Title: Setiap Juru Masak dapat Melenyapkan Pemerintahan
Author: Lena Kafka
Language: Bahasa Indonesia
Publication: Filler PGH
Date: 2018
Notes: Diterjemahkan oleh Banu Ghifar
Bagian 1

Kita tidak lagi bekerja: kita menikmati waktu kita. – The Coming Insurrection

Mereka telah bersiap untuk meletakkan tangan mereka kepadaku, sesuatu yang aku… alergi padanya. – Freedom: My Dream, the autobiography of Enrico Arrigoni

Jam tujuh pagi, hungover lagi, bersiap untuk bekerja. Aku tidak bisa absen lagi, manajer tau aku minum-minum kemarin. Ia mengasumsikan bahwa juru masak yang sedang minum-minum, adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk bisa menghadapi kenyataan sebagai juru masak. Aku mulai kerja sekitar pukul delapan dan menemui fakta bahwa teman kerjaku izin absen karena hungover. Siswa SMA tidak terlalu bisa diandalkan.

Hanya ada manajer dan aku sampai juru masak yang lain datang pukul sebelas. Aku berfikir tentang hutang dan setengah kotak rokokku, dan mencoba untuk tidak keluar dan bertahan bekerja disini selama mungkin. Manajerku meletakkan tangannya di bahuku dan menunjukkanku prep list yang baru ia print, siap untuk berbincang tentang segunung hal brengsek yang harus kita lalui hari ini.

Tiap hari – brengsek – manajer akan ngeprint prep list untuk tiap anggota kru agar diselesaikan sebelum restoran dibuka. Daftar tersebut harus diikuti, meskipun akal sehat (dan pengetahuan dari bekerja dalam posisi yang sama selama enam hari tiap minggu) mengatakan sebaliknya. Aku punya dua pengalaman dapur yang mirip, yang pertama sebuah waralaba burrito yang sangat kultus yang namanya tidak akan saya sebutkan, dan yang lain yaitu sebuah restoran mie yang pura-pura etis. Kedua dapur tersebut dikelola secara sama, memiliki pembagian kerja yang sama, memiliki dinamika kekuasaan yang sama, peralatannya juga sama, layout-nya juga, dan keduanya mematuhi prep list. Prep list adalah sekumpulan perhitungan matematis yang didasarkan pada data penjualan sebelumnya dan faktor-faktor lain. Prep list sebuah dapur kadang sangat akurat, dan memperhitungkan tren mingguan atau bulanan, cuaca, lokal event, dan sebagainya. Prep list lainnya, terasa seperti lelucon memuakkan yang dimainkan oleh pihak manajemen untuk para juru masak. Bagaimanapun, keputusan-keputusan di dapur dibuat berdasarkan perhitungan-perhitungan matematis.

Perhitungan-perhitungan matematis ini menentukan apa yang harus dipersiapkan sebelum pembukaan dan pada saat pergantian shift, sebanyak apa ia diproduksi, berapa pendapatan yang diperlukan, berapa banyak dana yang dapat dialokasikan pada upah/tenaga kerja dan lain-lain, dan tiap deviasi ini harus dicatat (sebagai contoh, sisa limbah harus di catat dan dijelaskan pada pihak manajemen off-site). Jumlahnya tidak selalu masuk akal bagi siapa pun yang bekerja penuh waktu, dan selalu akan menghasilkan setidaknya satu kekurangan/kekacauan dalam sehari. Contoh, “hasilkan sejumlah Z atas komoditas X”, Z adalah 5,36. Bangsat macam apa itu 0,36 dari komoditas yang hanya dapat diproduksi dalam bilangan bulat. Jika kamu menghasilkan 5, maka kamu bertanggungjawab atas kekurangan yang akan terjadi. Jika kamu menghasilkan 6, kamu dalam masalah kelebihan produksi (limbah, “pemborosan”).

Limbah pemborosan, sisa-sisa, kekurangan, dan apapun yang dapat mereka berikan padamu diatur oleh manajer on-site. Manajer di restoran-restoran ini, sambil memegang wewenang untuk memecat dan memperkerjakan orang (tentunya harus dengan penjelasan kepada atasan), sama sekali tidak mengontrol produksi. Cok, kebanyakan dari mereka bahkan tidak menyentuh alat-alat produksi. Mereka hanya harus memastikan segalanya tetap mengalir secara lembut, seperti polisi di tempat kerja.

Sekitar pukul delapan tiga puluh, si manajer memukul pundakku lagi, aku dapat merasakan whiskey teraduk-aduk dalam tubuhku. “Tau gak,” dia berkata padaku dalam keceriaan yang tidak biasa, “Aku tau hari ini bakalan menjadi sangat taik sebelum aku datang, tapi aku bahagia kita melalui ini bersama.” Apa yang ia maksud adalah, aku akan melakukan tiga pekerjaan dengan bayaran satu pekerjaan, lagi. Dia memegang kedua pundakku untuk memaksakan kontak mata; aku ingin mengeluarkan setiap cairan dalam diriku, mengarahkan ke sepatunya. “Ke-hungoveranmu itu lebih produktif daripada dua pekerja lain yang sober.” Fuck, man!

Fuck! Aku muntah lagi. Hampir pukul Sembilan, aku tidak bisa muntah lagi, aku tidak bisa memegang papan talenan lagi. Aku tidak bisa menunggu juru masak yang lain datang. Kemudian aku merokok, kemudian lunch rush, lalu pergi ke bar.

Saat lunch/dinner rushes, manajer selalu mengambil posisi yang paling gampang dan harus mengawasi setiap produk. Di waralaba burrito yang sangat kultus posisi-posisi ini adalah expo (disamping kasir, mengawasi pesanan) dan linebacker (memindahkan makanan dari dapur ke line). Saat jam-jam produksi sibuk, tiap kualitas produk akan diperiksa dan tiap gerakan salah akan dikoreksi oleh manajer.

“Tugas” mereka yang lain, kebanyakan yaitu membaca komentar-komentar dari customer, mengirim email, dan mendelegasikan tugas-tugas prep. “Tugas” (dari lembaran-lembaran prep list) ini tidaklah menciptakan nilai (value), kru yang menciptakan nilai. Mereka tidak mengkontrol produksi, prep list yang mengontrol produksi. Tetapi, jika manajer dapur dan jendral manajer tidak memegang kuasa atas produksi, lantas siapa?

Prep list diciptakan oleh teknokrat-teknokrat dan majikan mereka di “perusahaan”. Teknokrat membuat keputusan akhir atas apa yang masuk akal dan tidak, dari permintaan/kebutuhan dalam proses produksi. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak pernah menginjakkan kaki di dapur yang mereka buat keputusannya. Pertentangan kelas telah disingkirkan dari tempat kerja kemana pun “di luar dapur”, sehingga manajer dapur dapat mengambil peran sebagai proletariat tukang marah. Teknokrat, A-B-Ceo, dewan direksi, dan segala macam jenis sampah lainnya, memutuskan berapa jumlah yang harus diproduksi.

Sementara manajer mengoceh sekitar pukul sepuluh, aku menyelundupkan segelas anggur jelek untuk diriku sendiri dan pergi keluar. Aku nyalakan rokokku dan duduk di trotoar. Di seberang parkiran, seorang polisi sedang duduk di luar toko distributor bir. Mengingat reputasi dapurku, dan catatan kriminal yang aku miliki, aku tidak begitu kaget ketika ia menatapku. Aku berharap aku bisa muntah di sepatunya juga.

Bagian 2 - Dari Pendudukan ke Perlawanan

Opening shift dan hangoverku akhirnya berakhir. Waktunya untuk mendapatkan makan dan merokok sebelum aku kembali untuk tujuh jam berikutnya. Prep list akhirnya selesai dan semuanya sudah pada mise en place, lumch rush sudah berakhir, manajer sudah kembali ke ruangannya dan membutuhkan sejam untuk membalas email, dan ketika aku berjalan ke pintu depan waralaba burrito yang sangat kultus ini, rekan kerjaku tampak bermain suit gunting-batu-kertas untuk menentukan siapa yang akan mengambil bagian cuci piring sampai aku kembali. Setelah bermain kejar-kejaran dan mengcover yang lain sepanjang pagi hari, aku akan mengambil lima belas menit ekstraku.

Restoran waralaba seperti ini (restoran cepat saji, fast casual, apa saja) menerapkan logika prep list pada segala aspek dapur. Jam dan upah kerja dibudget dan dipaksakan oleh manajemen; sebagaimana dengan prep list, mereka menghukum untuk tiap “limbah” dan “sisa” untuk tujuan apapun. Apakah kamu memiliki lebih banyak pekerjaan daripada yang tertera di prep list? Apakah lunch/dinner rush-mu lebih ramai dari biasanya? Terlalu banyak orang absen dan tidak ada yang bisa menggantikannya? Terlambat pulang karena bersih-bersih untuk inspeksi besok? Tidak pernah prep list, alogaritma, pihak manajemen, atau apapun yang terkait dengan kekuasan dikritik karena kekurangan atau kesalahan yang mereka miliki. Kru dapur hanya perlu bekerja lebih keras, tiap orang hanya perlu untuk mengcover satu sama lain dan segalanya akan baik-baik saja. Bagaikan sebuah dapur yang normalnya dijalankan oleh lima orang dapat dijalankan oleh dua atau tiga orang dan tidak ada dampak perubahan yang terlalu besar pada arus kerja yang biasanya. Bagaikan tiap dari kita ingin untuk melakukan pekerjaan tiga orang dengan upah satu orang!

“Kebutuhan atas komunisme merubah segalanya. Melalui kebutuhan untuk komunisme, kebutuhan atas non-work bergerak dari aspek negatif (oposisi atas kerja) kearah positif: adanya kepenuhan diri individu, kemungkinan untuk mengekspresikan diri mereka sendiri secara bebas absolut, melepaskan diri dari segala bentuk-bentuk model bahkan meskipun itu dianggap mendasar dan sangat diperlukan seperti model produksi.” – Alfredo M. Bonanno, Armed Joy

“Cok hati-hati!” teriak seorang pria yang mengenakan setelan yang berharga lebih dari setahun gajiku. Biarkanlah aku menghancurkan botol-botol diparkiran dengan tenang, bangsat. Aku hanya punya lima belas menit lagi sebelum mereka memanggilku masuk dan berhenti marah-marah, biarkan aku menikmati ini. Aku mundur ke tepi jalan dan melakukan apa yang paling bisa dilakukan oleh juru masak yang kesal: duduk.

Dua tahun sebelum aku bekerja disini, disuatu tempat yang jauh, aku melakukan pekerjaan brengsek yang sama dengan bayaran yang lebih sedikit. Bekerja dalam sebuah lingkungan yang lebih cepat, dengan manajemen yang lebih kejam, dan tidak ada istirahat merokok di setiap shift (kecuali kamu bagian dari tim manajemen). Suatu hari aku clocked in di mid-shift sekitar jam sepuluh, memulai shift sebagaimana biasanya. Rekan kerjaku, kasir dari shift ini, terlambat sepuluh menit karena bus terlambat dan ia harus menunggu penitipan anaknya buka. Hari itu manajer kawasan (general manajer dari semua jenderal manajer) sedang melakukan inspeksi bulanannya, dimana ia siap menghancurkan semangat kru. Begitu kasir datang, manajer itu teriak kepadanya sampai ia keluar dari toko. Aku dan kru yang lain gelisah sampai pintu terbuka dan kita tidak punya waktu untuk khawatir. Lunch rush sudah mulai, dan aku merasakan sebuah kombinasi indah dari ketakutan dan kemarahan berputar dalam diriku. Manajer itu ngomel selama setengah jam tentang “tanggung jawab pribadi” dan bagaimana “ia harus melalukan hal yang sama” sebagaimana kasir yang ia pecat. Dia membual, kita semua sudah pernah mendengar ceritanya tentang bagaimana ibunya harus membanting tulang membayar rent sambil mengasuhnya saat “waktu-waktu terberat”. Aku tidak bisa menghadapi apa yang aku rasakan dan memutuskan bahwa aku ga bisa hanya tenang-tenang saja.

Antrian berbaris melalui pintu sebagaimana biasa jam-jam service sibuk. Aku berjalan menuju lemari pendingin, menyenderkan bahuku, dan duduk dibawah.

“Apa maksudnya ini? A fucking strike?”

I guess so!”

Lima menit bentakan mondar-mandir dan akhirnya manajer kawasan setuju untuk kembali mempekerjakan si ibu yang dia pecat dua jam yang lalu. Sayangnya, tidak ada satupun rekan kerja yang bergabung bersamaku. Beberapa berpikir aku sedang mempertaruhkan pekerjaanku dengan berbuat seperti itu, beberapa yang lain berterima kasih padaku dan mulai mendiskusikan sesuatu yang lebih besar…

Aku berjalan kembali ke dapur, mengucapkan salam kepada kru malam yang baru saja datang, dan lega karena seseorang telah mengcover pekerjaan cuci piringku. Bagaimanapun, tidak mengherankan, tidak ada yang sanggup bekerja di tempat cuci piring setelah dua puluh menit. Aku tidak menyalahkan mereka, kami tidak diizinkan untuk membuka pintu belakang dan kipas murah kecil disana cenderung knock you over daripada menyejukanmu.

Pelan-pelan aku mulai mengembalikan memontum lagi dan mulai menyelesaikan semua piring kotor dan mencoba membuat ruangan kembali bersih. Bagaimapun pun, piring akan terus berdatangan sampai restoran benar-benar tutup, berharap benar-benar bersih adalah optimisme naif. Setelah beberapa saat aku harus menerima bahwa semua ini tidak dapat diselesaikan dan berharap jika seseorang atau juru masak membutuhkan sesuatu yang spesifik (penerj, biasanya mereka butuh trays dan pan), mereka bisa mencucinya sendiri. Aku letakkan celemek plastik ini di pengait dan buru-buru pergi membantu cook di bagian grill karena saat ini dinner rush. Semuanya berlalu dengan cepat, dan sesekali aku bergerak untuk membuat makanan, mencuri minuman, dan beristirahat.

Sekitar tiga minggu pertama di pekerjaan ini, tidak ada satupun yang mengambil istirahat hingga “performance kita menampakkan bahwa kita pantas mendapatkannya.” Jika kita tidak membuat semuanya mise en place dan membersihkan semua sebelum service buka, tidak ada satupun yang boleh makan selama tujuh jam atau lebih. Ya, bahkan kadang selama double shifts. Tiap kru membenci ini kecuali beberapa dari mereka yang mendapatkan shift lebih pendek. Bersama-sama kita mulai mengambil jatah istirahat kita di jam 10.30 tiap pagi, meskipun ada argumen dari manajer shift. Kadangkala kamu hanya ingin diperlakukan sebagaimana manusia dan kebutuhan dasarmu dipenuhi. Kadangkala semua orang disekitarmu merasakan hal yang sama. Setelah dua minggu mengambil setengah jam tiap hari, pihak manajemen memutuskan untuk mewajibkan kita semua istirahat setidaknya pukul 10.45.

Pada akhirnya, hal itu menjadi praktik umum untuk mengambil istirahat pada pukul 10.30, selama station kita bersih, terlepas dari sebanyak apa bagianmu dari prep list yang harus kamu selesaikan.

Di tempat ini, kami memiliki lima kru. Empat orang bekerja dari jam delapan sampai jam empat, dan dua orang bekerja dari pukul sebelas sampai pukul tujuh, kemudian kru malam dengan empat orang bekerja dari jam empat sampai jam dua belas malam. Tanpa mengasumsikan optimisme bahwa semua orang akan muncul, ada delapan orang yang bekerja delapan jam tiap shift. Ketika jadwal mingguan (dua mingguan) muncul, sejumlah uang yang dapat dibelanjakan untuk upah pekerja direpresentasikan sebagai jam kerja. Jam kerja adalah upah yang dimasukkan kedalam rasio waktu dan digunakan untuk penganggaran setiap restoran atau gerai. Katakanlah upah dasar adalah $9/jam, jadi setiap jamnya pekerja berharga $9.

Jadi, jika kedelapannya bekerja delapan jam di $9/jam, mereka menghabiskan enam puluh empat jam kerja (labor hour). Tetapi tidak setiap orang di restoran bekerja berdasarkan upah minimum. Manajer shift memiliki upah sekitar $18/jam (dua jam kerja perjam yang dikerjakan) dan manajer dapur mendapatkan sekitar $13/jam (satu setengah jam kerja perjam yang dikerjakan). Lima orang kerja delapan jam, menggunakan empat puluh jam kerja. Seorang manajer dapur bekerja delapan jam, dan dua manajer shift bekerja delapan jam masing-masingnya, menggunakan empat puluh jam.

“Kebebasan adalah sebuah konsep destruktif yang melibatkan eliminasi absolut atas segala batas-batas. Sekarang, kebebasan adalah sebuah ide yang harus kita tanam dalam hati kita, tetapi pada waktu yang sama kita harus paham bahwa jika kita menginginkannya kita harus siap untuk menghadapi segala resiko-resiko yang melibatkan destruksi, segala resiko-resiko atas proses penghancuran tatanan yang kita hidupi. Kebebasan bukanlah sebuah konsep untuk membuai diri kita sendiri, dengan harapan bahwa perbaikan akan berkembang secara independen dari kapasitas nyata kita untuk mengintervensi.” – Alfredo M. Bonanno, The Anarchist Tension

Jadwal membatasi jam kerja tiap hari dengan produksi yang diharapkan (algoritma yang sama yang memutuskan apa dan berapa banyak yang diproduksi setiap hari di prep list). Total delapan puluh empat jam tidak berarti apa-apa kecuali bila dibandingkan dengan batas tujuh puluh jam sehari. Tidak pernah ada cukup waktu untuk membersihkan dan menutup toko dengan benar. Setiap waktu yang dihabiskan melebihi batas yang ditentukan akan menimbulkan telpon kemarahan dari atasan, atau hukuman yang lebih buruk.

Selepas kembali bekerja setelah istirahat, aku mengendap-endap kebelakang untuk mengambil sampah. Tiap perjalanan aku buat sepuluh sampai lima belas menit, aku ingin menikmati rokokku dulu. Ada angin sepoi-sepoi di luar dan sayang sekali jika aku harus melewatkannya untuk mencuci piring. Kemudian aku kembali masuk, mengendap-endap menuju kamar mandi, dan kembali ke tempat cuci piring. Si manajer, salah satu teman baikku di restoran, datang untuk membantuku mencuci piring sebelum restoran tutup. Mereka telah menyelesaikan kerja preparation-ku ketika aku sedang diluar. Kita maju mundur menggosok dengan terburu-buru bekas nasi gosong dari panci-panci. Ketika kelambatan yang aku buat-buat ketika membuang sampah tampak “masuk akal”, mereka pergi membantuku membersihkan sisi lain belakang restoran. Tanpa mereka, aku mungkin harus berpura-pura melakukannya. Menghemat ku untuk harus berbohong sekali lagi.

Kami menyelesaikan apa pun yang kami bisa lakukan, sampai ada cukup jam kerja ekstra buat kami yang akan mereka bayar. Bos mencari dolar, kami mencari uang receh, karenanya itulah mengapa kami bermain-main dengan waktu perusahaan. Lalu kami clock out dan pergi merokok bersama untuk bersimpati pada omelan-omelan yang akan kami dapatkan besok pagi karena apa yang kita lakukan hari ini. Aku tidak peduli, aku tidak harus bekerja besok dan aku harus mendapatkan ekstra dua jam istirahat hari ini. Aku pergi ke kamar mandi, mengambil sampah, menyapu diluar, bersembunyi di depan ruang pendingin, merokok batang rokok kedua, melakukan apapun yang akan meningkatkan ketegangan antara pihak manajemen dan mengungkap keabsurdtan dari kerja itu sendiri.

“Jadi, ketika orang-orang ini berkata, “Kalian utopis, kalian anarkis pemimpi, utopia kalian tidak akan pernah berhasil”, kita harus menjawab “Ya, memang benar, anarkisme adalah ketegangan, bukan realisasi, bukan upaya konkret untuk memunculkan anarki besok pagi”. Tetapi kamu harus bisa mengatakan pada kalian – tuan-tuan demokratis yang terhormat di pemerintahan yang mengatur hidup kami, yang berpikir bahwa kalian bisa masuk ke kepala kami, otak kami, yang mengatur kami melalui opini yang kalian bentuk setiap hari di surat kabar, di universitas, sekolah, dll – memangnya apa yang telah kalian capai? Sebuah dunia yang patut untuk ditinggali? Atau sebuah dunia kematian, sebuah dunia yang dimana kehidupan adalah sebuah perkara yang membosankan, tanpa kualitas apapun, tanpa makna apapun? Sebuah dunia dimana ketika seseorang mencapai umur tertentu, kemudian mendapatkan pensiun, dan bertanya pada diri sendiri, “Tapi apa yang telah saya lakukan dengan hidup saya? Apa arti hidup saya selama ini?” – Alfredo M. Bonanno, The Anarchist Tension

Bagian 3: Ketenangan dan Sabotase

Dua tahun telah berlalu sejak aku meninggalkan dunia dapur terbuka (open kitchen) yang kosong menuju dapur tertutup. Perjuangan melawan waktu, para teknokrat, manajer menengah yang seperti polisi, dan semua bajingan yang berubah secara dramatis tetapi akan tetap seperti itu sampai akhir zaman. Tidak peduli dimana kamu kerja, kuasa dan hierarki akan tetap ada, meskipun dalam berbagai bentuk dan tatanan yang berbeda.

Tulisan ini kurang terlihat seperti cerita melainkan lebih seperti refleksi atas kesalahan/kegagalanku dalam upaya-upaya terorganisir, saya harap ini semua akan berguna bagi siapapun yang sedang berjuang melawan Capital dari balik garis (musuh).

Pisau Santoku yang Terhunus

Hari ini tidaklah berbeda dari hari-hari yang lain di dapur baru. Aku berjalan melalui pintu depan dan melihat ke sekeliling dining room untuk melihat apa yang akan saya hadapi. Tiap hari dimulai dengan memeriksa prep list untuk melihat apa yang perlu untuk dibereskan. Sekarang, prep list bukanlah Hukum dari dapur sebagaimana pengalaman-pengalamanku sebelumnya. Meskipun masih menuntut penyelesaian dan kepatuhan, tetapi prep list di dapur ini berisi lebih banyak kelonggaran tentang bagaimana hal itu bisa diselesaikan. Kesalahan dalam daftar memang wajar terjadi, dan selama masih ada cukup produk sampai dinner rush dan sampai servis ditutup maka prep list dianggap terpenuhi.

Sebelum para manajer membuka pintu, prep list dibuat disesuaikan dengan proyeksi penjualan yang dihitung oleh atasan mereka. Prep list ini jauh lebih terorganisir daripada di tempat kerja sebelumnya. Daftar ini menampilkan bilangan bulat aktual, serta kelonggaran yang disesuaikan dengan kebijaksanaan juru masak (di beberapa pekerjaanku sebelumnya, prep list seringkali meminta kita untuk mempersiapkan 0,75 buah sayur, what the fuck, 0,75 atau ¾ buah wortel?).

Sementara manajer bertanggung jawab atas penyelesaian daftar, mereka bertanggung jawab memastikan daftar itu kita laksanakan. Mereka mengkoordinasikan tugas-tugas mereka sendiri. Mereka berada di kapal karam yang sama dengan kita semua, tetapi bagaimanapun mereka mendapatkan gaji dan pilihan kesehatan yang lebih baik.

Korporasi jauh lebih peduli dengan jumlah inventaris daripada prep list. Mereka tidak “terluka” jika kita kehabisan sesuatu saat rush, kita sebaliknya. Kita tidak dirugikan oleh barang inventaris dalam penyimpanan yang hilang, mereka sebaliknya.

Saya mengerjakan prep list, memotong kubis, menggulung taquitos, memilah hal-hal bangsat yang aku pilah-pilah kemarin. Begitu keadaan tidak terlalu sibuk, saya menyelinap keluar untuk berjalan-jalan sebentar di gang belakang. Kadangkala polisi bersepeda datang dan mencoba menangkap kami yang sedang menghisap ganja, minum, atau berjualan, tapi aku tidak lagi mengkhawatirkannya. Aku tidak pernah high selama tiga belas bulan terakhir, aku minum secara kasual sepulang kerja, dan aku akhirnya berhenti merokok setelah delapan tahun. Sejak saat itu, aku paham bahwa semakin sedikit aku fucked-up sebenarnya membantuku fuck more shit up.

Dalam beberapa pekerjaan memasak terakhir saya, pengorganisasian dan persahabatan berputar di sekitar kolektif “keracunan” (permabukan). Beberapa bulan pertama di dapur, aku berteman dengan banyak juru masak lain dengan cara saling mengoper botol bolak-balik. Aku mabuk tiap hari selama tahun pertamaku di dapur ini. Sebotol wiski hampir tiap hari. Beberapa dari kami akan keluar untuk minum setelah dinner rush, dan kemudian bertanya-bertanya kapan kira-kira dinner rush akan dimulai. Tapi persahabatan antar para pekerja itu sendiri bukanlah ancaman bagi Kapital. Persahabatan dan keramahan adalah hal biasa, tetapi konspirasi adalah hal lain.

Jenis hubungan yang paling mungkin muncul dari situasi seperti itu adalah hubungan yang mencerminkan penghinaan dan pemiskinan sosial yang melekat di dalamnya. Didasarkan pada kebutuhan untuk melepaskan diri dari isolasi masyarakat yang ramai, tetapi teratomisasi, sebuah “keramahan yang umum” yang sedikit keluar dari norma kesopananlah (karena mengizinkan tindakan komunikasi seperti ejekan ringan yang tidak “berbahaya” dan godaan-godaan yang “aman” dan tanpa “substansi”) yang kemudian berkembang atau muncul. Atas dasar “keramahan umum” ini, akan mungkin untuk nantinya bertemu dengan beberapa individu yang kemudian akan menjadi lebih dekat – orang-orang yang bisa diajak berbagi bir di pub, pergi ke pertandingan sepak bola atau pertunjukan rock atau menyewa film… dan inilah yang disebut sahabat.

“Maka tidak mengherankan jika apa yang disebut dengan persahabatan hari ini seringkali tampak tidak lebih dari persahabatan yang penuh dengan “saling menghina dan toleransi atas ketidaksopanan”. Ketika kesamaan yang kita miliki adalah kesamaan atas eksploitasi bersama dan keterbudakan kita pada komoditas konsumtif, dan perbedaan kita terutama terletak pada identitas sosial yang didefinisikan dengan pekerjaan kita, komoditas yang kita beli dan kita gunakan yang kemudian ia memerintah kita, karenannya ada sangat sedikit kebanggaan, kebahagiaan, keajaiban, dan semangat dalam apa yang kita sebut persahabatan.” – Wolfi Landstreicher, Against the Logic of Submission

Konfederasi Para Pemabuk

Penindasan yang terjadi pada tukang masak di tempat kerja akan “meningkatkan kekebalan” pada posisi sosial/ekonomi mereka yang menyedihkan. Hal itu memberikan mereka sesuatu untuk dinanti-nantikan diakhir shift, sesuatu yang membuat semua omong kosong penindasan itu terasa “sepadan”. Harapan jenis ini adalah kontra-insureksioner.

Sangatlah mudah untuk melupakan dan memaafkan hal-hal buruk yang kamu alami setiap hari ketika kamu bahkan tidak dapat mengingat apa yang kamu lakukan hari ini, atau berapa banyak uang yang kamu hasilkan untuk bosmu (profit) dibandingkan dengan seberapa dikit yang kamu dapat (gaji), atau bagaimana kamu menghabiskan hampir delapan jam tanpa makan karena rush yang tidak pernah berhenti.

Satu-satunya pengorganisiran “sukses” yang aku dapat dalam pekerjaan ini adalah ketika dapur dibanjiri air limbah hingga ke pergelangan kaki kami. Juru masak bagian penggorengan (fry cook) dan aku sama-sama menolak untuk tetap bekerja dalam kondisi ini dan dipulangkan lebih awal. Dapur akhirnya ditutup setengah jam kemudian setelah lebih banyak pelayan dan juru masak yang ikut menolak untuk mentolerirnya. Kami tidak pernah mendapatkan penggantian untuk sepatu dan mantel kamu yang rusak karena disimpan di lantai bawah di bawah pipa yang rusak.

Selain itu hal diatas, pengorganisiran di dapur ini sia-sia. Hanya sedikit juru masak yang menginginkan kondisi yang lebih baik (apalagi kendali atas Sarana Produksi!). hampir setiap orang memiliki pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa tukang masak menjadi supir uber setelah bekerja, beberapa yang lain akan melompat ke dapur lain yang bisa mereka dapatkan. Seorang tukang masak yang menjual kokain hanya memasak sebagai kedok atas bisnisnya dan kemungkinan besar tidak peduli dengan kondisi kerja selama polisi tidak mendekatinya.

Kita tidak memiliki aspirasi (atau keinginan) untuk “mengatur kesengsaraan kita sendiri”. Pencuci piring mana yang ingin bertanggung jawab atas mesin pencuci piring mereka? Mereka lebih suka menghancurkannya dan memilih lupa bahwa mereka pernah dikelilingi oleh makanan sisa, deterjen, dan pemutih piring dan gelas.

“Kita tidak hanya memperjuangan representasi atau kendali atas proses produksi. Perjuangan kita bukanlah melawan tindakan seperti memotong sayur atau mencuci piring atau menuang bir atau bahkan menghidangkan makanan kepada orang lain. Dengan cara ini semua tindakan ini disatukan dalam sebuah restoran, dipisahkan dari tindakan lain, menjadi bagian dari ekonomi, dan digunakan untuk mempeluas modal/Kapital. Titik awal dan akhir dari proses ini adalah masyarakat Kapitalis dan orang-orang yang dipaksa bekerja untuk mereka. Kami ingin mengakhiri ini. Kami ingin menghancurkan proses produksi, sebagai sesuatu yang “di luar dan melawan” kami. Kami memperjuangkan sebuah dunia dimana aktivitas produksi memenuhi kebutuhan kami dan ia adalah sebuah ekspresi atas kehidupan kami, tidak dipaksakan pada kami sebagai imbalan atas upah – sebuah dunia di mana kami memproduksi untuk satu sama lain secara langsung, dan bukan menjual satu sama lain. Perjuangan dari pekerja restoran pada akhirnya adalah untuk sebuah dunia tanpa restoran atau pekerja.” – Abolish Restaurants

Dari Refleksi menuju Pembalasan Dendam

Ketenangan telah membantuku sadar dengan sekeliling dapur, tidak hanya sadar secara spasial tetapi juga sadar atas logistik-logistik dapur. Pemahaman atas logistik-logistik dapur, aliran produksi, pembagian kerja, hierarki (in)formal dalam dapur memberikan kemampuan yang lebih tajam untuk menyerang proses produksi. Penilaian dan pemahaman yang akurat tentang kemampuan taktis merupakan ancaman bagi pihak manajemen, jauh lebih penting daripada keramah-tamahan palsu antar rekan kerja yang “berbagi botol”. Persatuan juru masak memang bisa mengambil alih sebuah restoran, tetapi seorang juru masak bisa menghentikan produksi.

Juru masak untuk persiapan (the prep cook) dibiarkan sendiri dan memiliki beberapa otonomi di tempat kerja, sebagaimanapun berharganya ia di bawah Kapital. Juru masak ini, yang dibiarkan tanpa pengawasan, bisa membuang-buang bahan makanan atau menggunakannya secara serampangan. Katakanlah, tukang masak ini hanya memiliki satu bahan untuk membuat satu resep, padahal ada dua resep yang membutuhkan bahan tersebut. Tukang masak dapat menggunakan bahan pada resep yang tidak beresiko menjadi “mematikan”, atau bahan apapun yang menghasilkan keuntungan paling sedikit bagi bos mereka. Katakanlah, kamu membutuhkan buttermilk untuk membuat battered chicken atau ranch (salad dressing yang dibuat dari buttermilk atau sour cream), dan kamu tau bahwa malam itu kamu punya cukup ayam tapi tidak dengan ranch. Buat porsi ayam lebih banyak jadi ketika dinner rush dimulai, jika ada pelanggan yang berharap bisa mendapatkan ranch, mereka tidak akan mendapatkan apa yang mereka harapkan. (Jadi buttermilknya kita alokasikan lebih banyak untuk membuat battered chicken daripada ranch)

Seorang line cook dan tukang cuci piring bisa “secara tidak sengaja” menyebabkan sebuah “tumpukan” di ruang cuci piring. Memeriksa kualitas piring atau mencuci piring yang sama terus menerus sambil mengklaim bahwa piring-piring itu “terlalu kotor” sampai kemudian tidak ada piring yang tersisa untuk menyajikan makanan. Tidak ada “tumpukan” dalam proses produksi yang permanen, tetapi bagaimanapun “tumpukan” membuka ruang bagi rekan kerja untuk membicarakan absurditas situasi mereka sebagai pekerja. Hampir setiap penghentian produksi (yang tidak) disengaja yang saya alami sering mengarah ke percakapan seperti “bagaimana kita membuat kondisi ini bertahan lebih lama?”, “Alhamdulilah kita punya waktu untuk santai,” atau “akhirnya istirahat!”

Sabotase ini tidak akan menghentikan eksploitasi tukang masak, atau menyebabkan industri pelayanan (hospitality) berhenti. Konfliktualitas dengan aliran produksi yang stabil akan mulai melambat, dan dapat berkembang dengan berkembangnya kepercayaan pada kemampuan dan potensi yang kita miliki, dan pada akhirnya mengarah pada budaya pemberontakan dan sabotase di seluruh industri. Mengembangkan budaya pemberontakan melalui sabotase adalah berkelanjutan (sustainable), selama sabotase mengarah kepada keberlanjutan sabotase (sustainability of sabotage) – memberikan makanan gratis kepada sesama rekan konspirator, “lupa” menagih teman kita saat mereka makan di restoran tempat kita bekerja, dan mencuri bahan makanan dan membagikannya untuk sesama konspirator di luar industri (kita) yang melawan dengan cara mereka sendiri. Jika kamu bekerja di dapur, tidak ada seorang pun di kru-mu yang harus membeli handuk kertas lagi.

Sabotase ini adalah salah satu dari tindakan-tindakan perlawanan lainnya – seperti shoplifting (atau tindakan pengambilalihan yang lebih besar), dumpster diving, dan communal meals – dapat membebaskan waktu dari kerja dan membangun budaya pemberontakan kita dan projek-projek dan infrastruktur lain yang sedang kita kerjakan. Uang yang dihemat dari bahan makanan dapat dikembalikan ke infoshop lokalmu untuk membantu kolektif menghasilkan uang sewa, atau mempergunakan kotak koran bekas bahan makanan dengan zine dan agitprop favoritmu, atau berdonasi ke riseup collective, atau bahan untuk mulai membuat zine dan bukumu sendiri. Apapun yang tidak bisa kamu curi terkadang bisa dibeli.

“Intensitas emosional dan afektif dari hubungan kita harus diwujudkan dalam konsistensi material. Kegagalan dalam melakukannya pasti akan mengakibatkan kita tercerai berai. Setiap keputusan dalam kehidupan – dimana kita tinggal dan dengan siapa kita tinggal, di mana kita mendapatkan uang dan apa yang kita lakukan dengannya – adalah pertanyaan yang dapat dijawab secara berbeda. Apa yang awalnya tampak sebagai tugas atau tanggung jawab individu dapat dipahami sebagai peluang untuk meningkatkan kekuatan kolektif kita.” – How to Start a Fire

Melampaui Serikat, Melampaui Utopia-Utopia

Menyerikatkan dapur telah menjadi tujuanku selama beberapa tahun belakangan dan aku merasa hal itu membuang-buang waktu, diluar beberapa penghentian dan sabotase-sabotase sukses (belum lagi bagaimana aku tidak harus membayar sebagian besar peralatan memasak yang aku miliki dan bagaimana aku mendapatkan dua kali makan gratis tiap hari). Mengutip panjang lebar dari Monsieur Dupont,

“Sebagian besar pekerja sekarang bekerja di sektor-sektor yang berada di sekitar kesejahteraan ekonomi, jika mereka mengambil tindakan pada skala industri, hal itu hanya menyebabkan ketidaknyamanan bagi pemberi kerja langsung dan mungkin pada beberapa perusahaan di atas di bawah rantai pasokannya. Sebaliknya, kelas pekerja esesial adalah kelompok pekerja yang dapat menghentikan bidang ekonomi dengan cakupan yang luas dengan cara menghentikan kerja-kerja mereka.

Pekerja-pekerja ini dipekerjakan dalam industri-industri utama ekonomi, industri-industri yang hanya dapat beroperasi dengan tingkat input tenaga kerja yang relatif tinggi ke dalam proses mereka, yang memberi para pekerja itu kendali atas proses yang sudah ada; kekuatan laten pekerja utama (core workers) dapat didemonstrasikan segera dalam aksi industrial yang akan menyebarkan efek langsungnya ke semua bisnis di lokalitas dan sekitarnya, menghasilkan dampak yang meluas di masyarakat. Pekerja utama meliputi buruh pabrik, tukang sampah, pekerja listrik/energi, pekerja distribusi (kantor pos, kereta api, pengangkutan jalan, feri, buruh pelabuhan, dll); dalam semua contoh ini, penghentian kerja menyebabkan masalah ekonomi yang segera dan meluas, dan inilah mengapa justru di industri inilah tindakan liar (wildcat action) paling sering terjadi, cukup sederhana, tindakan industrial di industri ini memang memiliki sejarah keberhasilan.” – Monsieur Dupont, Nihilist Communism

Aku lebih suka tidak membahas kritik saya terhadap teks ini secara keseluruhan, tetapi disini saya menemukan Monsieur Dupont sangat tepat. Pekerja yang tidak terlibat dalam industri esensial yang melakukan pemogokan, yang menyabotase dan mengganggu produksi di tempat kerja mereka, tidak akan menghentikan ekonomi kapitalis. Jika dapur menjadi serikat pekerja, atau produksinya dihentikan, yang terjadi adalah pelanggan di daerah tertentu harus pergi ke tempat lain untuk mendapatkan jenis makanan apapun yang mereka cari. Jika satu Chipotle menghentikan produksinya dan toko lokalnya bangkrut, pelanggan hanya akan pergi ke Moe’s atau beberapa cali (resto mexico) lainnya. Beberapa kapitalis akan kehilangan keuntungan, tetapi bukan kekuatan mereka sebagai sebuah kelas. Dimana restoran yang sebelumnya ditutup, restoran lain akan muncul, setelah beberapa konstruksi pada estetika dan pemasangan peralatannya. Merebaknya e-coli menyebabkan lebih banyak kerusakan ekonomi pada perusahaan daripada sabotase atau upaya pengorganisiran yang pernah aku ketahui selama aku berada di tiga restoran Chipotle yang berbeda.

Ini bukan berarti bahwa semua usaha penyerikatan dan pengorganisiran di dapur (dan semua industri-industri non esensial) itu tidak berguna, tetapi ketika tujuan utamanya adalah untuk mematikan (shutdown) ekonomi, untuk menghancurkan hierarki, untuk membebaskan diri sendiri dan membebaskan kapabilitas dan otonomimu, maka serikat pekerja dan sabotase tidak akan cukup jauh untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Untuk tujuan jangka pendek, seperti perjuangan upah minimum dan kondisi kerja yang lebih baik, serikat pekerja (informal/solidaritas) adalah salah satu jalan yang harus ditempuh selama ada perjuangan lintas restoran yang dapat bertahan lebih lama dari perjuangan di masing-masing restoran. Untuk perjuangan jangka panjang kita, merebut atau membangun infrastruktur dan mengembangkan budaya pemberontakan di luar lingkungan radikal sangatlah penting. Sabotase restoran adalah salah satu dari sekian banyak bentuk serangan yang bisa ditambahkan ke gudang senjata kita dalam mencapai tujuan tersebut.

“Sabotase adalah permainan yang menarik, tetapi ini bukan satu-satunya permainan yang seseorang ingin mainkan. Kita harus memiliki banyak permainan yang bisa kita mainkan, permainan yang bervariasi dan seringkali berbeda satu sama lain, bertujuan untuk menghindari kemonotonan aturan yang kemudian akan menjadi pekerjaan yang membosankan dan berulang-ulang.” – Alfredo Bonanno, Lets Destroy Work, Lets Destroy the Economy

Menuju sebuah Pasukan Tukang Masak

Perjuangan melawan dominasi dan hierarki itu pada dasarnya berada didalam dan melampaui lingkungan kerja. Dari pengalamanku, aku sudah melihat bahwa kontrol atas mayoritas keputusan di lingkungan kerja telah “dioutsourcingkan” kepada teknokrat dan birokrat, dengan lokus kekuasaan berada pada mereka yang mendiktekan produksi dari luar tempat kerja. Mungkin titik utama serangan kita harusnya berada di luar lingkungan kerja kita, untuk menyebabkan kerusakan lebih ke aliran produksi.

Dapur tidak dapat beroperasi jika terjadi penimbunan bahan makanan yang sengaja kita lakukan. Dapur tidak dapat beroperasi jika truk yang membawa makanan dan bahan-bahan lainnya tidak datang. Hal yang sama berlaku untuk hampir semua industri. Tidak ada produk, tidak ada produksi. Serang arus produksi, ada titik kelemahan dimana-mana. Yang harus kita lakukan adalah menemukan mereka dan menyerang secara taktis.

Sampai semua jalan-jalan dibongkar, ban-ban disayat, saluran telepon tumbang dan kabel-kabel tercabut, perjuangan melawan kerja atau produksi atau Kapital atau neraka hidup akan terus berlanjut. Panggilan terakhir akan segera berakhir, apa yang kamu inginkan?