Bagi para anarkis, pertanyaan bagaimana caranya beraksi dan bagaimana caranya untuk mengorganisir adalah sesuatu yang terhubung secara intim. Dan kedua pertanyaan ini, bukanlah pertanyaan tentang format yang paling diinginkan dalam masyarakat masa depan, yang menyediakan bagi kita metode paling berguna untuk memahami bervariasinya format anarkisme yang ada. Anarkisme-insureksioner adalah salah satu format, walaupun adalah hal yang penting untuk menegaskan bahwa para anarkis-insureksioner tidak membentuk satu format blok persatuan, tapi secara ekstrim membuka berbagai varian dalam perspektif-perspektif mereka. Anarkisme-insureksioner bukanlah sebuah solusi ideologis bagi masalah-masalah sosial, sebuah komoditi ideologis dan opini-opini pada pasar kapitalis, tapi sebuah praktek yang terus berlangsung yang bertujuan membawa garis akhir bagi dominasi negara dan keberlanjutan kapitalisme, yang mewajibkan analisa dan diskusi untuk terus maju. Secara historis, kebanyakan para anarkis, kecuali mereka yang percaya bahwa masyarakat akan berkembang menuju satu titik yang akan melenyapkan negara, mempunyai kepercayaan bahwa beberapa jenis dari aktifitas insureksioner memerlukan usaha radikal untuk mentransformasikan masyarakat. Sederhananya, hal ini berarti bahwa eksistensi negara harus dihancurkan oleh mereka yang tereksploitasi dan terbuang, makanya para anarkis harus menyerang: menunggu negara melenyap adalah kekalahan.

Aku akan mengeja beberapa implikasi di mana beberapa anarkis-insureksioner telah menggambarkan masalah general ini: jika negara tidak akan melenyap dengan sendirinya, lalu bagaimana kita akan mengakhiri eksistensinya? Anarkisme-insureksioner terutama adalah praktek, dan memfokuskan pada organisasi yang menyerang (para anarkis-insureksioner tidaklah melawan organisasi, tapi bentuk kritis dari organisasi yang bisa menghalangi aksi-aksi yang menyerang negara dan modal). Makanya, kata sifat “insureksioner” tidak mengindikasikan sebuah model spesifik tentang masa depan. Para anarkis yang percaya kita harus melewati sebuah periode insureksioner untuk mengeliminir dunia yang terinstitusikan lewat dominasi dan eksploitasi. Lebih dari itu, para anarkis-insureksioner membawa posisi yang bervariasi pada bayangan dari masyarakat masa depan—mereka bisa saja anarko-komunis, para individu atau bahkan para primitifis, sebagai contohnya. Banyak penolakan terhadap bentuk yang spesifik, model tunggal dan satu-satunya dari masyarakat masa depan yang mempercayai bahwa orang-orang akan memilih sebuah variasi dari bentuk sosial untuk mengorganisasikan diri mereka sendiri ketika mendapat kesempatan. Mereka adalah grup-grup kritis atau tendensi-tendensi yang percaya bahwa mereka adalah “pemikul kebenaran” dan berusaha membebankan ideologi mereka dan solusi formal ke masalah organisasi sosial. Sebagai gantinya, banyak dari para anarkis-insureksioner percaya bahwa melalui perjuangan swaorganisasi maka orang-orang akan belajar untuk hidup tanpa institusi dominasi.

Sementara para anarkis-insureksioner sedang aktif dalam banyak bagian dunia pada saat ini, poin dari artikel ini secara langsung terpengaruh oleh berbagai aktifitas dan tulisan-tulisan yang tersebar di Italia dan Yunani, yang juga merupakan wilayah di mana para anarkis-insureksionernya paling aktif. Saat ini, scene anarkis-insureksioner Italia bervariasi secara ekstrim, yang berpusat di sejumlah pendudukan tempat-tempat dan publikasi-publikasi, mereka ada sebagai sebuah jaringan informal yang menjaga perjuangan mereka di luar dari semua organisasi formal. Tendensi ini diambil berdasarkan pada label “anarkis-insureksioner” untuk membedakan diri mereka sendiri dari Federasi Anarkis Italia, sebuah organisasi platformis yang secara resmi menolak aksi-aksi individual yang revolusioner, satu-satunya hal yang disukainya hanya aksi massa dan sebuah praktek pendidikan yang berpusat di sekitar propaganda tentang “periode non-revolusioner”, dan juga untuk membedakan dari Municipalis Libertarian Italia yang membawa pendekatan reformis secara besar-besaran pada aktifitas “anarkis” mereka.

Para anarkis-insureksioner bukanlah para determinis sejarah; itulah mereka, mereka tidak melihat sejarah sebagai pengikut satu bentuk bagian, sebagai sesuatu yang membuat kita butuh bergerak di dalam nadanya. Kebalikannya, sejarah adalah sebuah kitab yang terbuka, dan segala bagian yang diambilnya tergantung akan aksi-aksi yang kita lakukan. Pada titik ini, sebuah aksi yang baik tidak akan terjadi di dalam konteks, tapi menuju konteks. Untuk menghancurkan masa kini maka kita harus beraksi melawan konteks, dan tidak menunggu sejarah mendeterminisikan kapan waktunya untuk beraksi, karena hal itu takkan pernah hadir. Aksi bukanlah sesuatu yang tumbuh di luar konteks, hal itu terjadi menuju konteks dan secara kompleks merubah konteks itu sendiri, membalikkan ketidakmungkinan dari sebuah momen menjadi sesuatu yang mungkin dilakukan berikutnya. Inilah jantung dari peristiwa insureksioner. Sebagai peristiwa insureksioner yang mentransformasikan konteks kemungkinan, hal itu juga berarti mentransformasikan manusia dan relasi manusia.

Sebelumnya, bagi sebuah peristiwa insureksioner yang berlangsung, yang membuka sebuah jeda dengan masa kini, kita perlu untuk memperhatikan pertanyaan tentang organisasi. Para anarkis harus melakukan apa yang mereka mampu lakukan untuk membuka dan membangun potensi-potensi insureksi. Format pasti dari sebuah organisasi, bagaimanapun, meredam potensi kita untuk benar-benar beraksi melawan masa kini dan bagi sebuah masa depan yang baru, untuk bergerak maju merengkuh insureksi dan secara permanen memutuskan hubungan dengan negara dan modal. Organisasi-organisasi permanen, organisasi-organisasi yang berupaya untuk mensintesiskan perjuangan-perjuangan ke dalam sebuah perjuangan tunggal, organisasi yang dipersatukan, dan atau organisasi-organisasi yang berupaya untuk memediasi perjuangan adalah bentuk-bentuk dari organisasi yang bertendensi untuk menutup potensi dari insureksi. Alur organisasi ini lebih memformalkan diri dan membuat kaku hubungan dari perlawanan yang langkah-langkahnya juga membatasi percampuran yang fleksibel dari kekuatan untuk aksi kita. Kekuatan aktif kita, kekuatan kita untuk berkreasi dan mentransformasikan, adalah satu-satunya senjata kita, dan batasan-batasan akan kekuatan di dalam pergerakan dari orang-orang yang terhisap dan terbuang adalah kelemahan kita yang paling besar. Hal ini bukan berarti kita harus bergaya tak-teroganisir (sebuah ketidakmungkinan—kita selalu punya beberapa level dari organisasi tak peduli seberapa pun informalnya); dalam kenyataannya, hal itu memposisikan pertanyaan paling mendasar tentang organisasi: bagaimana caranya kita mengkombinasikannya dalam sebuah jalan yang mempromosikan kekuatan aktif kita?


  1. Menolak organisasi-organisasi permanen: organisasi-organisasi permanen bertujuan untuk melogikakan diri mereka sendiri—sebuah logika yang berlimpah-ruah dari insureksi. Orang hanya butuh melihat pada beroperasinya otoritas, kelompok-kelompok Leninis atau kelompok Kiri, aktifis organisasi harus melihat ini saat bekerja. Biasanya hal ini segalanya tentang membangun kelompok, rekruitmen di atas segalanya—hal permanen yang menjadi keberhasilan primer. Kekuasaan terpisah dari mereka yang aktif dalam perjuangan dan menjadi terinstitusionalisasikan dalam organisasi. Organiser menjadi terpisah dari yang diorganisir, dan bertujuan untuk membawa peran dari pendisiplinan dan berbicara untuk perjuangan.

  2. Melawan mediasi dengan kekuasaan: sebagaimana organisasi menjadi lebih permanen dan khawatir akan perekrutan, mereka sering mulai khawatir akan image mereka, dan berupaya membatasi aksi-aksi dengan yang lainnya di dalam perjuangan yang mungkin akan memberi nama buruk pada pergerakan. Semakin banyak mereka menginstitusionalkan kekuasaan mereka di dalam organisasi, semakin banyak mereka bertujuan untuk membatasi aksi konfrontasi langsung dan lebih mendorong untuk berdialog dan melakukan proses mediasi. Naifnya, mereka datang menginginkan perlengkapan kekuasaan dari massa dalam pesanan untuk mendapatkan sebuah kursi dalam meja kekuasaan. Proses ini dengan berat bekerja dalam pergerakan anti-globalisasi; organisasi-organisasi yang lebih besar kian berupaya untuk memediasi dengan kekuasaan. Hal ini juga merupakan peran dari persatuan-persatuan yang terjadi di masyarakat. Bagi para anarkis, tentu saja, mereka ada untuk melawan kapitalisme dan negara secara keseluruhan, tak akan terdapat dialog dengan institusi kekuasaan. Kesediaan mereka dalam kekuasaan untuk menginisiasikan sebuah dialog mungkin sebuah tanda dari kelemahan mereka, tapi hal itu juga bermula dari kekalahan kita ketika kita membatasi kekuatan aktif kita untuk mengajak mereka bergabung dalam diskusi.

  3. Formalitas dan informalitas: organisasi formal memisahkan orang-orang ke dalam peran formal dari organiser dan yang diorganisir. Peran dari organiser dan yang diorganisir, tentu saja, cermin mendasar peran sosial yang dibutuhkan untuk mengoperasikan masyarakat di mana kita sebagai anarkis berusaha untuk mengatasinya. Selain itu, organisasi formal bertujuan untuk memisahkan keputusan dari momen dan situasi bertindak itu sendiri, memisahkan keputusan dan eksekusinya, dan makanya membatasi otonomi dari aksi. Kedua tujuan itu membuat kaku relasi sosial yang sebenarnya vital bagi mereka dalam “pergerakan”, mengganti perjuangan dari sosial yang alamiah ke sesuatu yang politis. Para anarkis-insureksioner bertujuan mempromosikan organisasi informal karena mereka menyadari bahwa kita, sebagai anarkis, adalah bagian dari perjuangan mereka, dan tidak berdiri di luar dan di atas orang-orang yang terhisap dan terbuang—tapi secara politis mengorganisir mereka.

  4. Organisasi tumbuh dari perjuangan, perjuangan tidak tumbuh dari organisasi: kebanyakan organisasi formal pertama kali berupaya membangun organisasi kemudian mengorganisasikan perjuangan atau “pergerakan”. Para anarkis-insureksioner melihat ini sebagai hal yang kuno. Organisasi informal, berdasarkan grup-grup afiniti, tumbuh dari perjuangan. Grup-grup afiniti hadir untuk membangun jaringan dalam perjuangan dan kemudian mengkoordinasikan aksi-aksi dengan lebih sering; tapi, level dari organisasi tergantung pada level dari perjuangan, bukan mengikuti tuntutan dari organisasi formal.

  5. Solidaritas dan aksi otonom: para anarkis-insureksioner menyadari bahwa aksi-aksi individual dan grup-grup afiniti adalah sesuatu yang otonom, di mana tak ada organisasi yang mengharuskan berada dalam sebuah posisi untuk mendisiplinkan aksi-aksi dari yang lainnya. Tapi aksi otonom dapat menjadi kuat ketika kita beraksi dalam solidaritas revolusioner dengan yang lainnya dalam perjuangan. Solidaritas revolusioner adalah sesuatu yang aktif dan berkonflik langsung dengan struktur-struktur dominasi; hal itu adalah aksi langsung yang mengkomunikasikan sebuah hubungan di antara satu perjuangan dengan perjuangan lainnya.

  6. Perjuangan harus dikembangkan, baik di dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Strategi - strategi yang jelas diperlukan untuk mengafirmasi metode-metode yang berbeda yang akan digunakan dalam koordinasi dan jalan yang penuh rasa.

  7. Aksi otonom: perjuangan swakelola berarti bahwa perjuangan-perjuangan tersebut adalah otonom dalam keputusan dan aksinya, ini adalah kebalikan dari organisasi yang mensintesiskan di mana selalu berupaya untuk mengambil kontrol dari perjuangan. Perjuangan yang tersintesiskan di dalam sebuah kontrol tunggal organisasi sangat mudah terintegrasi ke dalam sturktur kekuasaan hari ini. Perjuangan swaorganisasi yang natural tak terkendali ketika mereka disebarkan melintasi segala penjuru tanah.