CrimethInc.
Kolombia Telah Menggila
Rakyat Telah Pincang, tapi Masih Terus Berjalan
COVID-19 Hanya Salah Satu dari Banyak Masalah Kami
Reformasi Pajak Mungkin Menghancurkan Kami, tetapi Reformasi Kesehatanlah yang Akan Membunuh Kami
Lima Hari Mobilisasi, Protes, dan Pemogokan Umum
Setelah beberapa dekade konflik bersenjata dan kekerasan paramiliter, Kolombia telah menyaksikan kembali gerakan protes yang menguat selama satu setengah tahun terakhir. Demonstrasi besar-besaran selama seminggu belakangan bahkan melampaui pemberontakan nasional pada November dan Desember 2019. Pemerintah yang termiliterisasi di Amerika Latin menanggapinya dengan melakukan penumpasan brutal.
Pandemi COVID-19 dan konsekuensi sosial dan ekonominya telah menghantam Kolombia dengan keras. Negara ini mencapai titik didihnya ketika kelas penguasa mencoba untuk memeras keuntungan terakhir dari populasi yang sudah menderita, berbarengan dengan kekerasan polisi yang intens. Meskipun kondisi ini sangat ekstrim, Kolombia bukan kasus yang unik — mereka mirip dengan situasi serupa di Yunani, Brasil, dan tempat lain di seluruh dunia. Ini bukan kebetulan, tetapi perwujudan serupa dan terhubung dari fenomena global. Di mana-mana, pandemi telah meningkatkan kesenjangan dalam kekayaan, kekuasaan, dan akses ke sarana bertahan hidup. Pandemi juga jadi alasan bagi negara untuk meningkatkan represinya. Untuk belajar dari dan memperluas solidaritas kepada mereka yang menghadapi kekerasan negara dan paramiliter di Amerika Latin — yang sebagian besar didukung dan diarahkan oleh Amerika Serikat dan pemerintah lain serta lembaga kapitalis — kita menghadapi kekuatan global yang sama yang mengancam kebebasan dan kesejahteraan kita sendiri.
Sejak tulisan ini diterbitkan, Presiden Kolombia Ivan Duque membuat pernyataan pada hari Minggu, 2 Mei, yang meminta kongres Kolombia untuk mencabut RUU reformasi pajak yang telah memicu protes di seluruh negeri. Ini mengingatkan kemenangan serupa yang dicapai oleh gerakan sosial di Ekuador pada Oktober 2019, yang menginspirasi pemberontakan di Chili dan di tempat lain. Namun, hingga hari ini, protes di Kolombia terus berlanjut — terutama di kota Cali, yang bisa dibilang jadi pusat demonstrasi — karena undang-undang yang gagal itu hanyalah ukuran yang paling terlihat dalam paket reformasi yang juga mencakup privatisasi layanan kesehatan.
Di sini, kami menyajikan terjemahan dari laporan Medios Libres Cali, sebuah organisasi media independen di Cali. Versi adaptasi dari teks asli ini diterbitkan dalam tiga bagian oleh Avispa Midia. Lebih lanjut tentang situasi di Kolombia, kami merekomendasikan laporan kami tentang konteks pemberontakan massa melawan kekerasan polisi yang terjadi pada September lalu.
Rakyat Telah Pincang, tapi Masih Terus Berjalan
Terlepas dari perjanjian damai yang ditandatangani oleh pemerintah dan FARC-EP (Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia-Tentara Populer) pada tahun 2016, yang seharusnya mengakhiri konflik bersenjata di Kolombia, paramilitarisme dan perdagangan narkotika terus memicu perang. El Centro Democrático (partai mantan presiden Álvaro Uribe dan presiden Iván Duque saat ini) bertanggung jawab untuk melanjutkan perang; ia memfokuskan kekuatannya pada penegakan kendali politik dan keuangan negara.
Pada Februari 2021, 252 mantan gerilyawan FARC yang melucuti diri untuk menandatangani perjanjian perdamaian telah dibunuh. Saat ini, empat tahun setelah penandatanganan perjanjian damai tersebut, pemerintah hanya menerapkan kurang dari 75% perjanjian itu, dan tidak mengambil tindakan terhadap komponen penting yang seharusnya menangani penyebab struktural dari konflik, seperti akses ke redistribusi dan kepemilikan tanah — yang secara historis menjadi salah satu penyebab ketimpangan yang berakar dalam di negara ini.
Ketimpangan ini meningkat dengan datangnya pandemi, yang secara jelas menunjukkan negara tidak efektif, tidak mampu, dan tidak tertarik pada kesejahteraan rakyatnya. Keputusan yang tertunda untuk menutup bandara sangat mempercepat penyebaran awal virus. Sekarang, saat Kolombia mengalami puncak COVID ketiganya, kami menghadapi gelombang kekerasan, kemiskinan, dan korupsi yang lebih parah, di mana kelaparan adalah salah satu masalah terburuk. Perang mengubah wilayah kami dengan banjir darah. Pada bulan-bulan pertama tahun 2021, setidaknya 57 peserta gerakan sosial yang berpengaruh telah dibunuh, 20 di antaranya adalah masyarakat adat, sebagian besar berasal dari provinsi Cauca. Selain itu, ada 158 femisida [pembunuhan perempuan] dalam tiga bulan pertama tahun ini dan beberapa pembantaian lainnya.
Kolombia adalah negara dengan eksekusi mati di luar pengadilan. Sebuah laporan oleh Yurisdiksi Khusus Perdamaian (JEP) mendokumentasikan 6402 pembunuhan warga sipil yang ilegal antara tahun 2002 dan 2008, dimana tentara dan polisi berbohong karena menyatakannya sebagai “terbunuh dalam pertempuran.” Pembunuhan ini memuncak pada 2007 dan 2008 selama masa kepresidenan Álvaro Uribe Véles. Angka tersebut mendekati jumlah total korban kediktatoran militer Jorge Rafael Videla di Argentina; bahkan ini lebih dari dua kali lipat jumlah resmi korban yang dieksekusi atau dihilangkan oleh Augusto Pinochet di Chili. Di Kolombia, orang tidak lagi bertanya-tanya siapa yang memerintahkan pembunuhan ini. Mereka tahu perintah itu datang dari Uribe, dan mereka tidak lagi takut untuk mengatakannya dengan lantang. Kolombia telah kehilangan rasa takutnya.
Sejak perjanjian damai, pemerintah Iván Duque (anak didik Uribe) telah berusaha untuk merusak perdamaian dengan segala cara yang mungkin, dan mereka berhasil. Menurut INDEPAZ (Institute for Studies in Development and Peace Networks), 124 pembantaian telah terjadi pada tahun 2020 dan 2021, yang melibatkan lebih dari 300 korban secara keseluruhan. Lebih dari 1.000 aktivis telah dibunuh di Kolombia sejak perjanjian itu ditandatangani. Hidup di negara ini adalah perjuangan terus-menerus melawan kebijakan penghematan dari pemerintah yang menganggap kebutuhan rakyat sebagai masalah sepele. Di samping program ekonomi yang mendorong kesengsaraan dan ketidaksetaraan, program politik genosida bertujuan untuk memusnahkan identitas kolektif apa pun yang menentang tatanan yang berkuasa.
COVID-19 Hanya Salah Satu dari Banyak Masalah Kami
Di tengah puncak ketiga infeksi COVID-19, ribuan orang turun ke jalan untuk berpartisipasi dalam pemogokan umum pada 28 April. Apa membuat orang Kolombia mengatasi ketakutan mereka terhadap virus dan menduduki jalan-jalan dalam menghadapi pemerintahan paling berdarah di Amerika Latin?
Pemerintahan Duque yang korup dan lalai atas krisis yang ditimbulkan oleh COVID-19 telah membuat negara itu terperosok ke dalam pusaran kemiskinan yang meningkat tajam. Menurut angka pemerintah, pada tahun 2020, anggaran yang setara dengan $ 11,5 juta USD [Rp 162,5 trilyun] diinvestasikan ke infrastruktur rumah sakit dan bantuan kemanusiaan dalam bentuk transfer ekonomi; Padahal ada ribuan dugaan korupsi terkait pengelolaan kebijakan tersebut. Sementara itu, pemerintah Duque gagal melaksanakan proposal pendapatan dasar yang ditandatangani oleh 4000 orang, termasuk sedikitnya 50 anggota parlemen, sebagai sarana untuk menopang kebutuhan terbesar rumah tangga. Hari demi hari, orang-orang ini harus turun ke jalan dan berisiko terpapar virus hanya untuk bertahan hidup.
Sebaliknya, pemerintah malah fokus memberikan dukungan kepada bank, mengamankan likuiditas keuangan mereka melalui dana yang ditransfer langsung dari Dana Mitigasi Darurat (FOME) yang tercipta setelah pandemi. Para ahli telah menyatakan bahwa, hanya melalui transfer yang dikenal sebagai “Pendapatan Solidaritas”, maka bank akan mengantongi setidaknya $ 6,3 juta USD yang diambil langsung dari anggaran publik. “Pendapatan Solidaritas” ini tidak pernah sampai pada orang yang benar-benar membutuhkannya. Bahkan selama pandemi, di Kolombia kami terus melihat sebagian besar orang menjadi lebih miskin sementara yang kaya semakin kaya.
Semua ini bukan barang baru. Selama beberapa dekade, kelas politik konservatif dan sayap kanan telah menampilkan diri mereka sebagai perantara antara negara dengan ekonomi global yang hegemonik. Mereka secara sistematis mempertahankan posisi ini dengan memusnahkan orang-orang, mencuri tanah, dan mendominasi mayoritas buruh. Ini adalah kediktatoran terselubung, dengan senjata dan sumber daya yang cukup untuk menahan kekangan negara selama beberapa dekade.
Pemberontakan akar rumput yang terjadi saat ini tidak terjadi secara spontan. Sebaliknya, ini adalah reaksi terhadap dominasi dan ketidakadilan selama bertahun-tahun. Pukulan terakhir yang memicu protes yang kita saksikan pada bulan April [2021] ini adalah proposal yang disebut “Undang-Undang Pembiayaan Solidaritas,” sebuah reformasi pajak yang akan memiskinkan mayoritas penduduk.
Dengan dalih mengurangi defisit yang telah dibuatnya lewat reformasi terakhir, pemerintahan Duque muncul dengan gagasan buruk untuk meningkatkan biaya hidup di salah satu negara paling tidak setara di dunia. Mengejutkan bahwa di tengah krisis, pemerintah Kolombia memutuskan menaikkan pajak makanan untuk kelas menengah ke bawah. Tidak masuk akal menaikkan harga makanan saat penduduk kelaparan. Bahkan lebih memalukan lagi bahwa reformasi yang diusulkan tidak hanya akan merugikan masyarakat biasa, tetapi lebih jauh memperkaya monopoli terkaya di negara itu.
Reformasi Pajak Mungkin Menghancurkan Kami, tetapi Reformasi Kesehatanlah yang Akan Membunuh Kami
Keputusan yang menentukan arah negara dan masa depan jutaan orang dibuat semata-mata oleh elit ekonomi, politik, dan militer. Mereka mengesahkan undang-undang yang mendukung kekaisaran perbankan dan peternakan, undang-undang yang mendukung kepentingan keuangan Amerika Utara, Asia, dan Eropa, undang-undang untuk memberikan kekebalan pada diri mereka sendiri setelah mereka mencuri sumber daya orang lain, undang-undang yang membuat mereka tetap berkuasa baik secara lokal maupun nasional. Undang-undang ini disetujui secara tertutup, tanpa debat publik. Salah satu contoh paling jelas dari ini adalah reformasi hukum yang akan membuat perubahan pada sistem perawatan kesehatan Kolombia. Diperkenalkan pada 16 Maret 2021 dan masih belum disahkan oleh Kongres, para pendukungnya di badan legislatif pada malam 26 April diam-diam mencoba mengesahkannya, sementara perhatian publik tertuju pada reformasi pajak.
Reformasi kesehatan ini bisa lebih buruk daripada COVID-19 itu sendiri. Pada dasarnya, ini dimaksudkan untuk melaksanakan privatisasi penuh dari sistem perawatan kesehatan Kolombia. Kami harus membayar biaya pertanggungan ketika sakit, atau EPS (asuransi kesehatan umum Kolombia) akan menolak perhatian medis kami. Orang yang membutuhkan perhatian medis melalui EPS harus menunjukkan bahwa mereka merawat diri mereka sendiri dengan baik dan tidak melakukan apa pun yang menyebabkan penyakit atau cedera mereka; jika penyedia asuransi mereka dapat membuktikan sebaliknya, mereka dapat menolak pertanggungan mereka, memaksa kami membayarnya. Program ini juga dimaksudkan untuk mengakhiri program vaksinasi pemerintah kota — pada puncak pandemi! — dan memberikan wewenangnya kepada penyedia asuransi untuk memutuskan bagaimana menawarkan layanan ini dan kepada siapa layanan tersebut diperkenankan.
Reformasi ini akan memungkinkan perusahaan farmasi multinasional dan transnasional untuk memberlakukan harga dan aturan pasar untuk perawatan kesehatan di Kolombia. Ini akan mengakhiri diskon asuransi kesehatan bagi mereka yang memiliki profesi di bidang pendidikan, manufaktur, dan angkatan bersenjata. Rumah sakit harus menunjukkan hasil dalam proposal yang sangat mirip dengan “hasil” yang diminta pemerintah Uribe terhadap tentara, yang menghasilkan lebih dari 10.000 “angka positif bohongan” —praktek eksekusi di luar hukum di mana pemerintah dan militer menculik dan membunuh kaum muda, lalu secara sengaja melaporkan mereka sebagai pejuang FARC-EP untuk memenuhi kuota.
Demikian pula, diperkirakan bahwa undang-undang kesehatan saat ini yang memprivatisasi sistem kesehatan pada tahun 1993 telah menyebabkan satu juta kematian karena kurangnya perhatian medis atau kelalaian, yang menimbulkan lebih banyak korban daripada konflik bersenjata.
Lima Hari Mobilisasi, Protes, dan Pemogokan Umum
Sejak awal pandemi, mereka yang paling miskin menghadapi pilihan kejam antara tinggal di rumah untuk menghindari virus atau bekerja untuk bertahan hidup. Beberapa minggu setelah pandemi, sapu tangan merah mulai muncul di jendela-jendela rumah di lingkungan yang terpinggirkan, menandakan bahwa rumah tangga itu akan kelaparan. Segera, mereka bisa dilihat oleh ribuan orang.
Itu kenapa satu tahun setelah dimulainya masa karantina, ketika pemerintah mengusulkan reformasi perpajakan yang paling keras akan menghantam kelas bawah dan menengah, masyarakat tidak segan-segan turun ke jalan. Pada saat krisis itu, tidak ada lagi pilihan — hanya kemarahan dan frustrasi. Sudah waktunya membawa Kolombia untuk membela martabat manusia.
Tidak ada pemimpin, hanya tanggal pemogokan umum yang diusulkan oleh serikat buruh — 28 April — dan itu sudah cukup bagi keluarga, teman, tetangga, dan lingkungan untuk mengatur dirinya sendiri melalui jejaring sosial. Orang-orang mengalir bersama ke dalam arus besar komunitas yang berbaris menuju titik pertemuan utama dan pintu masuk ke kota. Ini adalah cara yang efisien untuk membuat pemogokan itu nyata, memastikan bahwa tidak ada yang bisa masuk atau keluar.
Hari pertama diisi dengan teriakan, pidato, nyanyian dan tarian di jalan. Inilah cara kami di Cali: bahagia dan berani, bermartabat dan meriah, penari dan pejuang. Orang-orang berjalan kembali ke rumah mereka malam itu, lelah tetapi dengan senyuman penuh pengertian dari mereka yang telah mencapai sesuatu. Hari-hari berikutnya, blokade berlipat ganda dan jumlah peserta membengkak, diilhami oleh contoh-contoh perlawanan untuk mengatasi ketakutan akan represi.
Tetapi pemerintah berpengalaman, terutama dalam pengalaman kekerasan dan paramiliter. Mereka mulai menahan, membunuh, menculik, dan memperkosa anak-anak muda. Ini semakin meningkatkan intensitas perlawanan di jalanan.
Sementara langkah-langkah pembatasan masih diberlakukan di beberapa kota Kolombia, pemerintah mengumumkan jam malam mulai pukul 8 malam pada tanggal 28 April supaya dapat menghentikan kelangsungan mobilisasi. Pada pukul 10 pagi keesokan harinya, mereka telah memodifikasi langkah tersebut sebagai tanggapan atas ketidakpuasan di jalanan, dengan alasan supaya dapatmencegah kerumunan untuk menekan orang melalui jam malam.
Pada tanggal 30 April, atau hari ketiga pemogokan, pihak berwenang beralih ke strategi teror negara — teror yang sama yang mereka gunakan pada kesempatan lain untuk melumpuhkan komunitas. Tindakan pembatasan yang seharusnya diwajibkan oleh pandemi memberikan alasan bagi lembaga kepolisian untuk melakukan penangkapan massal secara ilegal di bawah kedok perintah kota, serta penyalahgunaan wewenang yang berat termasuk pembunuhan, kekerasan yang berlebihan, ancaman, penangkapan tidak teratur, penghancuran harta benda pengunjuk rasa dan pelecehan seksual.
Meskipun demikian, pada tanggal 1 Mei, kehadiran massa dalam protes jalanan melebihi semua ekspektasi dan banyak kota-kota lain bergabung. Pada titik ini, demonstrasi sedang berlangsung di lebih dari 500 kota di seluruh negeri. Ingatan kita dari perjuangan sulit lainnya, yang diturunkan kepada kita dari masa lampau oleh orang tua dan kakek nenek kita, mengingatkan kita bahwa ketika orang-orang bersatu, tidak ada kekuatan yang lebih transformatif.
Melalui platform pengaduan penyalahgunaan polisi “GRITA,” pada pukul 11 malam pada tanggal 1 Mei, organisasi hak asasi manusia Temblores telah menerima laporan 940 pengaduan kekerasan polisi, 92 korban kekerasan fisik polisi, 21 orang dibunuh oleh polisi, empat korban pelecehan seksual di tangan polisi, dan 12 orang ditembak matanya oleh polisi.
Cali: Ibukota Perlawanan
Kota Cali telah mencurahkan protes dan mengorganisir secara spontan yang memungkinkan orang untuk bertemu. Masyarakat berduyun-duyun ke titik kumpul utama dengan kreativitas yang indah. Makanan selalu menjadi pusat dari tempat-tempat ini — makanan yang beragam dan lezat dibagikan dari panci komunal. Garis depan ada di sana, dan garis lain perawatan dan pertahanan dikelola oleh pemuda. Banyak wilayah kota telah diganti namanya: La Loma de la Cruz, “Bukit Salib,” sekarang disebut La Loma de la Dignidad, “Bukit Martabat”. Selain itu El Paso del Comercio, “Commerce Pass”, sekarang disebut el Paso del Aguante, “Perlintasan Ketahanan”. Jembatan Seribu Hari sekarang menjadi Jembatan Seribu Perjuangan dan Gerbang ke Laut sekarang menjadi Gerbang Menuju Kebebasan.
Namun, represi terus berlanjut setiap hari. Menggemakan kalimat “Saya akan selalu ingat ketika saya melempar batu dengan penuh amarah dan pemerintah yang represif menanggapinya dengan desingan peluru,” orang-orang telah menjalani hari-hari perlawanan yang intens dengan mempertahankan setidaknya tujuh blokade permanen di seluruh kota. Orang-orang Cali memprotes dalam jumlah besar dan dengan tekad sejak hari pertama mobilisasi. Di sebagian besar tempat berkumpul, orang-orang diprovokasi oleh aparat kepolisian yang berujung pada bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi anti huru hara (ESMAD). Pemerintah kota Walikota Jorge Iván Ospina telah menetapkan tugas mengawasi demonstrasi kepada Kelompok Operasi Khusus (GOES) dari Kepolisian Nasional.
Di sini, kami menyajikan gambaran kekejaman polisi di Cali setiap hari selama pemogokan, yang dikumpulkan oleh sejumlah organisasi hak asasi manusia.
#28A—28 April, 2021
-
Delapan orang mengalami luka berat dan 50 orang mengalami luka ringan akibat tabung gas air mata dan granat flash-bang yang diluncurkan oleh ESMAD.
-
Polisi menembak punggung Marcelo Agredo Inchimad yang berusia 17 tahun, di lingkungan Mariano Ramos. Dia meninggal di Klinik Valle del Lili.
-
Polisi membunuh Jaison García yang berusia 13 tahun. Dia dirawat di Rumah Sakit Carlos Holmes Trujillo di lingkungan República Israel tanpa tanda-tanda vital.
-
Enam orang dibawa ke kantor polisi dan dibebaskan dengan denda karena melanggar jam malam yang ditetapkan oleh Walikota Jorge Iván Ospina.
-
Sejumlah video yang direkam oleh pengunjuk rasa menunjukkan polisi menggunakan senjata yang tidak terlalu mematikan dengan tidak benar dan menggunakan senjata api untuk menembak pengunjuk rasa.
#29A—29 April, 2021
-
Petugas polisi membunuh Miguel Ángel Pinto yang berusia 23 tahun di tempat berkumpul yang disebut “Puerto Resistencia.”
-
Polisi menahan 106 pengunjuk rasa dan memindahkan mereka ke kantor polisi, di mana mereka dipukuli, disiksa, dan barang-barang serta perlengkapan audiovisual mereka dilucuti. Setidaknya 31 orang hilang dilaporkan.
-
Seorang pengunjuk rasa di Calle Quinta terkena tabung gas air mata dan terluka parah.
-
Michel David Lora yang berusia 16 tahun, seorang warga negara Venezuela, dilaporkan telah hilang. Setelah ditangkap bersama ibunya, Lora dibawa ke penampungan sementara. Ketika ibunya tiba, dia diberitahu bahwa putranya tidak ada di sana.
#30A—30 April, 2021
-
Selama protes, Edwin Villa Escobar, seorang pedagang, dan Einer Alexander Lasso Chará, seorang yang sudah pensiun, dibunuh di lingkungan El Diamante. Jovita Osorio, seorang guru prasekolah, dibunuh di lingkungan Paso del Comercio dan tiga orang tak dikenal lainnya dibunuh di lingkungan El Poblado di Cali timur. Insiden ini direkam dalam video.
-
Angely Vivas Retrepo ditembak di kaki kirinya di lingkungan Julio Rincón, dekat tempat berkumpulnya Calipso. Sementara itu, dua wanita dan seorang pria terluka di lingkungan Las Américas. Selain itu, polisi melukai 105 orang lagi.
-
Dua anggota organisasi hak asasi manusia Francisco Isaías Cifuente, Daniela Caicedo dan José Cuello, ditangkap di tempat berkumpulnya Sameco. Polisi mencuri barang-barang yang mengidentifikasi mereka sebagai bagian dari organisasi.
-
Polisi membawa 94 orang ke kantor polisi dari lokasi protes di seluruh kota. Banyak yang dipukuli dan disiksa oleh polisi di dalam kantor. José Miguel Oband, Diego Alejandro Bolaños, dan Jhon Haner Muñoz Bolaños dilaporkan menghilang.
#1M—1 Mei, 2021
Sampai tulisan ini dibuat, belum ada laporan hak asasi manusia mulai 1 Mei, meskipun banyak pengunjuk rasa yang meliput sebagian besar titik pertemuan di pusat kota. Serangan tanpa pandang bulu dilaporkan di situs protes Paso del Aguante, Calipso dan Puerto Resistencia. Polisi memanfaatkan malam itu untuk menyerang titik-titik paling rentan dari demonstrasi 1 Mei. Ada laporan dari seluruh kota tentang warga sipil bersenjata yang menembak ke lingkungan di sebelah daerah ini. Malam itu, pemerintah memberlakukan “Darurat Militer” untuk melegalkan militerisasi kota-kota di mana mobilisasi dan perlawanan sipil terhadap reformasi pajak terus berlanjut..
Alat Musuh: Respon Militer terhadap Protes Sosial
Sulit untuk mencari informasi tentang pengeluaran militer dari sumber resmi. Tampaknya mereka bermaksud menyembunyikan kebenaran tentang pengeluaran pemerintah untuk perang. Kolombia saat ini menghabiskan sekitar 40 triliun peso Kolombia ($ 10,5 miliar USD) untuk kementerian pertahanan setiap tahun. Anggaran untuk militer secara historis tinggi, karena konflik internal terus berlanjut dan meningkat selama beberapa dekade belakangan. Meskipun ada upaya untuk mengadakan pembicaraan damai, saat ini konflik telah berkembang biak dan meningkat di banyak provinsi, dan pengeluaran pertahanan sekarang mencapai sekitar 11% dari pengeluaran pemerintah Kolombia — persentase yang tinggi untuk negara dengan ekonomi yang melemah. Ini menempatkan Kolombia di peringkat 25 dunia untuk pengeluaran pertahanan publik, jauh di atas negara-negara seperti Prancis (dengan 3,3%), Spanyol (2,9%), atau bahkan Brasil (3,86%).
ESMAD (Escuadrón Móvil Antidisturbios, Pasukan Anti-Huru-hara), sebuah divisi dari aparat polisi nasional, dibentuk pada tahun 1999 untuk menekan mobilisasi di negara tersebut. Itu seharusnya menjadi pasukan khusus sementara, tetapi sekarang telah ada selama lebih dari 20 tahun dan semakin kuat melalui pemerintahan yang berturut-turut. Saat ini, ia terdiri dari 3876 petugas dengan anggaran 490 miliar peso ($ 131 juta USD). Selama masa jabatannya, skuadron ini telah membunuh setidaknya 20 warga sipil melalui apa yang mereka sebut “kekuatan berlebihan” (excessive force).
Saat ini, pemerintah Duque-Uribe, yang terasing dari rakyat dan mengantisipasi ketidakpuasan rakyat yang kuat yang berasal dari tindakan-tindakan tersebut di atas, telah mengalokasikan jutaan peso untuk memperkuat pasukan keamanannya. Pemerintah telah mempersiapkan beberapa waktu sekarang untuk menggunakan represi untuk menangani kerusuhan. Pada Maret 2020, pada permulaan krisis sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh COVID-19, ia membeli lima kendaraan lapis baja seharga 8 miliar peso ($ 2,1 juta USD) bersama dengan amunisi dan persenjataan senilai 9,515 miliar peso ($ 2,5 juta USD) untuk ESMAD. Anggaran 2021 telah ditingkatkan hampir satu miliar peso. Singkatnya, pemerintah ini menanggapi protes sosial seolah-olah sedang berperang.
Namun baik ESMAD maupun polisi tidak berhasil menahan pemogokan umum. Inilah sebabnya mengapa Presiden Duque mendeklarasikan pemasangan “Bantuan Militer” di kota mana pun yang membutuhkannya — suatu tindakan yang memungkinkan penggunaan kekuatan militer untuk menanggapi kekacauan dan bencana publik. Kehadiran kekuatan-kekuatan ini di jalan-jalan membatasi hak-hak, seperti dalam keadaan terkepung. Kehadiran militer di jalan-jalan meningkatkan kemungkinan terjadinya perang selama demonstrasi, karena pendekatan negara terhadap situasi yang ada dari sudut pandang militer.
Jalanan yang Meluap
Orang-orang Kolombia berkumpul di setiap sudut, menutup setiap kota, turun ke jalan untuk menolak reformasi pajak dengan slogan “Jika kita tidak bersatu, kita akan tenggelam.” Jalanan Kolombia jadi sungai orang. Api persatuan yang besar telah menyebar untuk menghormati mereka yang telah mengorbankan nyawanya. Kehilangan mereka sangat menyakitkan kami, tetapi kematian mereka pasti tidak sia-sia. Suara-suara dari seluruh negeri membuat diri mereka didengar dan banyak demonstrasi telah menyebarkan suara perlawanan.
Kolombia telah menghilangkan rasa takutnya. Kami tidak akan rugi.
¡A PARAR PARA AVANZAR! WE STRIKE TO MOVE FORWARD!