Panopticon Book
Mengapa Negara Tidak Bisa Menghapus Rasisme
Kapitalisme bukanlah negasi total dari feodalisme, melainkan fase sejarah yang merasionalisasi dan memperluas segala modus operasi yang telah eksis sebelumnya.
Akar dari rasisme adalah konstruksi ide. Misalnya, satu hasil penelitian psikologi rasisme di Afrika Selatan menunjukkan bahwa pembentukan ide yang manyatakan orang kulit putih memiliki kedudukan yang istimewa mengantarkan pada hegemoni politik sejak masa poskolonialisme pada tahun 1900-an di negara tersebut.
Mengapa ide? Sebab ide dan kepercayaan yang salah membentuk prasangka buruk; prasangka buruk kemudian menghasilkan perilaku negatif yaitu diskriminasi. Diskriminasi adalah produk intelektual manusia yang berakar dari kesalahan berpikir. Prasangka kemudian membentuk homogenisasi informasi dalam penalaran manusia yang disebut stereotip.
Jadi, secara psikologis, tindakan diskriminatif adalah hasil dari stereotip yang sudah terbentuk sejak lama, sejak kita kecil dan kemudian melekat secara alamiah di bawah otak tidak sadarnya. Maka seseorang bisa saja menjadi rasis karena dipengaruhi oleh pola pembentukan karakter sejak ia lahir, norma sosial di masyarakat, dan sistem politik, ekonomi dan budaya sebuah negara yang cenderung rasis.
Lalu, Bagaimana asal usul rasisme dan apakah negara bisa menghapus rasisme?
Rasisme dapat kita lihat asal-usulnya dari sebuah buku berjudul “Black Marxism: The Making Of The Black Radical Tradition" yang ditulis oleh seorang pemikir Marxian berketurunan Afro-Amerika. Dalam buku ini, Robinson secara detail menganalisis keterkaitan antara kapitalisme dan praktik rasialis. Tesis tersebut berangkat dari epos sejarah kolonialisme yang menimpa benua non-eropa. Menurutnya praktik rasialisasi dapat di lihat asal-usulnya sejak fase feodalisme, tepatnya ketika munculnya perdagangan budak atlantik pada akhir abad ke-16 yang dipimpin oleh Iberia, anggota dari banyak negara Eropa yang menyasar daratan di benua afrika untuk mendapatkan keuntungan langsung dengan merampok dan menyita komoditas perdagangan termasuk manusia. Kepemimpinan itu kemudian memunculkan mitos bahwa orang-orang Iberia adalah satu-satunya pemimpin eksplorasi (ras unggul). Sementara orang afrika (kulit hitam) yang diperdagangkan sebagai budak dipandang sebagai ras paling rendah.
Pada pertengahan abad ke-17, perbudakan telah menguat sebagai kasta rasial, dengan budak Afrika dan keturunan masa depannya secara resmi menjadi milik pemiliknya, karena anak-anak yang lahir dari ibu budak adalah budak (partus sequiter ventrem). Sebagai properti, orang dianggap sebagai barang dagangan atau unit kerja, dan dijual di pasar bersama barang dan jasa lain.
Berangkat dari sejarah singkat di atas, menurut Robinson, semua kapitalisme pada dasarnya adalah kapitalisme rasial dan rasialisme hadir di semua lapisan stratifikasi sosial ekonomi kapitalisme. Jadi kapitalisme rasial menurut Robinson, berasal dari kecenderungan peradaban eropa – bukan untuk menghomogenisasi (kelompok masyarakat) tetapi membedakan – diferensiasi yang mengarah pada eksploitasi, pengambilalihan, dan ekspatriasi.
Kapitalisme sebgai sistem ekonomi yang bertumpu pada akumulasi modal, sehingga kapital hanya dapat mengakumulasi dirinya dengan memproduksi dan bergerak melalui hubungan ketimpangan yang parah diantara kelompok-kelompok manusia. Oleh karena itu, agar kapitalisme dapat bertahan, ia harus mengeksploitasi dan memangsa diferensia nilai manusia yang tridak setara.
Alih-alih menganggap kapitalisme sebagai revolusioner dan membebaskan umat manusia,justru sebaliknya kapitalisme tidak membebaskan mereka yang berada dalam posisi rasial yang menindas, juga tidak menolak prinsip-prionsip feodal, sebaliknya kapitalisme melhirkan tatanan dunia baru, yang memperpanjang kesalahan etika feodalisme dan salah satu yang berkembang dan menjadi terkait dengan berbagai bentuk penindasan rasial adalah perbudakan , kekerasan, imperialisme, dan genosida.
Kapitalisme bukanlah negasi total dari feodalisme, melainkan fase sejarah yang merasionalisasi dan memperluas segala modus operasi yang telah eksis sebelumnya. Melalui kolonialisme yang membentuk konfigurasi kelas, ras, gender, ilmu pengetahuan dan agama telah membentuk corak kesadaran yang ada di masyarakat. Kesadran tersebut mengutib Balibar, direproduksi bersamaan dengan subjek warganegara melalui institusi sosial demi mempertahankan status quo negara bangsa yang lahir dari rahim kolonialisme. Imajinasi nasionalisme yang menjadi fondasi negara-bangsa modern dibangun lewat pola serupa yang dilakukan oleh kolonialisme. Negara bangsa bertopang pada representasi biner antara warga negara dan yang lian antara mereka yang termasuk dalam komunitas nasional dan yang tidak. Itulah mengapa negara tidak bisa menghapus rasisme. Sebab negara adalah rahim dari kolonialisme yang merupakan ibu dari rasisme.