Kevin Tucker
Aku Terlibat
Aku terlibat.
Genosida. Ekosida. Bunuh diri. Semua itu.
Aku ingin meyakini bahwa aku tidak terlibat, tetapi aku tidak dapat membohongi diriku sendiri lagi. Kita semua terlibat dalam penghancuran bumi ini, rumah kita, dan semua penghuninya.
Dan itu membuatku muak.
Itu membuat jiwaku menangis, itu membuat perutku mual, itu memunculkan rasa sakit di punggungku, itu membuat otakku meleleh, itu membuat tanganku gemetar dan gugup, dan itu membunuhku karena aku tidak bisa melakukan apa-apa.
Saat aku mengetik kata-kata ini, sebuah puncak gunung dihancurkan untuk mendapatkan akses yang lebih mudah ke batu bara. Batu bara: yang merupakan hasil gabungan pembusukan dari jutaan tahun kehidupan. Batu bara: sebuah kapsul waktu untuk sejarah yang tak tertulis, yang memberi makan jaringan (berupa gas, listrik, dsb.). Air tanah di daerah rumahku sedang dicemari dengan bahan kimia hydrofracking untuk memeras lebih banyak kehidupan dari bumi agar listrik tetap menyala. Pembangkit listrik tenaga nuklir mengelilingi daerah ini dan mereka sedang menyalakan bom waktu untuk masa depan kehidupan. Sungai-sungai di sekitar saya semakin dipenuhi dengan lumpur beracun minyak mentah dari pasir tar. [1]
Setiap bagian dari semua ini membuatku muak sampai ke intinya, namun aku menyadari bahwa aku terlibat.
Kita dijejali mitos dan dongeng saat kita dilahirkan ke dunia ini.
Dongeng Kemajuan, bahwa segala sesuatu tidak hanya akan menjadi baik, tetapi akan lebih baik. Kita diberitahu bahwa kita hidup lebih lama dan lebih sehat daripada nenek moyang “manusia gua” kita. Kita diberitahu bahwa kita telah meningkatkan kehidupan orang-orang di dunia ketiga melalui program pembangunan. Kita diberitahu bahwa kualitas hidup kita meningkat. Kita diberitahu bahwa kita memiliki akses ke makanan yang lebih banyak dan lebih baik daripada siapapun yang ada dalam sejarah. Kita diberitahu bahwa kita memiliki lebih banyak akses ke informasi yang berarti memberi kita lebih banyak kebebasan.
Kita diberitahu bahwa jika kita tidak menyukainya, maka kita tinggal memilih antara "sukai atau tinggalkan!".
Tapi kita tidak bisa.
Di tengah-tengah modernitas yang mengglobal, berakar pada teknologi, bergantung pada sumber daya, terikat secara ideologis, dan kecanduan akan profit, puncak peradaban yang dipuji-puji ini tidak memiliki pintu keluar. Tidak ada inti. Tidak ada pinggiran. Kita semua terjebak dalam kekacauan ini. Hanya mereka yang terlibat dalam omnicide[2] yang terlibat dalam menekan saklar lampu yang memberitahu kita semua bahwa peradaban adalah pilihan kita untuk hidup.
Kita terjebak. Kita semua.
Pemburu-peramu dan ahli perkebunan yang tersisa duduk di garis depan, sementara tradisi budaya mereka yang berasal dari puluhan dan bahkan ratusan ribu tahun lalu dianggap ilegal (perburuan, memasuki wilayah tanpa izin), tidak bermoral (dalam kata-kata misionaris, Anda harus terlebih dahulu menjadi "tersesat" sehingga Anda bisa "diselamatkan"), dan mustahil (menambang, mengebor, menebang, dan memelihara). Di akhir ekspansi, pertanyaan apapun yang Anda miliki tentang pilihan gaya hidup akan dihadapkan dengan militer, pemburu bersenjata, penambang, dan penebang kayu, atau kelompok "revolusioner" yang mencemari rumah mereka.
Semua bukti kebenaran tentang kemajuan: disapu dan diselipkan di bawah karpet (disembunyikan).
Di Timur Tengah, pertanyaan-pertanyaan itu tampak seperti kecacatan kelahiran yang disebabkan sisa-sisa uranium terdeplesi. Di bawah The Arab Spring[3] ada biaya makanan yang tidak terjangkau. Di China, Anda memiliki jaring yang dibangun di sekitar pabrik untuk mencegah bunuh diri dan layar yang memproyeksikan matahari terbit dan terbenam karena Anda tidak dapat melihatnya melalui kabut asap. Di seluruh Amerika Latin Anda memiliki desa-desa tergusur dan pabrik-pabrik pemuntah racun yang menghancurkan hutan. Di seluruh negara makmur, Anda memiliki hutang kronis, depresi, dan orang-orang terkubur di bawah harta benda dan gadget mereka saat koneksi di dunia nyata melemah.
Anda memiliki dunia yang dibanjiri oleh perang sumber daya, perebutan kekuasaan, skema ponzi,[4] ego yang hancur, isolasi dan alienasi yang menyebabkan kecemasan dan depresi, populasi yang tertindas, dan kekayaan yang tak terbayangkan. Tetapi Anda tidak memiliki jalan tengah. Anda tidak bisa melarikan diri.
Mitos tentang Kemajuan, dunia yang diciptakan peradaban, membutuhkan sebuah pintu penenang. Ia perlu memberikan mitos tentang jalan keluar, karena ia perlu memuaskan perasaan tentang keragaman pilihan, mitos tentang kebebasan. Trik abadi dari para penjinak[5] adalah bahwa Anda berada di sini karena Anda menginginkannya. Realitas dunia yang sesungguhnya adalah bahwa Anda berada di sini karena Anda harus melakukannya.
Itulah yang membuat kita semua terlibat.
Tidak peduli jika Anda mendaur ulang. Tidak peduli jika Anda membeli produk lokal. Tidak peduli jika Anda menduduki bangunan dan mengambil kembali barang bagus yang ada di tempat sampah. Mengurangi kontribusi Anda terhadap perekonomian tidak mengakhiri keterlibatan Anda. Hidup di pinggiran masyarakat tidak mengakhiri keterlibatan Anda. Membangun kembali komunitas tidak mengakhiri keterlibatan Anda. Melakukan rehabilitasi alam tidak mengakhiri keterlibatan Anda. Betapapun pentingnya langkah-langkah ini untuk masa depan kita, kita tidak dapat menenggelamkan diri kita ke dalam khayalan bahwa kita memiliki pilihan.
Peradaban membunuh planet ini, rumah kita. Selalu begitu. Itu akan selalu begitu. Satu-satunya perbedaan adalah skala. Dan dengan modernitas terpisah dan terfragmentasi yang kita hadapi, Anda tidak dapat mengklik tombol, memutar tombol, atau merubah apapun tanpa memengaruhi nasib kita sendiri.
Dan itu adalah realitas kita yang memuakkan.
Itu membuatku terjaga di malam hari. Itu menghantui jiwaku. Itu telah mengambil orang yang kucintai. Itu merasuki tubuh. Itu melemahkan pikiran. Itu membuatku gemetar karena marah dan membuatku gemetar ketakutan.
Kita semua terlahir sebagai pemburu-peramu. Setiap dari kita. Untuk itulah kita berevolusi.
Proses domestikasi tidak dapat membunuh bagian dari kita ini, tetapi dapat memanipulasi ketakutan, keinginan, harapan, dan kebutuhan kita. Tetapi jiwa kita tahu bahwa ada sesuatu yang salah. Sesuatu yang hilang. Tapi saya tidak bisa berduka atas nasib kita, keliaran kita, keliaran yang melingkupi semua kehidupan. Saya tidak bisa berduka karena tidak mati.
Itu tidak bisa mati.
Itu tidak akan mati.
Keliaran itu ditekan. Tertidur di diri kita yang terlibat dalam penindasan itu tanpa menyadarinya. Ditahan oleh pagar, penjaga, penambang, penebang, dan misionaris bagi mereka yang tengah berada di garis depan. Itu ditahan oleh hukum dan penjara dan orang-orang yang menyembah tahta ekonomi.
Menghubungkan kembali jiwa kita kepada keliaran itu berada dalam jangkauan kita, tetapi itu membawa tanggungjawab yang mustahil untuk memperluas pikiran Zaman Batu kita melampaui dunia hutan, ladang, pantai, dan gurun, dan mengenali konsekuensi dari teknokrasi global. Jangkauan kita telah melampaui pemahaman kita. Para penjinak mengetahui hal ini dan mereka telah dan akan terus menggunakannya untuk melawan kita.
Saya menolak untuk menerima keterlibatan saya, tetapi saya tidak dapat lagi menyangkalnya. Bagian dari perjalanan saya kembali ke alam liar berarti mengambil tanggung jawab dan konsekuensi dari mengakui keterlibatan tersebut adalah mengambil sebuah posisi.
Melarikan diri bukanlah pilihan.
Menaruh kepalaku di tanah bukanlah pilihan.
Peradaban harus mati agar bumi, rumah kita, dan semua penghuninya bisa hidup.
Saya akan berduka atas kerugian tragis yang terjadi setiap detik karena kondisi yang tidak berubah. Saya terlibat dalam kehancuran mereka karena, seperti kita semua, saya lahir di masa kehancuran yang tidak terpikirkan dan ke dalam budaya yang memeras setiap tetes kehidupan dari bumi ini.
Saya terlibat, tetapi saya tidak akan menerima kekalahan.
Saya terlibat dalam kehancuran yang disebabkan oleh kelahiran saya di tengah peradaban dan itu membuat saya sakit. Saya terlibat dalam usaha penghancuran peradaban karena itulah yang harus saya lakukan.
Saya ingin keluar melalui pintu yang ditawarkan. Saya ingin mencabut steker. Saya ingin membalik tombolnya. Tapi semua itu kebohongan. Kita semua terlibat dan kita semua terjebak. Kami tidak memiliki pilihan untuk pergi, tetapi kami memiliki pilihan untuk menerima tanggungjawab atas keterlibatan kami dan pilihan untuk mengambil tindakan atas hal tersebut.
Saya akan berduka.
Saya akan berjuang.
Saya akan bertarung.
Saya mencari bimbingan dari alam liar yang mengelilingi saya.
Saya akan menemukan tempat dari alam liar di dalam diri saya.
Untuk anak-anakku. Untuk keluargaku. Untuk rumahku. Bagi mereka yang kehilangan segalanya.
[1] Pasir tar (juga dikenal sebagai pasir minyak) adalah campuran dari sebagian besar pasir, tanah liat, air, dan zat kental seperti molase yang disebut bitumen. Bitumen terbuat dari hidrokarbon — molekul yang sama dalam minyak cair — dan digunakan untuk menghasilkan bensin dan produk minyak bumi lainnya.
[2] Kehancuran kehidupan dunia dan umat manusia, lebih populer disebut sebagai apokalips, kiamat, atau akhir zaman. Namun istilah-istilah terakhir identik dengan agama dan kehancuran akibat sosok mistis, sedangkan omnicide adalah kehancuran akibat kehancuran alam seperti bencana nuklir.
[3] Arab Spring atau Musim Semi Arab adalah gelombang unjuk rasa di Tunisia, Mesir, Libya, Bahrain, Suriah, Yaman, Aljazair, Irak, Yordania, Maroko, Oman, Kuwait, Lebanon, Mauritania, Arab Saudi, Sudan, Sahara Barat, dan Perbatasan Israel sejak Desember 2010 hingga pertengahan 2012 yang disebabkan oleh Negara otoriter, kemiskinan ekstrim, korupsi, pelanggaran HAM, pengangguran, inflasi, kleptokrasi, dan sektarianisme.
[4] Modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang diperoleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini.
[5] Mereka yang memelihara peradaban, yang bertanggungjawab atas semua "kemajuan" peradaban manusia dan eksploitasi kehidupan dunia.