Title: Anti Identitas dan Pertahanan Diri
Subtitle: 'rumahku adalah hatiku yang telah hancur'
Author: Okty Budiati
Topics: Nihilism, Poetry
Language: Bahasa Indonesia
Date: 02/02/2021

"Those who plead their cause in the absence of an opponent can invent to their heart's content, can pontificate without taking into account the opposite point of view and keep the best arguments for themselves, for aggressors are always quick to attack those who have no means of defence." (Christine de Pizan) - Lantas bagaimana aku harus memulai semua ini sementara makna terdistorsi dan tertancap tepat di kilau betis Ken Dedes!

Kelahiranku menjadi realita atas kemalangan hidup. Di mana eksistensiku sebagai jalan anarki dalam perjalanan kembali kepada diri sendiri menjadi bentuk kompleksitas dunia tanpa wujud. Aku semacam replika trapezoid. Peleburan Hanacaraka dipenuhi tanda tanya pada ke-tidak-mengertian hidup tentang rapuhnya tebing torso yang kian ringkih. Adakah suara paling nyaring selain kegilaan anak yang mencari Ibunya saat satu-satunya tempat hanyalah omongkosong identitas negara dan kelamin?

"From childhood’s hour I have not been
As others were I have not seen
As others saw I could not bring
My passions from a common spring
From the same source I have not taken
My sorrow I could not awaken
My heart to joy at the same tone
And all I lov’d, I lov’d alone"
(Edgar Allan Poe on ALONE)

Aku masih mempertanyakan tiga hal yang paling menyiksa napasku:

  • Apa itu manusia?

  • Apa itu kebebasan individu?

  • Apa itu penerimaan perang dan cinta?

Realitanya, aku harus terus berjuang menerima diriku sebagai mahluk yang memiliki ' attachment feeling disorder ' dan menjalani terapi ' brainspotting ' yang demikian menguras energi. Labirin ini seakan mematenkan diriku sebagai manusia terkutuk di mana manusia dengan mata merah serta kata-katanya telah membunuhku bertubi-tubi sebagai pesta kemenangan mereka. Anarkis individualis kembali harus berdiri dengan akbarnya kekalahan, bahkan di dalam lingkar anarkis.

Aku terasing dari kenangan masa kecil. Aku tersingkir dari kenangan keluarga. Aku termanipulasi dari kenangan rumah tangga. Ini dunia macam apa?! Belum cukupkah kultus penebusan atas kebiadaban dosa masa lalu para aristrokrasia? Manakala kesedihan duka ini sebagai jalanku menuju pulang.

Pada suatu masa, puluhan tahun lalu, antara aku dan Batubulan, Max Stirner mewarnai hidupku sewujud pelangi baru: " I only have been the unhuman, am it now no longer, but am the unique, yes, to your loathing, the egoistic; yet not the egoistic as it lets itself be measured by the human, humane, and unselfish, but the egoistic as the unique. " Aku kembali teringat kepada Blavatsky; " It is an occult law moreover, that no man can rise superior to his individual failings without lifting, be it ever so little, the whole body of which he is an integral part. In the same way no one can sin, nor suffer the effects of sin, alone. In reality, there is no such thing as separateness and the nearest approach to that selfish state which the laws of life permit is in the intent or motive. "



Sehabis gantung diri di akhir tahun dalam percintaan yang luluh, aku sekosong dunia awal antara Kebyar Duduk dan Bedhaya Ketawang. Psikosomatis dalam kehancuran balerina tercipta untuk gelap pedih. Aku terjatuh, hancur dan terjepit - " in space no one can hear you scream; and in a black hole, no one can see you disappear ." (Stephen Hawking)

"Aku merindukan tari dan puisi....."