Deirdre Hogan
Mujeres Libres (Perempuan Merdeka) di Spanyol
Artikel ini adalah pengantar singkat mengenai Mujeres Libres (secara harafiah berarti “Perempuan Merdeka”), organisasi perempuan anarkis yang aktif selama revolusi Spanyol 1936.
Secara keseluruhan, gerakan anarkis di Spanyol pada masa itu sangat berpengaruh karena adanya dua organ koordinasi besar yang non-hierarkis: serikat buruh CNT (Confederación Nacional del Trabajo) dan federasi anarkis Iberia (FAI). Namun peran perempuan dalam organisasi terhambat oleh seksisme dan agenda-agenda perempuan dikesampingkan. Organisasi membahas hal-hal umum yang paling berdampak hanya pada para pria saja. Untuk merespon situasi ini, beberapa perempuan menginisiasi Mujeres Libres. Awalnya ia hanya berbentuk kelompok kecil namun berkembang pesat dengan jumlah anggota mencapai 30.000 anggota dalam waktu 2 tahun.
Mujeres Libres mengorganisir kelas-kelas belajar ideologis yang didesain untuk meningkatkan kesadaran perempuan. Dibandingkan dengan saudari feminis gelombang kedua mereka di Amerika, Mujeres Libres lebih radikal dalam hal pemberian training peningkatan kemampuan, sesi-sesi informasi kesehatan, dan kelas-kelas baca tulis. Kelas-kelas pembagian informasi ini mereka pandang sangat krusial jika perempuan ingin berpartisipasi dalam gerakan revolusioner yang lebih luas. Kurangnya pengetahuan adalah salah satu alasan kaum laki-laki mengesampingkan perempuan dalam gerakan dan Mujeres Libres ingin mengatasi permasalahan ini.
Mujeres Libres membangun ateneo libertario, yaitu pusat-pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dikelola di tingkat lokal tiap area. Pengelolaannya dilakukan secara mandiri (swakelola) dan terdesentralisasi sehingga dapat diakses oleh semua orang yang ingin terlibat. Mereka sangat menghindari keterlibatan dalam politik elit dan lobi-lobi dengan kaum pemerintahan. Pada masa itu, Mujeres Libres tidak mengidentifikasi dirinya sebagai feminis karena menganggap tujuan feminis saat itu terbatas hanya pada kesetaraan gender saja, dan karenanya–menurut mereka–terlalu borjuis. Baru pada tahun 1990-an kaum akademisi mulai memandang mereka sebagai feminis.
Latar Belakang
Kondisi sebagian besar masyarakat Spanyol antara tahun 1920-an sampai 1930-an sangat memprihatinkan, khususnya bagi kaum perempuan. Di Spanyol pada masa ini, ada sekat gender yang ekstrim. Secara ekonomi sebagian besar perempuan sangat bergantung pada laki-laki. Kerja-kerja rumah tangga dan mengurus anak merupakan urusan khusus kaum perempuan. Baik di perkotaan dan di pedesaan upah perempuan lebih rendah dari laki-laki. Sebagai contoh, upah rata-rata per hari bagi pekerja laki-laki yang bekerja dari pagi hingga sore adalah 3 peseta, sementara pekerja perempuan hanya mendapatkan upah setengahnya.
Laki-laki dan perempuan menjalani kehidupan yang benar-benar terpisah. Lingkar sosial perempuan hanya berputar di sekitar kaum perempuan lainnya: anggota keluarga, tetangga, rekan kerja, atau perempuan lain yang mereka temui di pasar. Begitu pun kaum laki-laki juga beraktivitas di dunia yang dominan laki-laki, baik di pabrik, pertemuan serikat pekerja, hingga di bar-bar lokal.[1]
Kebebasan personal perempuan sangat dibatasi. Perempuan lajang tidak dapat berjalan di tempat umum tanpa seorang teman atau pengawal, perempuan juga seringkali dinikahkan dengan sistem perjodohan oleh orang tuanya.
Karena adanya peran tradisional perempuan di Spanyol dan hanya sedikit saja dari mereka yang dapat bekerja di luar rumah, jumlah perempuan yang terlibat dalam serikat maupun organisasi politik menjadi sangat minim. Meskipun CNT[2] secara terbuka mengklaim diri sebagai egalitarian[3], namun dalam prakteknya CNT gagal menarik banyak perempuan untuk bergabung. Hal ini disebabkan karena jarangnya isu-isu perempuan didiskusikan.
Untuk merespon situasi perempuan yang cukup mendesak, dua tahun sebelum terjadinya revolusi 1936, dua kelompok anarkis yang beranggotakan perempuan di Barcelona dan Madrid mulai melakukan pengorganisiran. Sebagai persiapan untuk revolusi, kedua kelompok ini membangun sebuah jaringan aktivis perempuan yang kemudian dinamakan Mujeres Libres(Perempuan Merdeka).
Revolusi
Kudeta militer yang terjadi pada 17 juli 1936 menjadi bumerang bagi kaum militer. Ia justru mempercepat revolusi sosial yang tengah dinanti-nanti. Organisasi-organisasi anarkis telah lama bersiap menghadapi pemberontakan dari pihak militer. Minggu-minggu sebelum terjadinya kudeta, sebagian besar aktivis CNT sudah tidur di sekretariat mereka untuk mempersiapkan diri. Begitu kudeta terjadi, masyarakat turun ke jalanan dan menyerbu gudang-gudang persenjataan milik pemerintah. Pada beberapa hari awal kudeta militer terjadi, sejumlah besar perempuan bahu membahu membangun barikade-barikade. Di tiap pemukiman, perempuan juga mengurus pasokan pangan dan memastikan kebutuhan makanan terpenuhi.
“Hal terpenting yang dilakukan oleh para perempuan – selain aksi heroik yang mereka lakukan bersama laki-laki – adalah memanjat atap bangunan dan dengan pengeras suara dari kertas mereka berteriak kepada para tentara agar melepaskan seragam mereka dan bergabung dengan rakyat.”[4]
Kudeta militer berhasil dilumpuhkan di Barcelona dan di wilayah-wilayah lainnya yang memiliki pengaruh anarkis yang kuat. Dengan segera, milisi-milisi pekerja mengorganisasi diri dan berangkat ke setiap garis depan untuk berjuang melawan fasisme. Para perempuan bertempur bahu membahu bersama laki-laki di garis depan sebagai anggota milisi yang sepenuhnya setara. Namun pada bulan November 1936, pemerintahan republik ‘memiliterisasi’ milisi rakyat dan memerintahkan semua perempuan untuk menyingkir dari garis depan pertempuran.[5]
Para Perempuan Dalam Kolektif
Segera setelah gagalnya kudeta militer, kolektif-kolektif yang berbasis pertanian maupun industri yang dikendalikan oleh kaum anti-fasis bermekaran di seantero Spanyol. Sebagian besar kolektif-kolektif tersebut sangat terpengaruh oleh gagasan serikat pekerja anarkis CNT yang beranggotakan sekitar lima juta orang. Pada bulan-bulan pertama, para aktivis CNT maupun FAI[6] berkunjung ke desa-desa lalu mendorong orang-orang untuk melakukan kolektivisasi. Sebagaimana Soledad Estorach, salah satu aktivis yang terlibat, berkata:
“begitu kami sampai di sebuah desa, kami akan mengunjungi komite darurat desa tersebut dan mengajak seluruh warga desa untuk terlibat dalam sebuah rapat umum. Kami akan menjelaskan surga impian kami dengan sangat antusias… dan kemudian akan ada perdebatan–ala buruh tani–pertanyaan, diskusi, dan sebagainya. Pada hari berikutnya, mereka akan mulai merebut tanah, membentuk kelompok-kelompok kerja untuk menggarap lahan tersebut, dan seterusnya .”[7]
Secara garis besar, kolektif-kolektif ini sangat sukses dan kondisi kehidupan mereka-mereka yang berpartisipasi di dalamnya membaik secara dramatis. Namun di kolektif-kolektif pedesaan ini tidak ada perubahan signifikan dalam hal pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin yang tradisional. Meskipun perempuan lajang sudah bisa bekerja di luar lingkungan rumah, di tempat kerja kolektif atau di ranting-ranting distribusi kooperatif, perempuan yang telah menikah masih dibebani tanggung jawab untuk mengasuh anak. Tugas-tugas domestik secara otomatis masih dibebankan hanya pada perempuan.
Walau ada beberapa kolektif (seperti Monzon dan Miramel) yang memberikan upah setara bagi perempuan dan laki-laki tanpa memandang jenis kerja apa yang mereka lakukan, secara umum kerja-kerja perempuan masih kurang dihargai. Seringkali upah yang diterima oleh perempuan lebih sedikit dari laki-laki. Beberapa kolektif membayarkan upah keluarga, namun upah ini diberikan kepada laki-laki yang kerap dianggap sebagai kepala rumah tangga.
Di daerah perkotaan para perempuan kebanyakan bekerja di industri tekstil. Banyak perempuan melakukan potongan pekerjaan sebagai kerja sampingan di rumahnya. Peran kerja seperti ini dilenyapkan selama revolusi dan kaum perempuan dalam jumlah banyak membanjiri dan bekerja di tempat kerja yang telah dikolektivisasi. Sebagai contoh, di Madrid dan Barcelona kaum perempuan menjalankan sebagian besar sistem transportasi umum. Perpindahan menuju kerja-kerja industri seperti ini secara umum membawa perbaikan waktu kerja dan upah bagi perempuan.
Meskipun begitu, seringkali masih terjadi perbedaan upah yang terus berlanjut antara laki-laki dan perempuan. Sama seperti sekarang, perempuan menjalani peran ganda di luar dan di dalam rumah, sehabis pulang kerja perempuan masih harus mengasuh anak dan mengerjakan pekerjaan rumah. Situasi ini merupakan penyebab susahnya kaum perempuan untuk dapat berpartisipasi di dalam pertemuan serikat. Dengan minimnya partisipasi perempuan di dalam kepemimpinan serikat, isu-isu yang menyangkut kaum perempuan pun seringkali tidak diprioritaskan.
Namun kejadian-kejadian semacam ini tidak terjadi di beberapa wilayah yang memiliki sejarah aktivitas terorganisir oleh perempuan dalam serikat (seperti serikat pekerja tekstil CNT di Terrassa). Di daerah-daerah tersebut, kaum perempuan berhasil membuat serikatnya menerapkan kesetaraan upah dan perempuan yang cuti hamil pun tetap diberikan upah.
Mujeres Libres
Pada masa-masa ini banyak orang menjadi terbuka matanya akan permasalahan yang secara khusus menimpa perempuan. Di bulan September 1936 sebuah organisasi perempuan anarkis dibentuk. Selama dua tahun keberadaannya, jumlah partisipannya mencapai 30.000 perempuan.
Mujeres Libres memiliki dua strategi utama. Yang pertama disebut capacitation yang ditujukan untuk mempersiapkan perempuan agar dapat menyadari potensi mereka dan dapat berpartisipasi secara setara di dalam sebuah masyarakat baru yang sedang dibangun. Strategi kedua adalah captacion – yang berarti penggabungan aktif perempuan ke dalam gerakan anarkis.
Sejak awal, Mujeres Libres melakukan upaya besar untuk dapat melibatkan banyak perempuan dalam kegiatan-kegiatan serikat. Kebanyakan perempuan berhalangan menghadiri pertemuan serikat karena mereka harus mengasuh anak, sehingga salah satu kegiatan pertama Mujeres Libres adalah membangun “penitipan anak nomaden,” yang utamanya diperuntukkan bagi para perempuan yang tertarik melayani sebagai delegasi serikat pekerja.
Pendidikan merupakan bagian penting yang telah dilakukan oleh Mujeres Libres. Secara khusus, mereka ingin mengatasi masalah buta huruf yang menjangkiti seluruh Spanyol pada waktu itu. Mereka membangun Casa de la Dona yang melibatkan 600–800 perempuan per hari pada bulan Desember 1938. Kursus-kursusnya tersedia mulai dari kelas dasar seperti belajar membaca, menulis, matematika hingga kelas profesional seperti belajar ilmu mekanika, pertanian, dan juga kelas-kelas mengenai pengorganisasian serikat pekerja, sosiologi, dan ilmu ekonomi.
Mujeres Libres percaya bahwa pendidikan dan peningkatan kesadaran akan memberdayakan perempuan untuk “membebaskan dirinya dari perbudakan tiga rangkap, yaitu: perbudakan mereka dari ketidaktahuan, perbudakan mereka sebagai pekerja, dan perbudakan mereka sebagai perempuan. Demi mempersiapkan mereka untuk sebuah tatanan sosial baru yang lebih berkeadilan”[8]. Kebebasan dari perbudakan ini akan memampukan perempuan mengambil peran yang lebih aktif dalam revolusi dan kemudian turut memenangkan perang.
Mujeres Libres bekerja sama dengan serikat-serikat pekerja dalam menjalankan berbagai program ketenagakerjaan dan magang demi memfasilitasi masuknya perempuan ke tempat kerja. Selain pelatihan teknis, mereka juga mendorong peserta pelatihan untuk memperjuangkan kesetaraan penuh di tempat kerja.
Untuk menyebarkan pesan mereka, Mujeres Libres memiliki majalah sendiri dan juga menerbitkan banyak artikel di pers libertarian. Anggota-anggota organisasi mengunjungi daerah pedesaan untuk mengadakan tur propaganda. Mereka berbicara dengan kaum perempuan di sana dan juga membantu membangun kolektif-kolektif di pedesaan. Pepita Carpena berbagi pengalamannya ketika berada di sana:
“kami akan mengumpulkan para perempuan bersama-sama dan menjelaskan kepada mereka…bahwa ada sebuah peran yang jelas bagi perempuan, yaitu perempuan tidak boleh melepaskan kemandirian mereka. Perempuan tetap bisa menjadi seorang ibu dan juga seorang partner yang setara di saat yang bersamaan… Seorang perempuan muda menghampiriku dan berkata, “ini sungguh menarik. Apa yang Anda bicarakan, kami belum pernah mendengarnya. Hal-hal tersebut telah kami rasakan namun kami tidak memahaminya”… Ide-ide yang paling menarik perhatian mereka? Pembicaraan mengenai kekuasaan laki-laki atas perempuan… Akan ada kegaduhan ketika Anda mengatakan, “kita tidak bisa membiarkan para pria berpikir bahwa mereka lebih unggul dari perempuan, bahwa mereka berhak untuk mengendalikan perempuan.” Menurut saya, perempuan Spanyol sudah sejak lama menunggu panggilan semacam ini.”[9]
Penting untuk mempertimbangkan konteks Spanyol di tahun 1930-an secara menyeluruh agar dapat sepenuhnya menghargai pencapaian Mujeres Libres selama revolusi sosial. Selain berjuang mengatasi pengkondisian sosial mereka sendiri, mereka juga harus menantang asumsi mengenai peran perempuan tradisional. Banyak artikel yang dimuat di koran-koran dan majalah anarkis berisi keluhan mengenai bagaimana kawan seperjuangan laki-laki, terlepas dari kepercayaan politik mereka, masih berharap menjadi ‘tuan’ di rumahnya dan memiliki pandangan kaku mengenai peran tradisional perempuan dalam masyarakat.
“Kawan-kawan (laki-laki) ini, seradikal apapun mereka di kafe-kafe, di serikat, bahkan di dalam kelompok afinitas, rupanya melepaskan ide-ide mereka yang mendukung pembebasan perempuan seketika mereka berada di rumah”[10]. Dalam konteks publik gerakan libertarian, kaum perempuan seringkali menemukan kenyataan bahwa mereka tidak dianggap serius dan tidak dihormati.
Karena alasan inilah Mujeres Libres selalu menekankan pada otonomi organisasi. Mereka percaya bahwa perempuan membutuhkan sebuah organisasi terpisah yang fokus utamanya adalah masalah-masalah yang menjadi perhatian khusus kaum perempuan. Mereka berpendapat bahwa hanya melalui aksi yang diarahkan secara mandiri oleh para perempuan sendirilah maka perempuan dapat lebih menjadi lebih percaya diri dan berkemampuan, dan, mampu untuk berpartisipasi secara setara dalam gerakan anarkis.
Meskipun begitu Mujeres Libres tidak memisahkan perjuangan emansipasi perempuan dengan perjuangan kelas. Mereka menolak feminisme mainstream yang ambisinya “hanya untuk memberi akses lebih luas pada kaum perempuan golongan kelas tertentu untuk dapat berpartisipasi lebih penuh di dalam sistem privilese.”[11] Mujeres Libres memperlakukan subordinasi perempuan sebagai bagian dari sebuah sistem hirarki yang lebih besar.
Revolusi membawa perubahan-perubahan sosial yang dramatis. Cita-cita, asumsi-asumsi, serta cara berperilaku lama mulai dipertanyakan. Mujeres Libres merupakan organisasi vital yang mengangkat masalah yang tidak akan pernah diangkat oleh organisasi-organisasi kiri lainnya pada saat itu. Revolusi sosial dibuat oleh rakyat, seperti para perempuan di Mujeres Libres, yang mendorong maju perubahan-perubahan radikal di dalam masyarakat yang sangat konservatif.
Nasib Mujeres Libres terikat dengan nasib keseluruhan revolusi sosial. Ketika pemerintahan republik–termasuk di dalamnya kepemimpinan CNT–mengkonsentrasikan diri pada ‘front populer’ melawan fasis Franco, revolusi sosial dan perubahan yang dibawa oleh Mujeres Libres mulai disingkirkan. Tak ada usaha apa pun untuk menghardik kaum ‘anti-fasis’ dari kelas penguasa dan untuk mengantagoniskan ‘demokrasi barat’. Perang yang kemudian terjadi bukanlah untuk membangun Spanyol baru, melainkan untuk melayani para penguasa parlementer yang telah menggantikan penguasa militer. Ketika ini terjadi, revolusi mati, dan perang melawan Franco pun dikalahkan.
[1] ‘Free Women of Spain. Anarchism and the struggle for the emancipation of women’, Martha A. Ackelsberg, hal. 43/44
[2] CNT (Confederación Nacional de Trabajo), serikat buruh anarkosindikalis yang dibangun pada tahun 1911.
[3] Dalam kongres Zaragosa pada bulan Mei 1936, CNT menyatakan bahwa dalam masyarakat anarkis, “kaum yang berbeda jenis kelamin akan dipandang setara, baik dalam hak dan tanggung jawab.”
[4] Soledad Estorach dikutip dalam ‘Free Women of Spain‘, hal. 69
[5] Militerisasi ini ditolak oleh sejumlah kolone milisi rakyat, seperti Kolone Besi (Iron Column) dan Kolone Durruti.
[6] FAI (Federacion Anarquista Iberica) – Federasi dari kelompok-kelompok anarkis dengan keanggotaan yang longgar, dibentuk tahun 1927.
[7] ‘Free Women of Spain‘, hal. 77
[8] Ibid, hal. 118
[9] Ibid, hal. 121
[10] Ibid, hal. 87
[11] Federica Montseny dikutip dalam ‘Free Women of Spain’, hal. 90/91.