Title: Bagaimana Lenin Menggiring pada Munculnya Stalin
Language: Bahasa Indonesia
Publication: Sosialis Merdeka
Date: 1991
Notes: Teks aslinya berjudul How Lenin led to Stalin yang diterbikan di majalan Workers Solidarity No 33, 1991

BAGI kaum kiri-jauh Leninis, ambruknya Republik Sosialis Uni Soviet telah melontarkan lebih banyak pertanyaan ketimbang yang terjawab. Kalau Uni Soviet benar-benar merupakan sebuah ‘negara pekerja’, mengapa para pekerja tidak mau mempertahankannya? Mengapa mereka justru menyambut hangat datangnya perubahan?


Apa yang terjadi pada “revolusi politik ataukah kontra-revolusi berdarah”-nya Trotsky? Organisasi-organisasi Leninis yang tak lagi memandang Uni Soviet sebagai negara pekerja juga belum bisa lepas dari kontradiksi-kontradiksi tersebut. Kalau memang Stalin merupakan sumber permasalahan, mengapa ada begitu banyak pekerja Rusia yang menyalahkan Lenin serta pemimpin-pemimpin Bolshevik lainnya?

Mitologi “Lenin, sang pencipta dan penopang revolusi Rusia” kini sekarat. Demikian pula yang akan terjadi pada semua kelompok Leninis karena, seiring arsip-arsip Soviet makin dibuka, akan semakin sulit untuk mempertahankan warisan Lenin. Sampai saat ini, kaum kiri di Barat telah menghindari dan memalsukan perdebatan tentang Lenin selama 60 tahun. Bagaimanapun, sekarang ini marak bermunculan artikel-artikel dan pertemuan-pertemuan oleh berbagai kelompok Trotskyis yang berusaha meyakinkan para pekerja bahwa Lenin tidak menggiring pada munculnya Stalin. Sayangnya, banyak dari perdebatan ini masih didasarkan atas fitnah dan pemalsuan-pemalsuan sejarah yang telah menjadi gejala Bolshevisme sejak 1918. Pertanyaan-pertanyaan kunci mengenai unsur-unsur apa yang membentuk Stalinisme, dan kapan “Stalinisme” pertama kali muncul dalam prakteknya, dihindari demi mempertahankan retorika dan kepalsuan sejarah.

Stalinisme didefinisikan oleh banyak ciri, dan sesungguhnya beberapa dari ciri-ciri ini sangat sulit ketimbang sebagian ciri lainnya untuk ditempatkan di kaki Lenin. Poin-poin panduan kebijakan luar negeri Stalin, misalnya, adalah ide tentang ko-eksistensi damai dengan Barat sembari membangun sosialisme di Republik Sosialis Uni Soviet (“sosialisme di satu negeri”). Lenin sering dipresentasikan sebagai lawan ekstrem terhadap Stalinisme seperti itu, Lenin dipresentasikan sebagai orang yang mau menempuh risiko apapun demi terwujudnya revolusi internasional. Akan tetapi, cerita ini, sebagaimana juga banyak cerita lainnya, tidaklah sepenuhnya seperti apa yang terlihat. Poin-poin lain yang akan dianggap oleh banyak orang sebagai ciri Stalinisme mencakup pembentukan sebuah negara satu partai, tidak ada kontrol terhadap perekonomian oleh kelas pekerja, kekuasaan diktatorial individu-individu terhadap massa masyarakat, pelibasan secara brutal terhadap aksi-aksi pekerja, dan penggunaan fitnah serta penyelewengan sejarah terhadap kelompok-kelompok kiri lainnya.

Sosialisme di Satu Negeri

Perjanjian Brest-Livtosk tahun 1918, yang menarik Rusia keluar dari Perang Dunia I, juga menyerahkan sebagian sangat besar wilayah Ukraina kepada bangsa Austro-Hungaria. Jelaslah, ketika itu tidak ada potensi untuk meneruskan sebuah perang konvensional (khususnya setelah kaum Bolshevik menggunakan slogan “kedamaian, roti, tanah” untuk memenangkan dukungan massa). Namun demikian, hadirnya gerakan Makhnovis di Ukraina jelas menunjukkan sebuah potensi revolusioner yang sangat besar di kalangan petani dan pekerja Ukraina. Tidak ada upaya yang dilakukan guna mendukung atau menopang kekuatan-kekuatan yang memang berusaha untuk melakukan sebuah perang revolusioner melawan bangsa Austro-Hungaria. Mereka dikorbankan demi mendapatkan sebuah interval untuk membangun “sosialisme” di Rusia.

Poin kedua yang penting mengenai internasionalisme Lenin adalah penekanannya sejak tahun 1918 bahwa, yang menjadi tugas adalah membangun “kapitalisme negara”, misalnya dengan pernyataan “kalau kita mengintrodusir kapitalisme negara dalam masa kira-kira 6 bulan, maka kita akan mencapai keberhasilan yang besar…”.[1] Lenin juga diketahui pernah mengatakan “Sosialisme tak lain adalah monopoli-kapitalis negara yang dilakukan demi kemanfaatan seluruh rakyat”.[2] Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai konsep Lenin tentang sosialisme.

Negara Satu Partai

Satu ciri pokok lainnya yang oleh banyak orang biasanya diasosiasikan dengan Stalinisme adalah pembentukan sebuah negara satu partai, dan pembungkaman semua arus oposisi di dalam partai. Banyak kaum Trotskyis masih akan mengatakan kepada kamu bahwa kaum Bolshevik menyemangati kaum pekerja untuk bangkit dan memperdebatkan poin-poin di masa itu, baik di dalam maupun di luar partai. Kenyataannya sangatlah berbeda, karena kaum Bolshevik segera mengawasi secara keras kekuatan-kekuatan revolusioner di luar partai, dan kemudian mengawasi ketat orang-orang di dalam partai yang gagal mengikuti garis partai.

Pada April 1918, polisi rahasia Bolshevik (Cheka) menggerebek 26 pusat Anarkis di Moskow. Empat puluh orang Anarkis dibunuh atau terluka dan lebih dari 500 orang dipenjara.[3] Pada bulan Mei, terbitan-terbitan Anarkis yang terkemuka dibredel.[4] Kedua peristiwa ini terjadi sebelum alasan meletusnya Perang Sipil bisa digunakan sebagai suatu ‘pembenaran’. Penggerebekan-penggerebekan ini terjadi karena kaum Bolshevik mulai kalah dalam perdebatan-perdebatan mengenai pengelolaan industri Rusia.

Di tahun 1918 itu juga, sebuah faksi di partai Bolshevik yang kritis terhadap kebijakan partai yang mengintrodusir ‘Talyorisme’ (penggunaan kajian-kajian tentang keping kerja, waktu dan gerak untuk mengukur hasil masing-masing pekerja, yang pada esensinya adalah ilmu tentang ekstraksi tenaga habis-habisan) di jurnal Kommunist dipaksa keluar dari Leningrad ketika mayoritas peserta konferensi partai di Leningrad mendukung tuntutan Lenin “agar para penggiat Kommunist menghentikan eksistensi organisasional mereka yang terpisah-pisah”. [5]

Jurnal ini terbit terakhir kali pada bulan Mei, dibungkam “Bukan dengan diskusi, bujukan ataupun kompromi, melainkan dengan suatu kampanye bertekanan tinggi di dalam organisasi-organisasi partai, yang didukung oleh serangan caci-maki kasar di pers partai…”.[6] Dahsyatnya kalau dikatakan mendorong perdebatan!!

Satu contoh lebih jauh tentang ‘mendorong perdebatan’ ala Bolshevik terlihat dalam perlakuan mereka terhadap Makhnovis di Ukraina. Tentara partisan yang berperang melawan baik kaum nasionalis Ukraina maupun para jenderal Putih pada satu masa membebaskan lebih dari 7 juta orang. Ini dipimpin oleh seorang anarkis, Nestor Mhakno, dan anarkisme memainkan peran besar dalam ideologi gerakan ini. Zona yang dibebaskan ini dikelola oleh sebuah soviet demokratik pekerja dan petani, dan banyak kolektif didirikan.

Gema Spanyol

Kaum Makhnovis masuk ke dalam perjanjian dengan kaum Bolshevik tiga kali agar bisa mempertahankan sebuah front yang kuat untuk melawan kaum Putih dan kaum nasionalis. Kendati demikian, mereka juga tiga kali dikhianati oleh kaum Bolshevik, dan pada kali ketiga mereka pun dihancurkan setelah kaum Bolshevik menangkap dan mengeksekusi semua delegasi yang dikirim ke sebuah dewan militer bersama. Penangkapan dan pembunuhan ini dilakukan atas instruksi Trotsky! Uraian Daniel Guerin tentang sepak-terjang Trotsky terhadap kaum Makhnovis adalah instruktif “Trotsky menolak untuk memberikan senjata kepada para partisan Makhno, mengabaikan tugasnya untuk membantu mereka, dan kemudian menuduh mereka berkhianat serta sengaja membiarkan diri mereka dipukul oleh pasukan putih. Prosedur yang sama 18 tahun kemudian diikuti oleh kaum Stalinis Spanyol terhadap brigade-brigade anarkis”.[7]

Sumbat final diterapkan pada kehidupan politik di luar ataupun di dalam partai pada tahun 1921. Kongres partai pada 1921 melarang semua faksi di dalam partai komunis itu sendiri. Trotsky berpidato mengecam salah satu faksi tersebut, yakni Oposisi Pekerja, dengan mengatakan bahwa mereka telah “menempatkan hak pekerja untuk memilih wakil-wakil di atas partai. Seolah partai tidak berhak untuk menegaskan kediktatorannya meskipun kediktatoran itu untuk sementara waktu berbenturan dengan semangat demokrasi pekerja yang sedang berlangsung”.[8]

Tak lama setelah itu, pemberontakan Kronstadt digunakan untuk membuang, memenjarakan dan mengeksekusi kaum anarkis yang tersisa. Lama sebelum matinya Lenin, warisan politik yang kini dibebankan kesalahannya pada Stalin telah tersempurnakan. Perbedaan pendapat telah dibungkam di dalam dan di luar partai. Negara satu partai berdiri pada tahun 1921. Stalin mungkin memang merupakan tokoh pertama yang mengeksekusi anggota-anggota partai dalam skala sangat besar, namun dengan adanya eksekusi orang-orang revolusioner di luar partai serta pembungkaman perdebatan di dalam partai sejak tahun 1918, maka logika untuk pembersihan-pembersihan ini jelas sudah tertanam sebelumnya.

Kelas Pekerja di Bawah Kekuasaan Lenin

Satu wilayah kunci lainnya adalah posisi kelas pekerja dalam masyarakat Stalinis. Tidak ada kaum Trotskyis yang akan menyangkal bahwa di bawah kekuasaan Stalin, kaum pekerja tidak punya hak suara dalam pengelolaan tempat kerja mereka dan mengalami kondisi-kondisi yang kejam di bawah ancaman tangan besi negara. Namun demikian, sekali lagi, kondisi-kondisi ini mulai muncul di bawah kekuasaan Lenin, dan bukan Stalin. Segera setelah revolusi, kaum pekerja Rusia berusaha mem-federasi-kan komite-komite pabrik agar bisa memaksimalkan distribusi sumberdaya. Ini dihambat oleh serikat-serikat buruh dengan ‘arahan’ dari Bolshevik.

Di awal 1918, basis kontrol oleh pekerja yang terbatas, yang ditawarkan oleh kaum Bolshevik (pada kenyataannya lebih sedikit lagi ketimbang yang diperhitungkan), menjadi jelas ketika semua keputusan harus disetujui oleh sebuah badan tinggi yang mana tak lebih dari 50% keanggotaannya bisa diisi oleh pekerja. Daniel Guerin menguraikan bagaimana kontrol Bolshevik terhadap proses pemilihan di pabrik-pabrik: “pemilihan-pemilihan untuk memilih komite-komite pabrik terus berlangsung, tetapi satu anggota sel Komunis membacakan daftar kandidat yang telah ditentukan sebelumnya, dan pemungutan suara dilakukan dengan cara mengacungkan tangan di tengah kehadiran garda-garda ‘Komunis’ bersenjata. Siapapun yang menyatakan oposisinya terhadap kandidat-kandidat yang diajukan, akan terkena pemotongan upah, dll.”[9]

Pada 26 Maret 1918, kontrol oleh pekerja di proyek-proyek pembangunan jalan kereta api dihapuskan dengan sebuah dekrit yang penuh dengan frasa-frasa menjengkelkan yang menekankan “disiplin kerja besi” dan manajemen individu. Sekurangnya, kata para pengikut Trotsky, jalan-jalan kereta api bisa beroperasi tepat pada waktunya. Di bulan April Lenin menerbitkan sebuah artikel di Isvestiya yang mencantumkan pengenalan sebuah sistem kartu untuk mengukur produktivitas masing-masing pekerja. Dia mengatakan “… di Rusia kita harus mengorganisir pengkajian dan pengajaran sistem Talyor.” “Kepatuhan total terhadap suatu kehendak tunggal mutlak diperlukan untuk keberhasilan proses kerja…revolusi menuntut, demi kepentingan sosialisme, bahwa massa tanpa mempertanyakan lagi mematuhi kehendak tunggal para pemimpin proses kerja itu,”[10] demikian dinyatakan Lenin pada 1918. Ini terjadi sebelum meletusnya Perang Sipil, hal mana membuat klaim-klaim yang menyatakan bahwa, kaum Bolshevik pada waktu itu berusaha memaksimalkan kontrol oleh pekerja sebelum Perang Sipil menghambat usaha itu, menjadi sekadar omong kosong.

Dengan meletusnya Perang Sipil, kondisi menjadi jauh lebih buruk. Di akhir bulan Mei, dikeluarkan dekrit bahwa tak lebih dari 1/3 personalia manajemen di perusahaan-perusahaan industri yang perlu dipilih.[11] Beberapa “puncak momentum” di tahun-tahun berikutnya cukup penting untuk dikemukakan. Pada kongres ke-9 partai di bulan April 1920, Trotsky mengeluarkan komentarnya yang buruk tentang militerisasi kerja: “kelas pekerja… harus dilemparkan kesana-kemari, ditunjuk, diperintah persis seperti serdadu. Para disertir dari kerja harus ditempa di dalam batalyon-batalyon penghukuman atau dimasukkan ke kamp-kamp konsentrasi.”[12] kongres itu sendiri mendeklarasikan: “tidak ada kelompok serikat buruh yang perlu secara langsung campur tangan dalam manajemen industri.”[13]

Manajemen Satu Orang

Pada kongres serikat buruh di bulan April itu, Lenin membual betapa pada tahun 1918 dia telah “menjelaskan perlunya mengakui otoritas diktatorial individu-individu tunggal demi tujuan melaksanakan ide soviet.”[14] Trotsky menyatakan bahwa “kerja… wajib bagi seluruh pelosok negeri, kewajiban bagi setiap pekerja adalah basis sosialisme”[15] dan bahwa militerisasi kerja bukanlah langkah darurat.[16] Dalam buku Perang, Komunisme dan Terorisme yang diterbitkan oleh Trotsky pada tahun itu, dia mengatakan, “Serikat-serikat hendaknya mendisiplinkan para pekerja dan mengajari mereka untuk menempatkan kepentingan-kepentingan produksi di atas kebutuhan-kebutuhan dan tuntutan-tuntutan mereka sendiri.” Dengan demikian, mustahillah untuk membedakan antara kebijakan-kebijakan ini dengan kebijakan-kebijakan kerja di masa kekuasaan Stalin.

Pemberontakan Pekerja

Barangkali kecaman yang paling pedas terhadap rezim-rezim Stalinis muncul setelah mereka melakukan pelibasan terhadap pemberontakan-pemberontakan pekerja, baik yang diketahui secara luas seperti di Berlin Timur pada 1953, di Hungaria pada 1956 dan di Cekoslovakia pada 1968 maupun yang skalanya lebih kecil, pemberontakan-pemberontakan yang kurang dikenal. Pemberontakan besar yang pertama seperti itu terjadi di masa kekuasaan Lenin dikarenakan adanya intimidasi berskala besar pada tahun 1921 di Kronstadt, sebuah pangkalan angkatan laut dan kota kecil dekat Petrograd. Pemberontakan ini secara esensial terjadi ketika Kronstadt berupaya untuk secara demokratis memilih sebuah soviet, dan mengeluarkan serangkaian pernyataan yang menyerukan untuk kembali ke soviet-soviet yang demokratis serta kebebasan pers dan kebebasan bicara bagi partai-partai sosialis kiri.”[17]

Upaya ini memenangkan dukungan bukan hanya dari massa pekerja dan pelaut di pangkalan itu, melainkan juga dari sebagian jajaran di partai Bolshevik. Respon kaum Leninis ketika itu brutal. Pangkalan Kronstadt digempur, dan banyak dari para pemberontak yang gagal melarikan diri dieksekusi. Kronstadt telah menjadi kekuatan penggerak untuk revolusi tahun 1917, dan pada 1921 revolusi mati bersama matinya Kronstadt.

Ada ciri-ciri lain yang lazim diterima sebagai karakter Stalinisme. Satu lagi yang cukup penting untuk diperhatikan adalah cara fitnah yang telah digunakan oleh organisasi-organisasi Stalinis sebagai senjata untuk melawan kelompok-kelompok kiri lainnya. Satu lagi yang lain adalah cara Stalin menulis ulang sejarah. Namun demikian, sekali lagi ini adalah turunan mendalam dari Leninisme. Mhakno, misalnya, diubah dari semula dielu-elukan oleh koran-koran Bolshevik sebagai “Sang Pembalas Kaum Putih”[18], kemudian digambarkan sebagai seorang Kulak dan bandit.

Fitnah

Kaum Trotskyis di masa modern sekarang senang sekali mengulangi bentuk fitnah ini dengan disertai penggambaran Makhno sebagai seorang yang anti-Semit. Namun demikian, sejarawan Yahudi, M. Tchernikover, mengatakan: “Tak bisa dipungkiri bahwa, di antara semua tentara, termasuk Tentara Merah, kaum Makhnovis-lah yang berlaku paling baik terhadap penduduk sipil pada umumnya, dan penduduk Yahudi pada khususnya.” [19]

Kepemimpinan kaum Makhnovis berisikan orang-orang Yahudi, dan bagi mereka yang ingin berorganisasi dengan cara ini, ada detasemen-detasemen yang khusus untuk orang Yahudi. Peran yang dimainkan oleh kaum Makhnovis dalam menaklukkan kaum putih telah dihapuskan dari sejarah oleh setiap sejarawan Troskyis, tetapi beberapa sejarawan lain menganggap bahwa kaum Makhnovis memainkan peran yang jauh lebih menentukan ketimbang Tentara Merah dalam mengalahkan Wrangel.[20]

Kronstadt memberikan satu contoh lagi mengenai bagaimana Lenin dan Trotsky menggunakan fitnah untuk menghadapi musuh-musuh politiknya. Keduanya berupaya menggambarkan pemberontakan tersebut sebagai diorganisir dan dipimpin oleh kaum putih. Pravda edisi 3 Maret 1921 menggambarkan pemberontakan Kronstadt sebagai “Sebuah skenario baru kaum Putih…. yang diperkirakan—dan tak ragu lagi memang disiapkan—oleh kaum kontra-revolusi Perancis.” Lenin, dalam laporannya kepada Kongres ke-10 Partai pada tanggal 8 Maret, mengatakan, “Para jendral Putih, kalian semua tahu, memainkan peran besar dalam hal ini. Ini sepenuhnya terbukti.”[21]

Namun demikian, bahkan Isaac Deutscher, penulis biografi Trotsky, mengatakan dalam The Prophet Armed: “Kaum Bolshevik menuduh orang-orang Kronstadt sebagai para pendurhaka kontra-revolusioner yang dipimpin oleh seorang jendral Putih. Tuduhan ini nampak tak berdasar.”[22]

Menulis Ulang Sejarah

Beberapa orang Trotskyis di era modern ini mengulangi cara-cara memfitnah orang lain, misalnya Brian Pearce (sejarawan Liga Buruh Sosialis di Inggris) yang berusaha menyangkal bahwa hal seperti itu pernah terjadi: “Tidak ada pretensi yang dibuat dalam pernyataan bahwa para pemberontak Kronstadt adalah Garda Putih.”[23] Fakta sesungguhnya menunjukkan bahwa, satu-satunya jendral Tsaris yang ada di kubu pertahanan ditempatkan di sana sebagai komandan oleh Trotsky beberapa bulan sebelumnya! Biarlah kita serahkan kata-kata terakhir tentang hal ini kepada para pekerja Kronstadt: “Kawan-kawan, jangan biarkan dirimu disesatkan. Di Kronstadt, kekuasaan ada di tangan para pelaut, serdadu merah dan para pekerja revolusioner.”[24]

Ada ironi dalam fakta bahwa taktik-taktik fitnah dan menulis ulang sejarah, sebagaimana yang dilakukan secara sempurna oleh kaum Bolshevik di bawah kepemimpinan Lenin, kemudian digunakan dengan efek serupa terhadap kaum Trotskyis. Trotsky dan para pengikutnya dituduh sebagai “Fasis” dan agen imperialisme internasional. Mereka hendak dicoret dari sejarah revolusi. Kendati demikian, sekarang ini para pengikut Trotsky, yakni kaum Leninis terakhir yang tersisa, menggunakan taktik-taktik yang sama dalam menghadapi lawan-lawan politiknya.

Maksud dari artikel ini adalah untuk memancing banyak perdebatan yang diperlukan di kalangan kiri Irlandia tentang watak Leninisme dan bagaimana revolusia berjalan ke arah yang buruk. Konteks ambruknya Eropa Timur membuat semakin mendesak saja bagi perdebatan ini untuk bergerak melampaui kebohongan-kebohongan lama yang itu-itu juga. Kalau Leninisme terletak di jantung Stalinisme, maka organisasi-organisasi yang menganut ajaran Lenin berdiri untuk kembali membuat kesalahan-kesalahan yang sama. Siapapun dalam sebuah organisasi Leninis yang tidak menanggapi hal ini secara serius berarti persis sama buta dan tersesatnya dengan semua anggota partai komunis yang menganggap bahwa Uni Soviet merupakan sebuah negeri sosialis sampai hari kejatuhannya.

Tentang Kutipan dan Sesat Kutip

Persoalan ketika menulis sebuah artikel yang mencakup periode sejarah ini ialah, dari mana kamu menyeleksi kutipan-kutipanmu. Baik Lenin maupun Trotsky beberapa kali mengubah sikapnya dalam periode ini. Sebagai contoh, banyak Leninis berusaha menunjukkan penentangan Lenin terhadap Stalinisme dengan cara mengutip dari Negara dan Revolusi (1917). Ini hanya sedikit berbeda dari penipuan, karena Lenin tidak melakukan upaya apapun untuk mempraktekkan program yang diuraikan secara garis besar dalam pamflet itu. Bagaimanapun, pamflet itu masih mengandung konsepsi Lenin yang heran tentang kontrol oleh pekerja.

Saya hanya mengambil kutipan dari masa revolusi Oktober sampai 1921, dan pada masing-masing contoh, kutipan-kutipan ini bisa jadi merupakan statement kebijakan atau apa yang akan menjadi kebijakan pada waktu itu. Sebagaimana yang disadari oleh kaum sosialis, pemerintahan-pemerintahan secara bertentangan bisa mengatakan, “Pemotongan tunjangan kesehatan menyakiti orang-orang tua, orang sakit dan difabel.” Namun demikian, pada kekuasaan itulah kamu melihat bagaimana program mereka yang sesungguhnya ter-ekspos.

Istilah-istilah (tambahan oleh Kolektif Arus Bawah)

Pengawal Putih adalah pasukan militer Tsar yang (dibawah jenderal-jenderal yang tersisa) meneruskan pemberontakan setelah revolusi 1917. Kebanyakan lari ke perbatasan. Dan dari sana menyerang balik dengan dukungan salah satu dari 17 negara imperialis yang mengepung soviet rusia saat itu. Para birokrat merah dengan lincah mengunakan isu atau cap Pengawal Putih untuk orang atau kelompok yang menghambat kediktatoran mereka atas rakyat pekerja.

Catatan Kaki

[15]1981 for politic a,

[1] V.I. Lenin “Left wing childishness and petty-bourgeois mentality”, h

[2] V.I. Lenin “The threatening catastrophe and how to fight it”, u

[3] M. Brinton “The Bolsheviks and workers control” page 38,r

[4] M. Brinton page 38, 5. Brinton, page 39,s

[6] Brinton, page 40,t

[7] D. Guerin “Anarchism“, page 101, r

[8] Brinton, page 78,i

[9] Guerin,kpage 91,es

[10] Brinton, page 41,

[11] Brinton, page 43,

[12] Brinton, page 61, o

[13] Brinton, page 63, f

[14] Brinton, page 65,

[16] I. Deutscher, “The Prophet Armed” pages 500-07,

[17] Ida Mett,”The Kronstadt Uprising“, page 38,

[18] A. Berkman, “Nestor Makhno”, page 25, 19. quoted by Voline “The Unknown Revolution”, page 572,

[20] P. Berland, “Makhno”, Le Temps, 28 Aug, 1934,

[21] Lenin, Selected Works, vol IX, p. 98,

[22] Deutscher, The Prophet Armed, page 511.

[23] Labour Review, vol V, No. 3.

[24] I. Mett, page 51.