunakan label ‘situasionis’ untuk mendefinisikan grup-grup politis yang meraup hasrat provokasi a la Dada untuk setiap aksinya. Grup-grup pro-situ yang setidaknya tercatat banyak mengadopsi ide-ide SI antara lain Dutch Provo di Belanda (yang diinisiasikan oleh mantan situasionis, Constant), Kommune 1 di Berlin (yang menjadi bibit terbentuknya gerilyawan urban Jerman RAF—Red Army Faction atau Baader-Meinhof), Angry Brigade di Inggris, King’s Mob Echo di Inggris (yang dibentuk pasca pemecatan chapter Inggris dari SI), The Black Mask dan The Motherfuckers di Amerika Serikat. Hubungan-hubungan yang terjadi dapat dilihat dari garis yang terhubung antar grup dan gerakan tersebut. Di Inggris sendiri, SI telah menjadi sumber inspirasi bagi munculnya subkultur punk di sekitar pertengahan akhir dekade 1970-an, yang mana dalam era awalnya beberapa individu yang aktif dalam penciptaan skandal melalui subkultur punk adalah juga individu-individu yang merupakan anggota dari King’s Mob Echo. Sementara SI sendiri sebenarnya telah memberikan opini tentang King’s Mob Echo ini dalam jurnal Internationale Situationiste nomor 12, “sebuah gerombolan yang menamakan dirinya King Mob hadir, dan secara salah, ditafsirkan sebagai pro-situasionis.” Hingga saat ini, para mantan anggota SI tercatat masih cukup aktif dalam berbagai aktivitasnya, walaupun tidak semeledak saat mereka menjadi anggota SI.


Bibliografi

-