Title: Magdalena’s Diary: Abolish the Police, Abolish Capitalism!
Subtitle: Catatan Harian Magdalena: Hapuskan Polisi, Hapuskan Kapitalisme!
Author: Maria Magdalena
Language: Bahasa Indonesia
Publication: Submisi Zine
Date: 2 Oktober 2024

Reformasi kepolisian? Omong kosong. Itu hanya kebohongan basi yang mereka terus suarakan selama bertahun-tahun. Memperbaiki sesuatu yang sejak awal memang tidak dirancang untuk melindungi kita? Tidak. Polisi tidak dibangun untuk keadilan—mereka dibentuk untuk menjaga “ketertiban”. Dan dengan “ketertiban” yang mereka maksud adalah kontrol kapitalis. Ini bukan hanya tentang rancangan undang-undang yang serampangan dan sembarang ataupun peringatan darurat, lebih dalam dan lebih jauh dari itu. Negara dan kapitalisme.

Gagasan tentang kepolisian tidak terpisahkan dari kapitalisme. Polisi ada untuk melindungi properti, bukan manusia. Untuk menegakkan hukum yang membuat si miskin tetap di bawah dan si kaya tetap aman di balik gerbang mereka. Selama kapitalisme terus berkembang, akan selalu ada kebutuhan untuk para penegak hukum—orang-orang yang memastikan sistem ini berjalan lancar, yang menindak siapa pun yang berani melawan.

Lihat bagaimana polisi digunakan. Mereka datang dengan kekuatan penuh ke siapapun yang protes, siap untuk menghancurkan perlawanan. Gas air mata, pentungan, tameng—semua alat penindasan. Tapi, di mana mereka saat rakyat dieksploitasi? Saat rakyat berjuang keras untuk bertahan hidup sementara pelaku kapitalis meraup keuntungan besar? Tidak ada, karena mereka tidak untuk melindungi kita. Mereka ada untuk melayani kepentingan penguasa, orang kaya, yang kuat, dan mesin kapitalis. Kapitalisme tidak berfungsi tanpa penindasan, tanpa eksploitasi. Dan polisi adalah orang-orang yang memastikan sistem itu berjalan dengan lancar.

Jadi, aku tidak percaya pada reformasi. Kalian tidak bisa memperbaiki sesuatu yang sudah busuk sampai ke akarnya. Kita harus memutus siklus ini. Kita harus menghentikan permintaan akan polisi dengan menghancurkan sistem yang membutuhkan keberadaan mereka sejak awal. Polisi memang menjijikan, tapi kapitalisme adalah penyakit yang melahirkan mereka.

Kita terus mendengar janji-janji yang sama tentang “prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan tidak hanya slogan, kami akan melayani masyarakat dengan sepenuh hati” atau “ini adalah oknum, kami tidak dididik seperti itu,” seolah-olah masalahnya hanya beberapa oknum nakal. Tapi, berapa kali kita harus melihat oknum-oknum itu merusak hidup, memukuli demonstran, atau lebih buruk lagi—mengambil nyawa—sebelum kita menerima kenyataan? Tidak ada oknum! Sistem ini tidak rusak; ini berfungsi seperti yang dimaksudkan. Polisi tidak ada untuk menjaga kita tetap aman; mereka ada untuk memastikan kita patuh. Dan garis batas itu selalu ditentukan oleh kapitalisme dan juga negara.

Bayangkan apa yang terjadi jika tidak ada polisi untuk menjaga “niat dan pelaksanaan” para miliarder, tidak ada polisi untuk membubarkan demonstran, atau tidak ada alat penindasan untuk mengusir warga dari tanahnya sendiri. Sistem kapitalis akan runtuh oleh ketidakadilannya sendiri. Ketidaksetaraan yang diciptakannya akan terlihat jelas, dan orang-orang akan bangkit untuk menuntut sesuatu yang lebih baik.

Itulah mengapa aku bilang abolisi polisi—tapi jangan berhenti di sana. Kita harus mencabut akarnya, menghapus kapitalisme. Karena selama sistem ini bertahan, akan selalu ada seseorang yang berkuasa membutuhkan polisi untuk melindungi kepentingan mereka, keuntungan mereka, dan kendali mereka. Mereka adalah dua sisi dari koin yang sama. Kita tidak bisa mengakhiri yang satu tanpa mengakhiri yang lain.

Aku tahu orang akan bilang itu mustahil. Bahwa kita butuh polisi untuk menjaga ketertiban, untuk mempertahankan kedamaian. Tapi, perdamaian macam apa ini? Untuk siapa? Ini adalah perdamaian dalam penaklukan, dalam eksploitasi, dalam kekerasan. Perdamaian yang sesungguhnya tidak ditemukan dalam gas air mata dan tameng anti huru-hara.

Menghapus polisi bukan menciptakan kekacauan, ini tentang menciptakan dunia di mana polisi tidak lagi dibutuhkan. Di mana rakyat saling peduli, di mana sumber daya dibagi, di mana tidak ada yang dibiarkan kelaparan sementara yang lain menimbun kekayaan. Dunia tanpa polisi, tanpa kapitalisme—tanpa rantai yang menahan kita.

And, that’s where real liberation begins.