Ian Campbell
Ricardo Flores Magón dan Zapatista
Neo-Zapatista membawa semangat pemberontakan ke Tahun Baru 1994. Pemerintah Meksiko terlalu yakin mereka telah musnah bertahun-tahun sebelumnya. Partai Revolusi Institusional (Partido Revolucionario Institucional / PRI) seharusnya menjadi pemenuhan semua energi revolusioner yang tersisa dari perjuangan tahun 1910-an. Namun, ketika para politikus PRI merayakan Tahun Baru secara spektakuler, pasukan yang sebagian besar adalah buruh tani suku Maya menyerbu San Cristobal de Las Casas dan kota-kota lain di Meksiko Selatan dengan senjata di tangan mereka. Media massa terkejut dan bergegas meliput peristiwa tersebut. Mereka bertindak seolah-olah Zapatista adalah sesuatu yang baru dan bukan bagian dari tradisi lama para pemberontak dari kalangan orang adat anti-kapitalis. Neo-Zapatista menarik inspirasi dari budaya tradisional dan tokoh-tokoh sejarah mereka, seperti Emiliano Zapata dan Flores Magón bersaudara yang anarkis. Bertahun-tahun sejak pemberontakan Neo-Zapatista pada tahun 1994, komunitas otonom di Chiapas, Meksiko, telah membangun sebuah masyarakat yang menandai terwujudnya impian Ricardo Flores Magón pada tahun 1911. Mereka menolak pemilihan suara dan negara sebagai kendaraan praktik revolusioner. Mereka mengambil alih properti pribadi dan menggunakannya untuk kebutuhan bersama, serta membangun komunitas dengan pemerintahan mandiri di mana otoritas tertinggi berada di tangan masyarakat itu sendiri.
Ketika sekelompok kecil gerilyawan dari Kota Meksiko bersembunyi di pegunungan, interaksi yang erat dengan adat masyarakat Maya mengubah pandangan kepeloporan mereka tentang revolusi sosial. Mereka terpaksa mengembangkan kritik terhadap kekuasaan negara, yang telah disuarakan sebelumnya oleh anarkis seperti Ricardo Flores Magón. Kader pendiri organisasi yang kelak akan menjadi Ejército Zapatista de Liberación Nacional (EZLN) tiba di Hutan Lacandon pada tahun 1982. Politik mereka berakar dalam tradisi Marxis-Leninis, dan sebagai sebuah gerakan gerilya, mereka memiliki tujuan utama yakni “menggulingkan rezim dan pengambilan kekuasaan oleh rakyat”[1]. Subcomandante Marcos, juru bicara terkenal EZLN –atau yang disebut juga Zapatista–, mengatakan bahwa proposal awal mereka “benar-benar otoriter dan tidak demokratis”[2]. Posisi ini bertentangan dengan tradisi adat di daerah tersebut, di mana pertahanan, kehidupan, dan pemerintahan bersifat kolektif. Banyak anggota komunitas adat bergabung ke EZLN hingga akhirnya bentuk-bentuk pengambilan keputusan secara adat pun dimenangkan[3]. Walau Zapatista dengan cepat melepaskan gagasan bahwa diri mereka adalah pelopor revolusi, mereka tetap membawa kerinduan akan kekuasaan negara di masa-masa awal pemberontakan bersenjata mereka[4]. Ketika perjalanan ke Kota Meksiko semakin berat dan tidak layak lagi dilanjutkan dari segi kemiliteran, sekali lagi Zapatista harus merespon kebutuhan praktis.
Penundaan rencana sementara ini tampaknya berubah menjadi ketidakpercayaan ideologis terhadap negara. Marcos merefleksikan perubahan posisi Zapatista yang dilakukan secara otokritik ini di dalam sebuah acara publik pada Agustus 1994. Ia mengumumkan prinsip mereka sebagai “tawaran, bukan pemaksaan” dan mengklarifikasi bahwa “kami tidak mau, dan juga tidak mampu, untuk menduduki tempat yang beberapa pihak harapkan kami untuk duduki”[5]. Pernyataan Marcos mengisyaratkan penerimaan bahwa pemerintahan Zapatista atas Kota Meksiko tidak layak dilakukan atau tidak diinginkan. Pandangan ini diperkuat 16 bulan kemudian di Deklarasi Keempat Hutan Lacandon, ketika Zapatista mengumumkan diri mereka sebagai “kekuatan politik yang berjuang melawan sistem Partai-Negara… yang tidak bertarung untuk merebut kekuasaan politik”[6]. Penolakan atas perebutan kekuasaan negara tersebut merupakan perubahan signifikan dari dogma Marxis-Leninis yang dibawa Marcos dan kawan-kawannya ke hutan.
Hampir seabad sebelum Zapatista memberontak di Chiapas, Ricardo Flores Magón menyatakan dirinya sebagai seorang anarkis, musuh bagi semua relasi kuasa yang hierarkis. Zapatista menolak semua label tradisional ideologi: marxis, anarkis, komunis dan sejenisnya[7]. Dalam banyak hal, mereka telah mensintesiskan elemen-elemen dari banyak ideologi berhaluan kiri dengan kepercayaan Maya yang dipegang secara tradisional. Namun, pilihan mereka untuk menerapkan relasi antar warga yang desentralis dan horizontal menjadikan mereka sungguh-sungguh berada dalam warisan Magón dan Partai Liberal Meksiko.
Magón dan kaum anarkis memperjelas dalam koran mereka, Regeneración, dan juga dalam manifesto 1911 mereka, bahwa kekuasaan merusak semua orang yang memegangnya, tak peduli seberapa “baik” niat mereka. Menempatkan seseorang dalam posisi berkuasa adalah usaha yang sia-sia[8]. Dalam semangat ini, Neo-Zapatista berharap untuk membangun Meksiko “dengan mereka-mereka yang tidak membangun tangga agar dapat memanjat di atas orang lain, melainkan melihat ke kanan kiri untuk menemukan yang lain dan menjadikannya saudara saudari mereka”[9]. Kaum anarkis di Partai Liberal Meksiko “yakin bahwa kebebasan politik saja tidak akan menguntungkan orang miskin dan hanya menguntungkan para pemburu kekuasaan”. Mereka mengecam semua pihak yang berusaha memenangkan kekuasaan politik dengan pemilihan suara[10].
Magón memiliki kecenderungan aksi langsung, yang seringkali dibuktikan dengan serangan milisi di kota-kota perbatasan dan pengambilalihan alat produksi selama pemogokan. Ada kemungkinan ia akan menganggap aksi Zapatista yang menghancurkan tempat pemungutan suara selama pemilihan Kongres “palsu” tahun 1997 sebagai sebuah perkembangan yang bagus[11]. Ia tumbuh dengan membenci siapapun yang berusaha memerintah, entah dengan menyatakan diri revolusioner atau tidak. Partai Liberal telah bergeser dari partai reformis menjadi organisasi revolusioner menjelang akhir masa pemerintahan Porfirio Diaz. Namun Magón kecewa dengan Franscisco Madero yang mempertahankan semua mekanisme negara ala Porfirio[12]. Hal yang paling memalukan adalah ketika tentara Meksiko yang dipimpin oleh Madero menghancurkan pemberontakan anarkis Baja California pada tahun 1911[13]. Magon menyatakan perang melawan semua gubernur masa depan. Baginya ada dua pilihan: “penindasan baru” atau “pengambilalihan yang membebaskan hidup” dari semua pihak yang mencari kekuasaan pemerintah[14]. Zapatista, seperti halnya Flores Magón, tahu bahwa kebebasan bukanlah kemampuan untuk “mengganti tuan setiap enam tahun” melainkan “perluasan (partisipasi) ke semua bidang kehidupan”, dengan kata lain, otonomi total[15]. Baik Partai Liberal Meksiko dan EZLN menjadi kecewa pada kekuasaan negara melalui pengalaman dan otokritik. Begitulah mereka pada akhirnya mencari bentuk-bentuk baru organisasi yang memberdayakan. Orang-orang yang sebelumnya hanya dipengaruhi oleh keputusan-keputusan sekarang menjadi orang-orang yang membuat keputusan.
Di jantung Ricardo Flores Magón dan Zapatista, ada analisis dunia yang sangat kontras di mana mereka terlibat di dalamnya, yaitu kritik abolisionis terhadap kapitalisme dan sebuah resep pengambilalihan untuk menyembuhkannya. Keduanya mengacu pada evaluasi Marxis atas kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mengadu dua kelas yang benar-benar bertentangan[16]. Mereka melihat kenyataan perang kelas ini dalam kehidupan sehari-hari ketika tuan tanah atau pemilik perusahaan cenderung mengklaim lebih banyak ruang komunal untuk menjadi miliknya pribadi, mengusir petani, dan membuat petani terpaksa menjual tenaga kerjanya untuk upah[17]. Pada akhirnya, Magón dan Zapatista melihat tujuan akhir mereka sebagai sebuah dunia di mana pepatah “Segalanya untuk Semua Orang” dipraktikkan[18].
Perbedaan utama antara Zapatista dan Magónista adalah pada kecepatan penghancuran masyarakat lama dan pembangunan masyarakat baru. Ricardo Flores Magón sendiri adalah orang asli. Ia tumbuh besar berpindah-pindah dari ejido ke ejido (lahan pertanian komunal –penj.). Enrique, saudara Ricardo, menceritakan bagaimana tanah di sekitar mereka adalah milik bersama dan digarap bersama-sama[19]. Ia menjelaskan di hadapan juri pengadilan Los Angeles bahwa ia dan saudaranya adalah “anarkis komunis” karena mereka “orang Indian, proletariat, …saksi mata ketidakadilan besar-besaran”[20]. Ricardo menyimpan kenangan indah akan masa hidupnya di komunitas-komunitas adat yang memiliki dan menggarap lahan secara komunal. Lahan-lahan tersebut tidak diatur oleh otoritas melainkan dikerjakan dengan dukungan timbal balik antar penggarapnya[21]. Dia menyesalkan sistem kapitalis, di mana “setiap orang harus bersaing demi mendapat sepotong roti di mulutnya”. Sebuah sistem yang “merampas kekayaan alam” dari mereka “untuk kepentingan para tuan tanah”[22]. Bagi Ricardo, manifesto Partai Liberal Meksiko tahun 1911 adalah “panduan moral” yang diadopsi oleh penduduk asli dan kaum proletar lainnya[23]. Bahkan jauh ke belakang pada Manifesto 1906, sebuah rencana Partai Liberal yang jauh lebih reformis, ia “menyerukan pengembalian tanah kepada suku Yaqui di Sonora dan kepada suku Maya di semenanjung Yukatan”[24].
Sebagai seorang anarkis, Ricardo menolak gagasan bahwa pemerintah atau pihak lain seharusnya mengambilalihkan tanah bagi orang-orang Maya[25]. Sebaliknya, ia mendesak orang Maya untuk merebut tanah itu sendiri dari para pemilik tanah, dan ia bersorak atas kejadian ini selama Revolusi Meksiko, di mana “proletariat telah mengambil alih tanah tanpa menunggu sikap kebapakan pemerintah”[26]. Tentu saja, ini persis seperti apa yang akan dilakukan orang-orang Maya pada tahun 1994 dengan membawa bendera EZLN.
Bahkan sebelum pemberontakan, orang-orang Maya yang tinggal di hutan Lacandon sudah melakukan pengambilalihan skala kecil. Selama sepuluh tahun persiapan militer dan sosial menjelang pemberontakan, buruh tani tanpa senjata merampas tanah yang tidak ditempati para tuan tanah[27]. Mereka membangun rumah di atas tanah tersebut dan mengerjakan lahannya bersama-sama. Untuk ini, mereka harus menghadapi hukuman brutal, dan seringkali menimpa seluruh kolektif[28]. Bangsa Maya telah mendapat tanah paling berbatu dan paling buruk dalam beberapa dasawarsa setelah Revolusi Meksiko[29]. Tanah terbaik dimiliki oleh para tuan tanah kaya yang menjalankan operasi nyaris feodal dengan kondisi kerja yang tidak lebih baik daripada sebelum Revolusi[30].
Di bawah ketentuan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement / NAFTA), yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1994, pasal yang melindungi kepemilikan tanah secara komunal tradisional –atau disebut juga ejido– dihilangkan. Kepemilikan kecil yang dimiliki bangsa Maya ini lalu dibuka untuk eksploitasi korporat yang potensial[31]. Ada alasan mengapa EZLN memilih tanggal yang sama untuk bangkit. Tugas pertama mereka adalah pengambilalihan tanah yang diprivatisasi. Di antara tanah yang direbut paksa oleh Zapatista dan tanah yang ditinggalkan pemiliknya yang kabur, “sekitar 340 pertanian swasta seluas 50.000 hektar” diambil alih dalam kurun waktu enam bulan pertama pada tahun 1994[32]. EZLN, tidak pernah menghindar dari otokritik, mengakui bahwa pengelolaan secara kolektif tanah-tanah yang diambil alih tersebut berjalan lamban. Walaupun demikian, “permasalahan tanah” secara signifikan membaik di tahun-tahun setelahnya.[33]
Bahkan Zapatista segera berhenti dari tuntutan radikal Flores Magón yang menginginkan redistribusi semua sarana kehidupan melalui pengambilalihan yang seksama. Flores Magón akan menyambut hangat pemberontakan di Chiapas tetapi ia juga akan mengkritik mereka karena tidak melangkah cukup jauh[34]. Ia menyerukan agar “semua industri… toko… dan rumah” diambil alih oleh mereka-mereka yang bekerja atau tinggal di dalamnya[35]. Selama alat produksi, distribusi, atau pertukaran tetap berada di tangan bos, orang banyak tetap akan dieksploitasi. Walaupun Zapatista tidak sepenuhnya menghapus relasi kapitalis di teritorinya, mereka memfasilitasi keberlangsungan pertumbuhan tempat-tempat kerja kooperatif dan lahan-lahan yang digarap secara kolektif.
Sejak kapal Spanyol pertama kali berlabuh di “Dunia Baru” ini, masyarakat adat dihadapkan pada eksploitasi dari berbagai arah. Masyarakat adat tidak punya banyak pilihan selain membangun budaya kerja sama, “satu-satunya cara bertahan hidup, berlawan, bermartabat, dan membangkang”. Hal ini sangat kontras dengan “ajaran kapitalis bahwa ‘nasib banyak orang ditentukan oleh segelintir orang”[36].
Kerja kolektif adalah sebuah praktik kuno yang kuat di Chiapas, bahkan sebelum pemberontakan. Ricardo Flores Magón mencatatnya dalam beberapa tulisan[37]. Selama periode klandestin sepuluh tahun sebelum pemberontakan, “kami menggabungkan kerja dalam menanam jagung dan kacang, merawat ayam dan domba”, “segala sesuatu dilakukan dalam kolektif-kolektif kerja, nyaris seperti sosialisme”[38]. Setelah pemberontakan, banyak compañeros “pergi ke tanah yang telah diambil alih…secara kolektif untuk bekerja dan menanam”[39]. Kolektif-kolektif ini sebagian besar dibentuk melalui pengorganisasian diri karena kebutuhan, bukan atas perintah otoritas mana pun[40].
Kerja-kerja kolektif di wilayah Zapatista bukanlah permintaan dari pihak lain. Ia muncul dari kebersamaan “lahir di dalam komunitas, dari orang-orang yang hidup di bawah bayangan satu sama lain …sebuah bentuk intrinsik dari harmoni komunitas”[41]. Menariknya, sebagian dari hasil kerja pertanian kolektif dimasukkan ke dalam dana komunal untuk membiayai transportasi anggota komunitas yang perlu meninggalkan desa, membeli benih, dan menutupi kebutuhan para penggerak pendidikan (guru) dan penggerak kesehatan (dokter)[42].
Sepertinya Ricardo Flores Magón tidak mampu memprediksi bagaimana neoliberalisasi modal benar-benar telah membuat dunia, bahkan komunitas pemberontak, ketergantungan pada pasar. Zapatista belum mampu melenyapkan uang, mereka juga belum mampu sepenuhnya mengisolasi diri dari ekonomi kapitalis. Secara internal, banyak dari kerja mereka terstruktur secara non-hierarkis, dengan para pekerja sendiri yang membuat keputusan mengenai apa-apa saja yang mesti diproduksi, bagaimana pekerja dibayar, dan sejenisnya. Walaupun demikian, neoliberalisme telah menghancurkan kemampuan sebagian besar rakyat, termasuk koperasi-koperasi Zapatista, untuk bertahan hidup secara mandiri. Ideologi neoliberal melakukannya dengan cara memberi insentif pada penghancuran dan / atau privatisasi sumber daya, serta memaksa daerah-daerah ikut serta dalam ekonomi yang ketergantungan pada perdagangan ekspor-impor.
Pemerintah Meksiko juga telah melakukan perang ekonomi terhadap Zapatista. Pemerintah menyediakan sumber daya khusus bagi masyarakat adat non-Zapatista, sehingga mustahil bagi Zapatista untuk bersaing dengan industri-industri yang disubsidi negara[43]. Terlepas dari tekanan-tekanan ini, Zapatista menemukan cara bertahan hidup sambil menentang privatisasi dengan cara menjual produk-produk khusus seperti kopi secara global, melindungi benih lokal, dan menarik para pekerja dengan memberikan mereka otonomi[44]. Juga, banyak komunitas membuka toko koperasi seperti toko-toko bahan pangan yang tersebar di tiap area. Toko-toko ini menjual secara grosir dengan harga murah dan pengelolaannya dilakukan secara mandiri oleh anggota-anggota komunitas.[45] Kembali ke kerja kolektif yang lebih meluas juga berarti melenyapnya pembagian kerja berbasis gender, sebuah tujuan yang tercermin dalam Hukum Revolusi Perempuan, salah satu preseden pengikat pertama yang diajukan oleh komunitas Zapatista[46]. Keadaan unik yang dihadapi oleh bangsa Maya di akhir abad ke-20 ini menyatakan bahwa Zapatista harus membangun masyarakat di mana “semuanya untuk semua orang” secara perlahan-lahan, komunitas demi komunitas. Mereka sama sekali belum mencapai tujuan Ricardo Flores Magón mengenai masyarakat tanpa negara, tanpa kelas sosial, tanpa uang, tetapi mereka telah membuat langkah-langkah besar ke arah itu dalam hal mengkolektivisasi lahan, pembangunan rumah, dan transportasi.
Neo-Zapatista harus mengerjakan banyak poin praktik, yang hanya ada dalam teori bagi Magón, seperti cara pengambilan keputusan secara konsensus dan peran delegasi bergilir untuk swaorganisasi mereka. Magón tidak pernah berhasil mempraktikkan ide-idenya dalam jangka panjang dan sesuai dengan bentuk anarkis. Ia menghindari terlalu preskriptif dalam tulisan-tulisannya tentang seperti apa sebenarnya masyarakat merdeka itu. Mungkin bagian dari gagasan Partai Liberal Meksiko tentang komunisme anarkis yang paling belum disempurnakan adalah cara pengambilan keputusan dalam skala besar secara non-hierarkis. Kita hanya dapat menduga-duga, Flores Magón mungkin akan mengusulkan beberapa sistem dewan pekerja dan dewan lingkungan, yang dihubungkan satu sama lain melalui federalisme dari bawah ke atas dengan delegasi yang dapat ditarik kembali.
Pada akhir 1915, Ricardo menulis sebuah artikel berjudul “New Life” di korannya. Artikel ini berisi imajinasi seru tentang beberapa aksi potensial yang mungkin dilakukan rakyat di kota-kota secara acak beberapa jam setelah gelombang revolusioner menendang kaum kapitalis dari kota[47]. Di dalam tulisan ini, ia membayangkan keputusan-keputusan secara mulus dan cepat dibuat “ketika otoritas tidak mengintervensi”[48]. Ia tidak mengatakan dengan detail tentang siapa yang membuat keputusan ini. Namun di dalam keadaan tanpa otoritas, kita harus berasumsi bahwa semua orang yang terkena dampak dari keadaanlah yang dapat bersuara. Ia membayangkan setiap RT / RW sebagai unit otonom dengan “otomobil hasil pengambilalihan” sebagai pemersatu “resolusi-resolusi yang dibuat di tiap RT / RW”[49]. Jika beberapa RT / RW ingin bekerja sama, harus ada seseorang yang menjadi juru bicara bagi tiap RT / RW tersebut. Juru bicara ini disebut Ricardo sebagai “komisaris sukarela”.[50] Untuk menjadi benar-benar anarkis, para komisaris ini tidak diizinkan untuk berkuasa atas orang banyak, namun Flores Magón tidak pernah benar-benar menjelaskan bagaimana mereka akan beroperasi secara formal.
Di masa-masa awal sebelum pemberontakan mereka pada tahun 1994, Zapatista hadir dengan kemungkinan solusi. Mereka “membangun jalan dengan berjalan”. Hanya dalam praktik mereka bisa menyelesaikan teorinya.[51] Mereka membangun di atas adat tradisional, yaitu pengambilan keputusan komunal yang berakar pada konsensus. Kaum anarkis dalam beberapa dekade terakhir telah terinspirasi oleh kelompok-kelompok adat, kaum Quakers, dan dewan pelajar-mahasiswa dalam mengadopsi pengambilan keputusan yang konsensus. Namun sebagian besar orang sezaman Ricardo Flores Magón menganjurkan demokrasi langsung. Biasanya dalam bentuk pemungutan suara dengan siapa saja yang mampu berasosiasi secara bebas dan dapat memisahkan diri dari kelompok kapan sana.[52]
Konsensus memungkinkan semua kekuatan tetap berada pada mereka-mereka yang paling terdampak. Konsensus juga menghilangkan tirani mayoritas. Zapatista mengadopsi peran delegasi bergilir untuk koordinasi antar RT / RW di tingkat kota kecil, dan memposisikan delegasi tambahan untuk koordinasi kota-kota pada tingkat wilayah yang lebih luas[53]. Melalui proses konsensus panjang di mana semua anggota komunitas di tingkat paling lokal harus meratifikasi setiap tawaran, mereka menyusun batas waktu 10-14 hari bagi delegasi-delegasi untuk ke Junta Buen Gobierno (“Dewan Pemerintahan Baik”, lawan dari “Pemerintahan Jahat” Negara Meksiko–penj.), yaitu pertemuan koordinasi di tingkat wilayah[54]. Posisi-posisi yang berpengaruh ini secara memukau hanya dapat dipegang dalam jangka pendek. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada yang membangun kekuasaan di atas orang lain, menimbun dana, atau mempengaruhi keseimbangan sumber daya bagi komunitas tertentu. Cara lain Zapatista membuat para delegasi ini bertanggung jawab kepada komunitas adalah dengan membuat posisi ini sebagai jabatan sukarela dan memastikan bahwa delegasi dapat segera ditarik jika mereka melanggar mandat komunitas. Kompensasi yang diberikan hanyalah ketika delegasi ini sedang bertugas. Tetangga-tetangga akan mengambil alih tanggung jawab rumah delegasi ketika sedang bepergian.[55] Dengan kata lain, para delegasi “kolektif dan dapat diganti” ini telah meresmikan tradisi Maya “memimpin dengan mematuhi”[56].
Sepintas, prinsip “memimpin dengan mematuhi” ini tampak benar-benar tidak sesuai dengan anarkisme yang dianut Ricardo Flores Magón hampir 100 tahun sebelumnya. Pada kenyataannya, kaum anarkis tidak terlalu menentang kepemimpinan seperti mereka menentang pemerintah dan dominasi. Tampaknya Magón akan menemukan banyak hal untuk dikagumi dalam sistem Zapatista, seperti peran delegasi yang sebenarnya tidak memiliki banyak kekuasaan atas komunitas mereka. Sebaliknya, delegasi adalah juru bicara bagi kehendak kolektif komunitas. Tidak seperti politikus yang begitu dibenci Magón, delegasi Zapatista tidak bisa menentang apa yang diminta oleh warga biasa. Mereka terikat pada keputusan yang dibuat dalam konsensus di tingkat paling lokal[57]. Zapatista memiliki slogan: “Di sini rakyat memerintah dan pemerintah mematuhi”.
Kecepatan dalam proses pengambilan keputusan mereka mungkin bertentangan seperti yang Ricardo Flores Magón bayangkan. Tanpa adanya otoritas, keputusan-keputusan anti-otoritarian seringkali harus dibuat dalam beberapa kali pertemuan. Misalnya selama negosiasi gencatan senjata dengan negara Meksiko pada hari-hari setelah Tahun Baru 1994, para “pejabat” EZLN menjelaskan bahwa mereka harus “menghentikan pembicaraan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan desa-desa di mana mereka bertanggung jawab”[58]. Ketika kembali ke kampung halaman, para fungsionaris ini diharapkan “tidak berbicara, tetapi mendengarkan”[59].
Generasi demi generasi masyarakat adat Maya telah membuat keputusan secara kolektif tanpa memerlukan instruksi dari kaum intelektual kiri. Pada akhirnya, kaum revolusioner yang datang ke gunung-gunung pada tahun 1982 belajar lebih banyak dari penduduk desa adat dibanding penduduk desa belajar dari mereka[60]. Namun Zapatista merupakan sebuah sintesis praktik masyarakat adat dan teori yang diambil dari politik kiri. Subcomandante Marcos mengutip Ricardo Flores Magón dalam pidatonya, ia menyatakan bahwa sejarah terulang kembali walaupun Zapatista menghadapi musuh yang lebih bertekad dan lebih diperlengkapi dari yang dapat Ricardo bayangkan[61]. Tetap saja, sangat diragukan jika Flores Magón dapat menemukan cara pengambilan keputusan yang lebih anti-otoritarian atas wilayah yang sedemikian luas. Melalui uji coba selama bertahun-tahun, Zapatista muncul dengan bentuk pengambilan keputusan yang memungkinkan setiap penghuni zona otonom mereka memiliki suara yang bermakna dan membuat keputusan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kehidupan mereka. Posisi-posisi penting dalam Zapatista tidak memiliki banyak otoritas atas warga biasa sebab mereka hanyalah perwujudan dari tuntutan warga. Tidak ada keraguan bahwa praktik ini sejalan dengan kepekaan anarkis Ricardo Flores Magón dan Partai Liberal Meksiko.
Zapatista memanfaatkan momen dalam sejarah yang tidak pernah bisa dihadapi Ricardo Flores Magón. Mereka menghadapi kediktatoran satu partai yang berlangsung paling lama di dunia dan sebuah sistem kapitalis yang jauh lebih mengakar dibandingkan zaman Magón. EZLN tidak dapat mengimplementasikan visi Magón tentang revolusi dalam semalam yang hebat. Ketika berjalan maju dalam pemberontakan, EZLN menjaga telinga mereka tetap awas pada suara orang-orang di komunitas mereka dan mendengarkan isyarat mengenai apa yang harus dilakukan selanjutnya. Cetak biru lama untuk revolusi jelas sudah ketinggalan zaman. Orang-orang adat yang menderita dan terhina setiap hari di bawah tekanan kapitalisme tidak dapat menunggu pergolakan Milenarianisme yang mulia.
Penantian klandestin mereka memberikan waktu yang tidak pernah dimiliki oleh Partai Liberal Meksiko. Dan begitu mereka memulainya, mereka harus memperhitungkan langkah teoritis yang dibayangkan oleh Ricardo Flores Magón seiring waktu. EZLN menghindari jebakan yang dialami begitu banyak gerakan sosial massa. Mereka menolak untuk terhisap ke dalam politik partai, meneruskan ketidakpercayaan Magón akan politikus dan menolak negara sebagai kendaraan kekuatan untuk menghasilkan pembebasan. Meskipun penolakan terhadap kekuasaan negara ini muncul sebagai bagian dari proses perkembangan, ia membuat Zapatista berada dalam posisi yang sulit dikooptasi. Pengambilalihan lahan pertanian swasta–yang sebelumnya digarap oleh banyak penduduk asli yang nyaris tidak mendapatkan imbalan setimpal–secara besar-besaran tidak dapat dikendalikan oleh PRI atau pihak lain manapun. Sekali teritori Zapatista terbentuk, ribuan orang yang tinggal di sana menolak melakukan kontak dengan pemerintah.
Meskipun mereka tidak dapat melenyapkan negara seperti yang diharapkan Magón, Zapatista menciptakan kekuatan kedua di luar negara yang menyebabkan negara tidak lagi diperlukan. Dengan bekerja secara kolektif dan membangun toko-toko koperasi, lahan pertanian bersama, dan koperasi alat transportasi, mereka membangun di atas fondasi tradisi komunal adat, yang juga berkembang semakin dekat dengan impian anarkis akan masyarakat tanpa negara dan tanpa kelas. Sementara Flores Magón tidak pernah sepenuhnya merencanakan seperti apa pengambilan keputusan massa yang bebas dari otoritas, Zapatista menangkap esensi dari pemerintahan anti-otoriter. Mereka mengimplementasikan sebuah sistem kekuatan dari bawah ke atas dengan delegasi-delegasi yang diinstruksi dan digilir perannya untuk mengkoordinasikan sumber daya yang terhampar sepanjang daerah pegunungan. Eksperimen Zapatista untuk membangun “sebuah dunia yang dapat mengakomodasi banyak dunia” adalah sebuah proses yang sedang berlangsung, namun dalam beberapa dekade lamanya mereka telah mewujudkan banyak impian libertarian Ricardo Flores Magón.
[1] Subcomandante Marcos, “Interview with Subcomandante Marcos”. Schools for Chiapas, 11 Mei, 1994.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Lynd, Grubačić, Wobblies and Zapatistas: Conversations on Anarchism, Marxism and Radical History (Oakland: PM Press, 2008), 7–8.
[5] Ibid.
[6] EZLN, Fourth Declaration of the Lacandon Jungle (Chiapas: 1996)
[7] Subcomandante Marcos, “Interview with Subcomandante Marcos,” May 11, 1994.
[8] Ricardo Flores Magón, Manifesto of the Mexican Liberal Party, 1911.
[9] Lynd, Grubačić, Wobblies and Zapatistas: Conversations on Anarchism, Marxism and Radical History(Oakland: PM Press, 2008), 10.
[10] Claudio Lomnitz, The Return of Comrade Ricardo Flores Magón (New York: Zone Books, 2014), 276; Ricardo Flores Magón, Manifesto of the Mexican Liberal Party, 1911.
[11] Claudio Lomnitz, The Return of Comrade Ricardo Flores Magón (New York: Zone Books, 2014), 286; Neil Harvey, The Chiapas Rebellion (Durham: Duke University Press, 1998), 234.
[12] Claudio Lomnitz, The Return of Comrade Ricardo Flores Magón (New York: Zone Books, 2014), 286.
[13] Ibid, 289.
[14] Ricardo Flores Magón, Manifesto of the Mexican Liberal Party, 1911.
[15] EZLN, Sixth Declaration of the Lacandon Jungle (Chiapas: 2005); Neil Harvey, The Chiapas Rebellion(Durham: Duke University Press, 1998), 238.
[16] Ricardo Flores Magón, Manifesto of the Mexican Liberal Party, 1911; EZLN, Sixth Declaration of the Lacandon Jungle (Chiapas: 2005).
[17] Neil Harvey, The Chiapas Rebellion, 211; EZLN, Sixth Declaration of the Lacandon Jungle (Chiapas: 2005); Claudio Lomnitz, The Return of Comrade Ricardo Flores Magón (New York: Zone Books, 2014), 334.
[18] Lynd, Grubačić, Wobblies and Zapatistas: Conversations on Anarchism, Marxism and Radical History(Oakland: PM Press, 2008), 10.
[19] Claudio Lomnitz, The Return of Comrade Ricardo Flores Magón (New York: Zone Books, 2014), 39.
[20] Samuel Kaplan/Enrique Flores Magón, Peleamos Contra La Injusticia (Sinaloa: Autonomous University of Sinaloa, 1986), 185–186.
[21] Ricardo Flores Magón, Regeneración, September 2, 1911.
[22] Ricardo Flores Magón, Regeneración, March 21, 1914.
[23] Ibid.
[24] Claudio Lomnitz, The Return of Comrade Ricardo Flores Magón (New York: Zone Books, 2014), 277.
[25] Ricardo Flores Magón, Manifesto of the Mexican Liberal Party, 1911
[26] Ibid.
[27] Maria, “Interview with Major Ana Maria,” February 28, 1994.
[28] Ibid.
[29] Neil Harvey, The Chiapas Rebellion (Durham: Duke University Press, 1998), 179.
[30] Ibid.
[31] Ibid, 180–181.
[32] Ibid, 211.
[33] EZLN, Sixth Declaration of the Lacandon Jungle (Chiapas: 2005).
[34] Ricardo Flores Magón, Manifesto of the Mexican Liberal Party, 1911.
[35] Ibid.
[36] EZLN, Sixth Declaration of the Lacandon Jungle (Chiapas: 2005); Subcomandante Marcos, Our Word is Our Weapon (New York: Seven Stories Press, 2004), 33.
[37] Ricardo Flores Magón, Regeneración, March 21, 1914.
[38] EZLN, Autonomous Resistance, First Grade Textbook for the Course “Freedom According to the Zapatistas (Chiapas: 2013), 32.
[39] Ibid.
[40] Ibid, 33.
[41] Ramor Ryan, Zapatista Spring: Anatomy of a Rebel Water Project & the Lessons of International Solidarity (Oakland: AK Press, 2011), 64.
[42] EZLN, Autonomous Resistance, First Grade Textbook for the Course “Freedom According to the Zapatistas, 80.
[43] Ibid.
[44] Ibid.
[45] Ibid.
[46] Ibid, 21, 80.
[47] Ricardo Flores Magón, Regeneración, November 13, 1915.
[48] Ibid.
[49] Ibid.
[50] Ibid.
[51] Lynd, Grubačić, Wobblies and Zapatistas: Conversations on Anarchism, Marxism and Radical History(Oakland: PM Press, 2008), 39.
[52] Ibid, 186.
[53] EZLN, Sixth Declaration of the Lacandon Jungle (Chiapas: 2005).
[54] Schools for Chiapas, What Is Zapatista Autonomy?, 2013.
[55] Lynd, Grubačić, Wobblies and Zapatistas: Conversations on Anarchism, Marxism and Radical History(Oakland: PM Press, 2008), 5–6; Marcos, “Interview with Subcomandante Marcos,” May 11, 1994.
[56] Marcos, “Interview with Subcomandante Marcos,” May 11, 1994; Lynd, Grubačić, Wobblies and Zapatistas: Conversations on Anarchism, Marxism and Radical History (Oakland: PM Press, 2008), 5–6
[57] Lynd, Grubačić, Wobblies and Zapatistas: Conversations on Anarchism, Marxism and Radical History(Oakland: PM Press, 2008), 5–6
[58] Ibid.
[59] Ibid.
[60] Marcos, “Interview with Subcomandante Marcos,” May 11, 1994.
[61] Subcomandante Marcos, Our Word is Our Weapon (New York: Seven Stories Press, 2004), 90.