Title: Menuju Pembentukan Aliansi Agoris-Sindikalis
Language: Bahasa Indonesia
Date: 2016
Notes: Teks aslinya berjudul "Toward an Agorist-Syndicalist Alliance". Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Ameyuri Ringo.

“Seluruh gagasan milik Konkin hanya berbicara tentang kepentingan dan keprihatinan kelas marginal yang berwiraswasta. Sebagian besar orang di dunia adalah pekerja upahan penuh-waktu; mereka adalah orang-orang dengan pekerjaan tetap. Konkinisme tidak memiliki apapun untuk dikatakan kepada orang-orang ini. Untuk mengadopsi strategi Konkin, di tanah ini (Amerika Serikat) saja, akan menjadi jalan buntu bagi gerakan libertarian. Kita tidak bisa menang jika tidak ada kemungkinan untuk berbicara tentang keprihatinan sebagian besar penerima upah di negara ini dan negara lain.”[1]

Demikian kritik Murray Rothbard terhadap filosofi agorisme yang membuat SEK3[2] tertawa terbahak-bahak sebelum akhirnya menunjukkan bahwa: banyak dari mereka yang merupakan kelas pekerja sudah mengambil bagian dalam berbagai kegiatan kontra-ekonomi, seperti tidak melaporkan total pendapatan secara benar pada formulir pajak mereka, dan melakukan pembayaran gaji (dari pemberi kerja ke pekerja) yang dilakukan dengan ‘tunai’ dan tanpa laporan guna memangkas pajak [dan agar tidak terlacak]. Meskipun demikian, kritik Rothbard masih digaungkan hingga hari ini oleh beberapa orang, terutama di kalangan aktivis anti-kapitalis. Menjadi ironis karena sebenarnya banyak individu di kalangan anarkis anti-kapitalis juga mengambil bagian dalam kegiatan kontra-ekonomi dalam praktiknya. Namun, kritik ini bukannya tanpa inti kebenaran, yang membuat beberapa agoris bertanya-tanya ‘apakah agorisme tidak membutuhkan pembaruan ide’. Bagaimanapun, Konkin sendiri meyakini agorisme sebagai filosofi hidupnya.

Seorang agoris dan jurnalis, Derrick Broze, sering berbicara tentang konsep ‘vertical’ dan ‘horizontal agorism’. Agorisme horizontal adalah apa yang kebanyakan dari kita pahami, secara tradisional, sebagai agorisme. Agorisme horizontal ini adalah penggunaan pasar gelap dan abu-abu untuk bersaing dengan negara sebagaimana diuraikan dalam The New Libertarian Manifesto dan The Agorist Primer karya SEK3. Contohnya termasuk bisnis tanpa izin, penghindaran pajak, penyelundupan, perdagangan narkoba, melindungi imigran tidak berdokumen, penyelundupan senjata, aksi pendudukan bangunan, dan penggunaan mata uang alternatif; misal Bitcoin, dll. Sementara itu, agorisme vertikal difokuskan pada lokalisme dan swasembada dan terinspirasi oleh buku-buku seperti Community Power karya Karl Hess. Praktik agorisme vertikal juga termasuk: membeli barang dari toko milik petani dan pertanian komunitas, rooftop gardening, penggunaan tenaga surya dan sistem akuaponik baik secara pribadi maupun komunitas, berbagi alat dan berbagi keterampilan komunitas, gaya hidup mandiri, urban farming, jaringan perlindungan komunitas, dan sekolah gratis. Meskipun tidak semua taktik vertikal benar-benar merupakan aktivitas pasar gelap atau abu-abu (seperti sekolah gratis dan pasar petani), namun taktik tersebut tergolong sebagai aktivitas kontra-ekonomi karena menantang monopoli perusahaan dan negara serta memberikan alternatif kerja yang jauh lebih libertarian sebagai perbandingan.

Jadi, jika tidak semua aktivitas harus benar-benar dalam lingkup hitam atau abu-abu untuk bisa dianggap sebagai aktivitas kontra-ekonomi, lalu apakah berarti kita akan meninggalkan aktivitas-aktivitas seperti koperasi dan kolektif pekerja atau bahkan serikat pekerja model klasik seperti wildcat dan bentuk-bentuk kerja alternatif yang lebih baru? Apakah aktivitas-aktivitas ini tidak menantang kekuasaan negara dan perusahaan secara signifikan, dan menempatkan lebih banyak kekuasaan di tangan individu/komunitas daripada otoritas koersif? Rothbard sendiri menunjukkan bahwa: sebagian besar – jika tidak semua – perusahaan bersandar pada klaim properti yang tidak sah; dan oleh karena itu, harus diduduki dan dieklola oleh para pekerja – penerima upah yang menurut Rothbard, ‘agorisme tidak mampu melakukan apa-apa untuknya’ – yang menginvestasikan waktu, tenaga, dan energi mereka untuk menjalankan operasi sehari-hari, tetapi bukankah hal ini hanyalah bentuk sindikalisme?

Karl Hess menganjurkan kombinasi taktik sebagai bentuk praksis dari agorisme, baik secara vertikal maupun horizontal, dan anggota Industrial Workers of the World, serikat pekerja yang telah berusia lebih dari 100 tahun yang hadir sebagai tantangan menyegarkan untuk model serikat bisnis eksploitatif dari kelompok-kelompok seperti AFL-CIO sambil menganjurkan taktik sindikalis. Dan taktik-taktik semacam itu tampaknya saling melengkapi dalam teori dan praktiknya, menawarkan tantangan signifikan bagi negara dan kekuatan korporat, juga melintasi batas-batas ideologis antara anarkis pasar bebas dan anarkis sosial. Faktanya, banyak libertarian pasar bebas selain Hess telah membuat aliansi semacam itu dengan organisasi dan serikat buruh alternatif.

Bergerak maju secara sadar dalam membangun aliansi semacam itu terbukti cukup menguntungkan. Sementara para agoris membangun alternatif untuk pasar putih di dalam pasar gelap dan abu-abu, sindikalis dapat berfokus pada menantang entitas pasar putih yang ada dari dalam, dan akhirnya mengambil alih seperti yang dianjurkan Rothbard. Tapi hal itu tidak harus berhenti di situ. Agoris memang harus menganjurkan agar sindikalis melangkah lebih jauh. Setelah bisnis pasar putih berhasil disindikasikan, agoris-sindikalis harus membantu transisi bisnis ke agora. Bisnis kolektif yang baru pada akhirnya harus melakukan apa yang dilakukan semua bisnis agoris yang baik: mengabaikan rezim perizinan negara, menolak membayar pajak, terlibat dalam penggunaan mata uang alternatif, dan umumnya mengabaikan campur tangan negara dalam urusan bisnis mereka. Mereka baru saja berhasil menggulingkan bos, mengapa tunduk pada otoritas lain? Mereka baru saja menyingkirkan kroni-kroni korporat yang menjadi kaya dengan mencuri hasil kerja mereka, lalu mengapa membiarkan negara melakukan hal yang sama melalui pajak?

Bagi mereka yang keberatan dengan klaim tersebut dan berteriak #notallbosses, saya memaparkan kutipan dari Konkin:

“Dalam masyarakat agoris, pembagian kerja dan penghargaan-diri setiap pekerja … mungkin akan menghilangkan organisasi bisnis tradisional – terutama hierarki korporat: sebuah tiruan dari Negara dan bukan Pasar. Sebagian besar perusahaan akan menjadi asosiasi kontraktor independen, konsultan, dan perseroan-perseroan lainnya. ‘Banyak’ enterprenir mungkin akan menjadi ‘satu’ [asosiasi]; dan begitupun dengan semua layanannya, semua komputer-komputernya, serta semua pemasok dan pelanggannya.”[3]

Bahkan Konkin, tidak bisa tidak, memperhatikan sifat eksploitatif dari hierarki korporat; ia percaya bahwa itu adalah sisa-sisa feodalisme yang bertahan lama; dan percaya bahwa jika individu benar-benar dihormati, bos perlahan-lahan akan menjadi bagian dari masa lalu. Di pasar yang benar-benar bebas, serikat pekerja akan diizinkan untuk beroperasi seperti halnya asosiasi dan kelompok sukarela seperti IWW yang menunjukkan kepada kita cara untuk berserikat tanpa meminta bantuan negara.

Memiliki agora[4] lokal yang mapan, tidak peduli sekecil apapun, juga dapat memberikan kenyamanan bagi pengurus serikat pekerja yang sering takut kehilangan pekerjaan karena aktivitas pengorganisiran mereka. Agora akan memberikan rasa tenang bagi para organisator karena tahu bahwa: seandainya mereka dipecat karena mengorganisir pekerja, mereka dapat mencari nafkah di luar struktur korporat-kapitalis. Hal ini akan memungkinkan para organisator untuk lebih berani dalam beraksi, dan lebih menantang dominasi korporatis. Agoris yang tertarik dengan ide aksi langsung dan pembangkangan sipil bahkan mungkin dapat memutuskan untuk mengambil pekerjaan di sebuah perusahaan dengan tujuan untuk ‘menggaramkan’[5] perusahaan dan membantu menjatuhkan mereka dari dalam’ hal itu dilakukan dengan tidak seperti dalam ‘permainan politik’ yang kita takuti, dilakukan dengan tidak melibatkan pengambilan posisi sebagai otoritas yang bertentangan dengan prinsip-prinsip libertarian.

Dalam kata-kata mendiang SEK3:

“Terkadang istilah “perusahaan bebas” dan “kapitalisme” digunakan untuk mengartikan “pasar bebas.” Kapitalisme berarti ideologi (isme) kapital atau kapitalis. Sebelum Marx datang, seorang pendukung ide pasar bebas murni, Thomas Hodgskin telah menggunakan istilah kapitalisme sebagai sebuah penghinaan; kapitalis mencoba menggunakan paksaan — Negara — untuk membatasi pasar. Kapitalisme, kemudian, tidaklah menggambarkan pasar bebas melainkan suatu bentuk statisme …”[6]

Jadi mengapa tidak secara terbuka menentang kapitalisme dan negara? Mengapa tidak mengambil kombinasi contoh dari Rothbard, Konkin, dan Hess sebagai inspirasi tentang cara membuat agorisme lebih menarik bagi “sebagian besar penerima upah di negara ini (Amerika Serikat) dan negara lain?” Mengapa tidak melebarkan jangkauan dan membentuk aliansi agoris-sindikalis?

[1] Rothbard, Murray, Konkin on Libertarian Strategy.

[2] Nama panggilan Samuel Edward Konkin III. [Penerj.]

[3] Konkin, Samuel, New Libertarian Manifesto.

[4] Agora adalah tempat yang digunakan untuk pertemuan publik dan aktivitas pasar pada era Yunani Kuno. Dalam konteks artikel ini, agora yang dimaksud adalah tempat usaha dimana para pekerja bisa bekerja secara paruh waktu. [Penerj.]

[5] Menggaramkan atau salting adalah taktik yang umum dilakukan serikat buruh di mana serikat akan membayar salah satu aktivisnya untuk bekerja ke sebuah perusahaan dengan tujuan mengorganisir atau menyebarkan ide radikal kepada para pekerjanya. Baca lebih lanjut di https://www.shrm.org/resourcesandtools/tools-and-samples/hr-qa/pages/whatdoestheterm%E2%80%9Csalting%E2%80%9Dasaunionorganizingtacticmean.aspx [Penerj.]

[6] Konkin, Samuel, An Agorist Primer.