Anonim
Apa Itu Mutualisme
Banyak orang tidak tahu apa itu Mutualisme, atau mengapa orang yang menentang Negara dan Kapitalisme kemungkinan akan lebih memilihnya ketimbang Komunisme atau Sosialisme Demokratis. Meskipun ada banyak sumber yang bagus di luar sana, esai ini akan menjelaskan beberapa hal mendasar pada tahap lanjut. Jadi, apa itu Mutualisme? Pasang sabuk pengamanmu.
Apa itu mutualisme?
Mulanya, mutualisme adalah salah satu tradisi gagasan dan gerakan ekonomi modern yang digunakan oleh berbagai penulis, seperti Charles Fourier, John Gray dan George Owen. Secara teori dan praktik, Mutualisme jadi bagian dari arus luas radikalisme kelas pekerja di Eropa. Ia adalah praktik kelas pekerja spontan sebelum diformalkan dalam teori, dalam hal ini khususnya oleh Pierre-Joseph Proudhon.
Mutualisme mendukung hak guna pakai [usufruct] yaitu kebebasan individu atau kelompok dalam komunitas untuk mengakses dan menggunakan, tetapi tidak menghancurkan, sumber daya bersama untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dalam hal ini, tanah atau alat pertukangan di bengkel misalnya, diperlakukan layaknya buku-buku di perpustakaan, bisa dipinjam dan dikembalikan. Ini berlawanan dengan pembatasan akses berdasarkan kepemilikan eksklusif.
Mutualisme membedakan antara possesions dan property. Kepunyaan (possesions) adalah benda-benda yang ditujukan untuk penggunaan personal, seperti pakaian atau peralatan mandi. Sementara properti privat (property) adalah hubungan sosial antara pemilik dan orang yang dirampas, yaitu bukan hubungan antara orang dan benda. Properti dapat mencakup tanah, artefak, pabrik, tambang, bendungan, infrastruktur, tumbuh-tumbuhan alami, gunung, gurun, dan laut—semua ini menghasilkan modal bagi pemiliknya tanpa pemilik harus melakukan kerja fisik apa pun.
Mutualisme adalah bentuk sosialisme berbasis pasar yang terdesentralisasi secara radikal. Dalam ekonomi Mutualis, tidak ada yang namanya perusahaan/korporasi yang hanya dimiliki oleh kapitalis. Semua wirausaha dimiliki secara kolektif oleh orang-orang yang bekerja di dalamnya. Selain itu, layanan publik seperti air, listrik, atau internet, dimiliki oleh komunitas yang menggunakannya. Dan, tentu saja, siapa pun yang ingin bekerja untuk dirinya sendiri dan menjadi bagian dari suatu kolektif, bebas melakukannya.
Baik usaha maupun layanan publik dijalankan secara demokratis oleh para pekerja berdasarkan manajemen sebaya (peer management), atau yang dalam literatur Anarkisme disebut “swakelola”. Manajemen seperti ini telah dilakukan oleh jutaan koperasi milik pekerja yang ada di penjuru dunia. Untuk pelayanan publik, masyarakat yang dilayani memutuskan apa yang harus dilakukan, sementara itu pekerja yang akan memutuskan bagaimana melakukannya.
Para Mutualis Amerika adalah pendorong awal gerakan bisnis koperasi milik pekerja. Keberhasilan bisnis tersebut –yang secara konsisten membayar upah yang lebih baik, memiliki kondisi kerja yang lebih baik, dan memberi lebih banyak kepada masyarakat– adalah keberhasilan dari penerapan Mutualis. Jutaan kelas pekerja memiliki kehidupan yang lebih baik karena warisan ini.
(Misalnya, baca: Ketika Pekerja Menjadi Bos: Kisah Koperasi Mondragon yang Mendunia)
Karena tidak ada bos atau pemegang saham, pekerja dapat membayar sendiri nilai penuh yang dihasilkan oleh kerja mereka. Seperti yang ditulis oleh James Connolly, “keuntungan adalah upah kelas pekerja yang belum dibayar.” Dalam Mutualisme, pencurian yang sistematis atas nilai lebih oleh para kapitalis berakhir.
Alih-alih bergantung pada modal awal Kapitalis untuk memulai sebuah usaha baru, Mutualis secara tradisional mengandalkan Serikat Kredit [Credit Unions -CU]. Kenyataannya, Proudhon adalah pendiri CU pertama. Mutualis lain selanjutnya akhirnya menyempurnakan gagasan itu lebih jauh. Bahkan, besarnya CU di Amerika Utara (di mana Mutualisme secara tradisional berakar paling kuat) adalah salah satu warisan Mutualisme. Kamu akan melihat bahwa banyak serikat kredit terbesar dimiliki oleh serikat pekerja, dan itu bukan suatu kebetulan.
(Untuk di Indonesia, baca: Koperasi Sang Timur Demi Petani yang Lebih Makmur)
Tidak seperti kebanyakan CU zaman sekarang, ide awal CU adalah supaya pekerja dan pengrajin dapat mengumpulkan dana mereka dan menyediakan pembiayaan untuk memulai bisnis baru milik pekerja –atau untuk membeli dan merubah pabrik yang sudah ada. Dengan begini, para mutualis paling awal berharap untuk benar-benar membeli alat-alat produksi dari para kapitalis dan menggantikannya, tanpa perlu melepaskan tembakan atau melalui revolusi yang berdarah-darah.
Seperti semua bentuk Sosialisme Libertarian, ekonomi mutualis tidak memiliki sistem hak cipta teknologi –seperti tanah dan sumber daya alam dunia. Terkumpulnya pengetahuan umat manusia adalah bagian dari apa yang disebut Kropotkin sebagai “warisan bersama umat manusia” dan milik semua orang.. Intinya, semua teknologi bersifat sumber terbuka [open source].
(Penerapannya dalam teknologi digital, baca: Anarkisme dan Perangkat Lunak Bebas Terbuka)
Karena Mutualisme berbasis pasar, maka mekanisme penawaran dan permintaan menentukan apa yang diproduksi. Ini artinya Mutualisme tidak memerlukan perencana pusat seperti yang akan terjadi dalam ekonomi Komunis. Tetapi mekanisme penawaran dan permintaan ini dirancang untuk mengambil seluruh biaya manufaktur (termasuk biaya ekologis) ke dalam persamaan biaya. Ini adalah sesuatu yang gagal dilakukan oleh sosialisme Negara dan Kapitalis. Dan, tidak seperti kapitalisme, mekanisme penawaran dan permintaan dalam ekonomi Mutualis tidak terus-menerus dimanipulasi oleh Negara atau Korporasi, karena keduanya tidak ada.
Hingga batas tertentu, Mutulisme memiliki beberapa elemen Anarko-Sindikalisme. Dalam hal ini, keduanya punya gagasan tentang organisasi buruh yang dijalankan oleh pekerja di seluruh industri. Organisasi buruh dengan demokrasi langsung lah yang menangani pelatihan dan sertifikasi, menetapkan praktik dan pedoman keselamatan terbaik, dan melatih orang tentang teknologi baru saat tengah dikembangkan. Sindikat ini juga dapat menyediakan dana khusus untuk ilmuwan dan peneliti yang bekerja untuk memajukan bidang mereka, dan bertindak sebagai sponsor CU yang menyediakan pembiayaan untuk bisnis baru dan pekerjaan umum.
Mutualisme adalah Sosialisme Pasar
Sekarang, beberapa orang yang mendengar kata “pasar” akan langsung bangkit dari tempat duduk dan bilang: “itu bukan Sosialisme!” Propaganda perang dingin selama puluhan tahun telah mengkondisikan orang untuk berpikir bahwa Sosialisme artinya “pemerintahlah yang menangani segala sesuatu”. Ini, terus terang saja, tolol.
Dalam sejarah manusia, perdagangan, uang dan pasar berlaku jauh sebelum adanya kapitalisme. Artinya, lama setelah uang digunakan secara luas, kehidupan pra-kapitalisme masih berlangsung dan perdagangan tanpa kapitalisme bukan hanya mungkin, tetapi merupakan kenyataan dominan dalam sejarah manusia. Pengertian ini mungkin adalah apa yang kamu pikirkan tentang pasar: seseorang menghasilkan sesuatu, menjual atau menukarnya, agar dapat mendapatkan barang dan jasa lain. Saat ini, ia tidak berjalan sesederhana itu.
Kapitalisme perlu dipahami sebagai suatu fenomena yang tidak wajar, khas, dan sangat muda dalam sejarah peradaban manusia. Para ahli sejarah Marxis percaya bahwa Kapitalisme muncul di pedesaan Inggris abad ke-16. Saat itu, Inggris adalah kerajaan yang sangat terpusat dengan tuan tanah yang dilucuti haknya untuk memungut upeti dari petani. Akibatnya, mereka bergantung pada harga pasar untuk sewa tanah.
Bentuk sosialisme paling awal yang berkembang masih bersifat agraris, diwakili oleh misalnya William Goodwin. Banyak gerakan yang bernada sosialis dan anarkis mencoba untuk melakukan pendudukan lahan untuk mendapatkan hak atas tanah. Sosialisme dipahami sebagai kesetaraan ekonomi melalui reformasi tatanan sosial yang ada dengan membentuk komunal pertanian pedesaaan yang kecil. Gerakan mereka adalah upaya untuk melawan monopoli atas tanah dan persaingan harga sewa paling tinggi agar petani mendapatkan akses tanah dan melanjutkan proses produksi.
Situasi ini menuntut petani menawarkan harga sewa paling tinggi, sehingga harus meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya produksi sehemat mungkin. Laba produksi tidak bisa diandalkan untuk memenuhi tuntutan ongkos sewa yang kompetitif karena hasil penjualan bukanlah sesuatu yang bisa mereka kendalikan, melainkan oleh pasar. Jika tidak, petani yang kalah bersaing dan kehilangan tanah gara-gara persaingan pasar, tidak punya pilihan lain kecuali menjadi buruh ke kota menawarkan tenaga kerja. Proses ini yang melahirkan proletariat dan kapitalisme.
Kapitalisme ditandai oleh karakter hubungan sosial yang memaksa semua pelaku mengalami ketergantungan pada pasar: paksaan persaingan, maksimalisasi profit, keharusan untuk menginvestasikan kembali laba, dan tak henti-henti memaksimalkan produktivitas tenaga kerja serta pengembangan produksi.
Pada tahap ini, sosialisme mulai berkembang sebagai upaya untuk membebaskan pasar dari jeratan kapitalis. Kenyataannya, Mutualisme mendahului Marxisme dan Anarko-komunisme dan merupakan salah satu aliran Sosialisme tertua. Prinsip-prinsip inti dikembangkan oleh Pierre-Joseph Proudhon, yang menggunakan istilah “Anarkisme” sebagai sebuah ideologi. Anarko-Komunisme baru muncul kemudian, ketika Mikhail Bakunin & Peter Kropotkin mencoba mencangkokkan “komunisme murni” Karl Marx ke dalam cita-cita Proudhon tentang masyarakat tanpa Negara, sambil menolak teori perubahan otoritarian Marx.
Internasional Pertama, organisasi sosialis global perdana, sebenarnya malah didirikan oleh para Mutualis pendukung gagasan Proudhon, seperti Benjamin Tucker, seorang Mutualis Amerika. Saat itu Proudhon diundang untuk bergabung oleh Marx, tetapi Proudhon menolaknya karena dia tidak ingin berurusan dengan sosialisme versi otoriternya Marx… (Dan ini bikin Marx menggerutu, menyebutnya sebagai “borjuis kecil”. Tapi itu cerita lain).
Jadi ya, Mutualis adalah sosialis dan telah menjadi bagian dari gerakan sosialis global sebelum Marx. Seksi Internasional di Perancis hampir seluruhnya mewakili tradisi Proudhonis dan Komune Paris yang terkenal itu tersusun atas tiga pengaruh politik: Blanquist, Jacobin dan tentu saja, Proudhon. Salah satu penyebabnya adalah pekerja Paris tersusun terutama dari toko, bengkel dan industri kecil, seperti pertukangan, kerajinan, konstruksi, tekstil dan roti.
(Baca: Proudhon and the French Labour Movement).
Ketika beberapa dekade kemudian kerajinan kecil dan menengah tersingkirkan oleh kebangkitan industri raksasa, para kelas pekerja dan pengerajin yang bersemangat mengusung ide Mutualisme tenggelam dalam gelombang Sosialisme yang bernada Komunis, yang diwakili oleh pertentangan antara Marx dan Bakunin.
Jadi mengapa Mutualisme dan bukannya Komunisme?
Tanpa adanya Negara dalam perencanaan ekonomi, Komunisme tidak akan berkembang. Sebagian besar masyarakat suku sepanjang sejarah mempraktekkan beberapa versi dari apa yang Marx sebut sebagai “Komunisme primitif.” Apa yang dilewatkan oleh Marx dan komunis awal adalah konsep mata uang sosial (social currency).
Dalam hal ini, imperialisme Hegel dan pandangan dialektis Marx tentang sejarah sungguh rasis dan inheren. Masyarakat adat dianggap kalah “maju” jika dibandingkan dengan kapitalis industri, atau dibandingkan masyarakat Marxis yang menghancurkan bumi dan menjadikan sebagian besar orang sebagai budak. Dialektika pada dasarnya bersifat rasis dan ke-Eropa-an karena dalam memahami sejarah, mereka menganggap bahwa bentuk ekonomi dan pemerintahan Eropa itu lebih maju.
Sekarang, mari kita kembali ke konsep mata uang sosial. Dalam istilah antropologi, mata uang sosial bukanlah mata uang fisik yang dipertukarkan. Tapi memang begitu lah cara orang-orang dalam masyarakat kecil yang berbasis gotong royong (entah itu suku atau desa) dalam melacak siapa yang membantu dan siapa yang menjadi tukang bonceng. Tukang bonceng dapat ditoleransi dalam jangka pendek, tetapi mereka akan segera didesak untuk memberikan sumbangsih pada kesejahteraan umum. Mereka yang tidak menanggapi petunjuk sopan akan mendapatkan peringatan yang lebih kuat. Sampai akhirnya hal ini berujung pada pengusiran dan pengasingan. (Meski begitu, jangan khawatir. Perlu ditekankan bahwa dalam sebagian besar ekonomi hadiah [gift economy] masyarakat kesukuan yang tidak menghadapi kelangkaan ekstrim, para difabel dan lansia tidak diperlakukan sebagai parasit dan dirawat serta berkontribusi sesuai kemampuan mereka.).
Hanya saja, mata uang sosial semacam ini, yang diperlukan untuk membuat ekonomi hadiah dari kerja komunisme “primitif”, hanya mungkin terwujud dalam komunitas kecil. Jadi, setiap orang mengenal satu sama lain dan dapat dengan mudah melacak secara mental siapa yang membuat sumbangsih apa. Tapi saat Anda meningkatkan skalanya ke kota-kota besar atau kecil, ekonomi hadiah akan sulit berlaku.
Mata uang fisik, pemungutan suara, kepala suku, raja, dan Negara semua mengisi kekosongan itu dengan berbagai cara. Meskipun kamu tidak dapat dengan mudah melacak pertukaran mata uang sosialmu dengan jutaan orang lain di kotamu, seseorang dapat melacak pertukaran itu dengan pejabat terpilih, raja, atau pemerintah. Dengan kata lain, konsep “Legitimasi” dalam pemerintahan pada hakekatnya adalah sejenis mata uang sosial. Sistem tata kelola yang “sah” adalah sistem di mana mayoritas menganggap biaya pemeliharaan (termasuk pajak dan kewajiban) sepadan dengan keamanan atau layanan yang mereka terima. Kita membayar dan menerima.
Satu-satunya skenario di mana mata uang sosial berhenti diperlukan adalah dalam ekonomi pasca-kelangkaan [post-scarcity]. Kropotkin & para anarkis-komunis awal yang lain percaya bahwa kita dengan cepat mendekati pasca-kelangkaan. Bukunya Kropotkin yang berjudul The Conquest of Bread pada dasarnya berpendapat bahwa begitu kita mencapai ekonomi pasca-kelangkaam, maka kita sampai pada komunisme tanpa negara.
Sebenarnya, Kropotkin adalah orang yang sangat cerdas dan telah melakukan banyak hal dengan benar. Karyanya tentang gotong royong [mutual aid] sebagai prinsip dalam evolusi adalah bacaan penting. Tetapi dia keliru jika percaya bahwa masyarakat pasca-kelangkaan yang sesungguhnya bakal terjadi. Kita hidup di planet yang terbatas, sehingga akan selalu ada kelangkaan –terutama karena populasi hewan berkembang dalam situasi berkelimpahan hingga terjadi kelangkaan lagi. Lihat saja pertumbuhan populasi manusia sejak revolusi hijau. Jadi, kita tidak akan pernah mencapai pasca-kelangkaan penuh. Dan saat kamu mengalami kelangkaan, kamu membutuhkan perdagangan. Dan saat kamu berdagang, kamu memiliki pasar. Memiliki pasar berarti kamu memiliki mata uang. Itu tidak melulu berupa mata uang yang didukung negara, tetapi “uang" akan tetap ada, meskipun wujudnya hanya cangkang kerang. Inilah mengapa pasar, baik yang formal maupun informal, telah menjadi bagian penting dari setiap upaya untuk menciptakan ekonomi terencana dalam sejarah.
Ekonomi terencana dan Negara
Bayangkan kamu bekerja di pabrik kereta api. Kecuali kamu membuat sendiri setiap bagian kereta, kamu akhirnya memerlukan suku cadang dari pabrikan lain. Rantai pasokan itu menjadi panjang dan rumit. Dalam Mutualisme, penawaran dan permintaan menyelesaikan ini. Dalam Komunisme, seseorang harus memetakan dan merencanakan semuanya. Dan jika kamu punya beberapa penghobi, yang menjadi pemasok dan mengambil banyak suku cadang penting untuk sesuatu yang tidak berhubungan karena tidak ada penawaran dan semua orang mengambil apa yang mereka inginkan, seluruh pabrik milikmu bakal menganggur, kereta tidak berjalan, dan seluruh aktivitas kota terhenti.
Kamu tidak bisa begitu saja memiliki masyarakat industri tanpa mekanisme kontrol tentang siapa yang mengambil apa dan kapan.
Masalah-masalah macam ini tidak akan muncul dalam ekonomi berbasis pengrajin (di mana orang membangun semuanya sendiri). Pada masa Kropotkin menulis, pengrajin masih ada. Tapi sekarang, mereka mulai dalam kondisi kritis saat ini, tersingkirkan oleh produksi industri raksasa.
Komunisme dalam ekonomi modern membutuhkan ekonomi terencana, yang berarti itu mirip dengan Negara yang sesungguhnya, walau namanya berbeda. Semua jenis Sosialisme negara, yang coba menerapkan ekonomi terencana, telah menghasilkan kelangkaan bagi mayoritas rakyat dan keistimewaan bagi elit partai. Itu bukan sekedar korupsi, tapi juga kenyataan kalau perencanaan ekonomi adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan dengan benar. Bahkan kesalahan kecil dapat menimbulkan efek riak tak terduga yang mengakibatkan kelaparan massal.
Bahkan dalam Anarkisme, ini adalah perkara serius. Misalnya, Anarko-Sindikalisme menyerahkan perencanaan ini kepada dewan pekerja. Tetapi sebuah dewan pekerja yang merencanakan ekonomi & memutuskan siapa yang akan mendapatkan apa, kapan dan di mana, dengan cepat berubah menjadi teknokrasi. Ini sebuah kediktatoran ekonomi yang bahkan lebih tidak bertanggung jawab daripada Negara demokrasi liberal karena masyarakat pada umumnya tidak memiliki mekanisme untuk mempertanyakan keputusan mereka. Dengan kata lain, satu-satunya cara untuk membuat skala Komunisme dalam masyarakat yang terbatas adalah dengan memperkenalkan perencanaan terpusat, yang berarti menciptakan kembali Negara dan menciptakan kediktatoran ekonomi. Oleh karena itu, komunisme pada dasarnya otoritarian.
Jadi jika kamu menginginkan sosialisme tanpa negara di dalam dunia di mana perdagangan, mata uang, & pasar akan selalu ada (dan mereka akan selalu ada –termasuk di setiap negara yang dalam sejarahnya seolah-olah “komunis”), satu-satunya pilihan nyata adalah mutualisme –bukan komunisme.
Mengapa Mutualisme, sekarang?
Marxis menganggap bahwa untuk mencapai Komunisme penuh tanpa negara, pertama-tama ia harus melewati Kapitalisme. Dengan begini, Negara Komunis adalah salah satu penganjur percepatan industrialisasi yang malah menggusur pengrajin kecil dan pekerja terampil di seluruh dunia. Tapi utopia yang diharapkan tidak datang juga, dan proyek Komunisme yang menggunakan Negara selalu berujung malapetaka. Akhirnya, Anarkisme kembali menemukan pijakannya dalam gerakan sosial global saat ini seperti pada pertengahan Abad 19. Merebut kekuasaan negara tidak lagi menarik minat para radikal muda.
Ini adalah zaman dimana industrialisasi tetap melaju diiringi dengan pertumbuhan penduduk. Hanya saja, jumlah penduduk dengan lapangan pekerjaan yang tersedia sangat timpang. Salah satu penyebabnya adalah otomatisasi alat produksi yang menggantikan para pekerja manual dengan robot. Dengan begini, produksi massal terjadi dan Kapitalis mencoba berbagai cara untuk memanipulasi selera publik untuk gaya hidup konsumtif, dan ini artinya hanya satu: membeli produk mereka, yang biaya ekologisnya dibebankan kepada masyarakat yang tanah dan sumber dayanya dirampas. Saat ini, ada lebih banyak cadangan pekerja dan pengangguran (yang oleh ekonom Neo-Liberal sebut sebagai “bonus demografi") yang dituntut untuk terus mengkonsumsi.
Bagaimana caranya mendamaikan kebutuhan untuk terus membeli di tengah lapangan pekerjaan industrial yang semakin sedikit? Untuk mengatasi hal ini, industri jasa dan finansial berkembang, melahirkan berbagai macam bentuk “pekerjaan omong kosong" (istilahnya David Graeber).
(Baca: Bullshit Jobs: Teori tentang Pekerjaan yang Tidak Berguna).
Meski begitu, arus yang berlawanan juga mengalir. Ada semakin banyak, dan semakin banyak lagi, kaum muda yang tidak memiliki akses terhadap pekerjaan, mengambil jalan: 1) gaya hidup yang merusak dan bunuh diri, 2) eskapisme alternatif dengan melarikan diri sejauh mungkin atau mengadopsi gaya hidup alternatif/sederhana, atau 3) memilih bentuk kemandirian ekonomi, agar sepenuhnya terputus dari pekerjaan sipil yang diidamkan orang tua mereka atau pekerjaan korporat berdasi lainnya.
Saya sedang membahas jenis yang terakhir. Pilihan para radikal atau aktivis untuk memulai usaha masih sangat asing bagi kalangan kiri. Sebab, mereka telah terbiasa dengan literatur revolusioner untuk pengorganisiran buruh, merebut alat produksi dan penggulingan kekuasaan dengan kekerasan. Walau demikian, sebuah praktik Sosialisme baheula kembali digalakkan. Kaum muda mulai terlibat dalam koperasi atau bereksperimen dengan swakelola. Mereka mendirikan kedai kopi, penerbitan buku, kolektif pertanian, minuman fermentasi, atau usaha kecil untuk berbagai jenis kerajinan, khususnya dalam bagian hilir produksi tekstil modern, yaitu konveksi dan sablon, dan itu semua dimiliki oleh pekerja yang menjalankannya.
Tentu saja, salah satu alasan para radikal militan untuk mencemplungkan diri dalam wirausaha adalah untuk menunjang militansinya: untuk beraksi, seseorang membutuhkan logistik. Jika seseorang tidak bisa merebut alat produksi hari ini, atau memanfaatkan pengutilan di tempat kerjanya, atau melakukan aksi ilegal seperti pencurian, perdagangan narkoba atau perampokan bank, para radikal akan mencoba membangun usaha.
Tentu, ini sah. Kenapa tidak?
Hanya saja, akibat kemiskinan teoritik, membangun bisnis kerap dipandang sebagai bentuk kompromi, terkadang dengan sinis dituduh secara perlahan bakal menjadi kapitalis (atau yang kerap dituduh Marx pada seteru sosialisnya, “borjuis kecil"). Padahal semua trend dan kecenderungan yang baru saja saya jelaskan ini menyerupai seruan para Sosialis dengan tradisi Mutualis abad 19 yang mencoba menumbangkan Kapitalisme melalui perjuangan ekonomi. Kita tidak boleh lupa bahwa tujuan sosialisme adalah pemerataan kesejahteraan bagi seluruh anggota masyarakat, dan para penganjur Sosialisme paling awal juga mengusulkannya melalui perjuangan dalam ekonomi pasar.
Wirausahawan bisa sangat radikal (seperti ditunjukan oleh para pengrajin dan pekerja dalam Komune Paris) dan karena itu radikalisasi bisa juga dimulai dengan membentuk sebuah bisnis. Saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa Mutualisme adalah jalan tunggal, atau yang paling benar. Hingga batas tertentu, Anarko-Sindikalisme jelas bermanfaat bagi buruh di kawasan industri, sebagaimana Anarko-Indigenisme mempersenjatai masyarakat adat, dan para perempuan dengan Anarko-Feminisme. Dalam situasi seperti ini sekiranya Mutualisme kembali menemukan relevansinya, khususnya di kalangan kaum muda di kawasan urban yang mencoba mempertahankan martabat diri sekaligus menentang nilai-nilai dominan masyarakat yang berlaku.
Terlepas dari itu, Mutualisme telah dikritik. Gagasan bahwa koperasi kredit dan produsen akan menggantikan kapitalisme ditolak oleh sebagian besar kaum anarkis. Ini karena keuntungan besar yang dinikmati kelas kapitalis melawan kelas pekerja dalam hal kekayaan, belum lagi dukungan (terbuka atau tersembunyi, tetapi selalu aktif) dari negara. Pertarungannya terlalu timpang untuk diharapkan sukses.
Mutualisme bahkan diduga dapat merosot kembali menjadi kapitalisme karena ketidaksetaraan apa pun yang ada di antara koperasi akan meningkat oleh persaingan, memaksa koperasi yang lebih lemah untuk gagal dan dengan demikian menciptakan kumpulan pekerja yang tidak memiliki apa pun untuk dijual kecuali tenaga mereka. Pasar non-kapitalis akan membuat setiap orang menjadi begitu sibuk bersaing untuk memajukan “kepentingan pribadi” mereka sehingga mereka akan melupakan apa yang membuat hidup layak untuk dijalani dan dengan demikian merugikan kepentingan mereka yang sebenarnya. Tekanan persaingan dapat dengan mudah menghasilkan kepentingan jangka pendek dan sempit yang lebih diutamakan daripada kebutuhan dan aspirasi yang lebih kaya dan lebih dalam yang berkembang oleh sistem komunis libertarian.
(Baca kritik: Mutualisme, yes and no).
Mutualisme memang bakal mengarahkan para pekerja muda untuk memulai praktik usaha yang lebih adil, demokratis dan berkelanjutan. Jadi biarlah praktik membenarkan teori. Biarlah koperasi, CU, kolektif swakelola, tumbuh subur hari ini untuk menghancurkan perasaan tidak berdaya dan kecil hati, di tengah para konglomerat mahakuasa yang mencoba mengatur seluruh kehidupan di tiap inci bumi. Dalam banyak kasus, Mutulisme terbukti membuat hidup lebih baik di bawah kapitalisme dan menunjukkan bahwa kita tidak perlu hidup seperti roda penggerak dalam mesin pertumbuhan ekonomi.
Hanya saja, kita harus menanam kuat-kuat di dalam pikiran bahwa pasar tandingan tidaklah cukup untuk menghancurkan kapitalisme. Yang perlu kita lakukan adalah menciptakan budaya perlawanan di tempat kerja dan komunitas kita, sebuah gerakan yang, sambil melawan kapitalisme, berusaha menggantikannya. Kita membutuhkan gerakan sosial yang revolusioner, dan sambil menciptakan itu, jika kamu tidak ingin menjadi budak orang lain, kamu dan kawan-kawan bisa membuka toko sendiri atau koperasi bersama untuk hidup. Sebab kapitalisme memang menyebalkan.