Title: Mengapa Kelas Pekerja?
Language: Bahasa Indonesia
Publication: Picket Line
Date: 10 Juli 2025
Notes: Diterjemahkan oleh sel kerja translasi, Fighting Fish. @fightingf1sh

Umat manusia telah lama berjuang melawan penindasan, tetapi usaha itu seakan tak pernah tuntas.

Sebagai contoh, akhir dari penjajahan Inggris atas India. Melalui perjuangan yang amat besar, bangsa-bangsa terjajah memaksa negara rasis Inggris untuk angkat kaki. Namun, eksploitasi masih berlangsung di anak benua tersebut. Pemerintah Pakistan dan India saling menggertak dengan ancaman nuklir, sementara rakyatnya bekerja berjam-jam dalam kondisi yang sangat buruk, sering kali untuk keuntungan perusahaan-perusahaan Inggris.

Kaum feminis pada abad ke-20 membuat lompatan besar bagi perempuan. Tetapi, sampai detik ini, perempuan masih menghadapi ancaman kekerasan dalam rumah tangga, dibayar lebih rendah daripada laki-laki di tempat kerja, dan tetap menanggung sebagian besar pekerjaan domestik di rumah. Jika pada abad ke-20 masuk ke dunia kerja membebaskan sebagian perempuan, maka di abad ke-21 hal itu sering berarti bahwa kedua pasangan dalam sebuah rumah tangga itu terpaksa harus bekerja agar bisa bertahan hidup. Kian sulit untuk hidup hanya dari satu penghasilan. Walau perempuan kini memiliki lebih banyak jalur hukum untuk meninggalkan pasangan yang abusif, ketergantungan finansial sering kali membuatnya mustahil secara praktik.

Aktivis iklim telah mencegah sebagian emisi CO₂ dengan mengunci diri (contoh aksi langsung) pada infrastruktur pelabuhan dan tambang. Namun hanya dalam beberapa jam; setelah mesin kapitalis itu kembali beroperasi, sang aktivis iklim mesti menghadapi proses hukum panjang atau hukuman penjara.

Jika kita bisa membangun sebuah gerakan yang menyatukan semua persoalan ini, kita akan punya peluang nyata untuk menyelesaikannya secara permanen. Kita bisa membuat perubahan yang sungguh-sungguh dan mendalam pada cara bagaimana masyarakat kita bekerja.

Beruntungnya, ada satu benang merah.

Semua perjuangan ini dijalani dan diperjuangkan oleh kelas pekerja. Pekerja India dan Pakistan adalah pekerja. Perempuan adalah pekerja. Kita semua terdampak langsung oleh perubahan iklim. Kelas pekerja itu beragam, seperti umat manusia itu sendiri—ini salah satu kekuatan terbesar kita.

Dengan berorganisasi di tempat kerja, kita menyatukan seluruh kelas pekerja. Bentuk pengorganisasian ini membangun jembatan yang membawa seluruh kelas pekerja berpihak dan turut serta dalam perjuangan yang lebih besar. Tidak ada jalur langsung dari aksi individu yang mengunci diri di buldoser menuju sejuta orang menyerbu tambang batu bara. Tetapi ada jalur yang dimulai dari kemenangan kecil seperti menolak lembur tanpa upah di tempat kerja, dan berujung pada seluruh negeri melakukan mogok untuk menghentikan emisi CO₂.

Kemenangan-kemenangan kecil di tempat kerja membangkitkan semangat dan pemahaman kolektif rekan-rekan kita untuk aksi massa. Saat kita menang di tempat kerja, kita yang terlibat belajar langsung bahwa aksi kolektif itu berhasil. Orang-orang yang semula skeptis menjadi lebih bersedia untuk bergabung. Lalu dari sana kita kemudian membidik lebih tinggi, dan menang lagi, dan lagi, dan lagi. Setiap langkah dapat dicapai; setiap kemenangan menambah gumpalan salju hingga menjadi longsoran.

Mayoritas rekan kerja kita adalah orang-orang yang sama sekali tidak pernah membayangkan diri mereka terlibat dalam aktivisme. Namun aksi kolektif mengajarkan solidaritas. Seorang pekerja yang terlibat dalam perjuangan serikat untuk memperbaiki hidupnya sendiri akan mempelajari nilai-nilai untuk memperjuangkan rekan-rekannya juga. Ketika rekan-rekan itu adalah trans, migran, atau kelompok lain yang terpinggirkan, itu berarti melawan transfobia, rasisme, dan diskriminasi. Aksi serikat mengajarkan solidaritas dengan seluruh kelas pekerja, yang berarti melawan semua bentuk penindasan.

Inilah yang membuat pengorganisasian di tempat kerja begitu kuat: jika pengorganisasian kita tak pernah keluar dari lingkar pergaulan atau klik sosial kita, kita takkan pernah membangun gerakan yang bisa mengubah dunia. Dengan berorganisasi di tempat kerja, kita berpotensi menyatukan seluruh kelas pekerja. Kita bertemu orang-orang di tempat kerja yang takkan pernah kita temui dalam rapat aktivisme lingkungan atau aksi hak kaum trans. Barisan piket (Picket Line, sebuah aksi langsung dengan membuat "benteng" atau barisan mogok untuk mencegah pekerja lain (Scabs/Strikebreaker) kembali bekerja, dalam konteks Australia) bisa membawa orang-orang ini ke dalam perjuangan untuk dunia yang lebih baik. Pengorganisasian di tempat kerja bisa membangun solidaritas yang merentang di antara kita semua, menyentuh setiap komunitas dan subkultur.

Persoalan yang dihadapi kelas pekerja hari ini—rasisme, upah yang menurun, queerfobia, seksisme, kemiskinan, perubahan iklim—bukanlah hal-hal terpisah. Semuanya terjalin dalam struktur kapitalisme. Itulah mengapa pekerja di India dan Pakistan terus dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan Inggris, mengapa kesetaraan gender yang sejati terasa selalu berada di luar jangkauan, dan mengapa pemerintah diam saja menghadapi krisis iklim. Ada profit yang bisa diraup dari situ (selama ada profit yang bisa dipetik, kelas berkuasa akan terus menindas, mengeksploitasi, dan menghancurkan bumi”).

Jika kita tetap terpaku pada gerakan-gerakan yang terpisah, melawan penindasan yang satu dan yang lain, akar persoalannya akan tetap tinggal. Kapitalisme hidup dari peminggiran kita. Karena itu, kita harus melawan kapitalisme sekaligus rasisme, seksisme, dan seluruh bentuk penindasan lainnya.

Kita tak bisa merespons teknik pecah-belah dengan gerakan yang terpecah dan terpisah. Kita membutuhkan sebuah gerakan yang melawan segala ketidakadilan, di mana pun itu. Bagaimanapun mereka akan selalu mencoba memecah-belah kita, di mana pun kita berjuang. Untuk menang, gerakan itu harus dibuat oleh dan untuk kita semua—kelas pekerja.